PP MUHAMMADIYAH membuat kejutan. Beberapa nama pengurus Lazismu tiba-tiba muncul dalam daftar pengurus pusat Majelis Pendayagunaan Wakaf. Tidak hanya satu orang. Tapi satu gerbong. Juga muncul nama-nama baru dari kalangan profesional filantropi dan banker syariah. Ke mana arah angin bertiup?
Surat keputusan itu beredar luas lewat WhatsApp. Entah sejak kapan. Saya menerimanya Selasa pagi. Saat masih terlelap. Saya memang baru tidur malam pada Selasa pagi. Sudah beberapa hari terakhir saya harus berjibaku menyelesaikan pengeditan buku baru: "Menjerat Suap di Sektor Privat" karya Dr Resmen SH MH, seorang jaksa muda yang bertugas di Kejaksaan Agung.
Surat keputusan yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah itu dikirim pejabat Baznas Pusat. "Kok bisa ‘larinya’ ke ‘sana’ duluan baru sampai di saya?" tanya saya dalam hati.
Pertanyaan itu akhirnya terjawab setelah surat itu saya buka. Arifin Purwakananta, Deputi I Baznas Pusat, ada dalam daftar pengurus Majelis Pendayagunaan Wakaf, sebutan baru Majelis Wakaf dan Kehartabendaan. "Oh, mungkin ini kaitannya," kata saya sambil manggut-manggut.
Munculnya nama Mohammad Arifin Purwakananta adalah kejutan. Sudah lama nama tokoh di balik sukses Dompet Dhuafa dan Baznas Pusat itu beredar di
circle PP Muhammadiyah. Kader ‘Sang Surya’ itu sudah lama santer digadang-gadang akan menjadi pengurus Lazismu Pusat. Ternyata namanya nongol di Majelis Pendayagunaan Wakaf. Arifin ditunjuk sebagai sekretaris I.
Ups! Ternyata saya terlewat saat membaca. Selain Arifin Purwakananta, ada juga Rizal Kurniawan, pejabat Baznas Pusat, yang mengirimkan copy surat keputusan itu. Rizal yang mantan Direktur Fund Raising Lazismu Pusat berada pada posisi Wakil Ketua III.
Kejutan ketiga, tertulis pula nama Mardjana Djono. Secara pribadi, saya mengenal nama ini dengan sangat baik. Ia sosok profesional yang berjiwa filantropi. Selain menjabat sebagai direktur Bank Mega Syariah, Mardjana Djono juga pengurus kerukunan keluarga muslim karyawan CT Corps dan pengelola sebuah pesantren modern di Bintaro.
Bulan lalu, ia menjual mobil kesayangannya: All New Nissan Serena seharga Rp 160 juta untuk menyelesaikan pembangunan fasilitas di pesantrennya itu. Saya tahu karena informasinya beredar di Facebook.
Kejutan berikutnya, nama-nama sejumlah pengurus Lazismu Pusat tertera pada surat keputusan itu. Pertama, Mahli Zainuddin Tago. Terakhir, ia merupakan Ketua Umum Lazismu Pusat, menggantikan Hilman Latief yang menjabat sebagai Dirjen Haji dan Umrah Kementerian Agama dan sekarang menjadi Bendahara Umum PP Muhammadiyah. Mahli menempati posisi sebagai Wakil Ketua V.
Selain Mahli, ada pula empat nama lain yang saya kenal: Eny M Wijayanti dan M Adi Rosadi sebagai anggota bidang kelembagaan nadzir. Juga ada M Nurul Ihsan sebagai ketua bidang inventarisasi dan sertifikasi wakaf.
Di bidang Pendidikan dan pelatihan, muncul pula nama yang saya kenal: Moh Danial Ramli, Direktur Kelembagaan dan SDM Lazismu Pusat. Mantan direktur HRD RS Islam Pondok Kopi ini menempati posisi sebagai ketua bidang.
Dalam bidang ini, saya baca nama M Reza Prima, dai muda Muhammadiyah yang aktif berdakwah di kawasan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan berdakwah melalui media daring. Beberapa videonya diproduksi di Jagaters Studio.
Ada lagi ‘orang Lazismu’ lama. Ia menjadi direktur fund raising Lazismu sekitar 20 tahun lalu. Namanya Nanang Qodir. Di sosial media ia menggunakan nama Nanang el Ghozali. Dari Nanang inilah saya terlibat dalam kegiatan Lazismu. Tugas pertama saya saat itu: Rebranding Lazismu sebagai nama baru menggantikan nama lamanya: Lazismuh.
Puncak kejutannya, munculnya dua nama ini: Muh Irfan Nugroho dan Nurcahyo. Irfan saya kenal dengan baik. Tiga belas tahun lalu, ia saya rekrut sebagai direktur anak perusahaan Jagaters Studio yang bergerak dalam bidang
website dan
mobile apps developer.
Sedangkan Nurcahyo, bila orangnya sama dengan yang saya maksud, pernah menjadi manajer pemasaran Jagaters Studio satu masa yang sama dengan Irfan. Maklum, terlalu banyak orang bernama Nurcahyo. Bisa jadi, Nurcahyo ‘yang ini’ berbeda dengan Nurcahyo eks Jagaters Studio.
Dalam daftar pengurus, Irfan menjadi ketua bidang pendayagunaan lahan wakaf pedesaan. Beberapa tahun terakhir, Irfan memang lebih banyak berbisnis di pedesaan. Ia membina ribuan petani dalam jaringan bisnis UMKM untuk mengakses permodalan syariah yang murah dan menghubungkan para petani dengan pasar komoditi.
Irfan dan Nurcahyo bergabung dengan Jagaters Studio sekitar tiga tahun. Mereka resign dari Jagaters Studio karena memilih mengelola perusahaan masing-masing.
Irfan tetap setia dengan bisnis berbasis teknologi informasi. Nurcahyo yang berlatar belakang wartawan "
Jawa Pos" dan "
Trans TV" mengembangkan usaha biro jasa iklan dan event organizer.
Nurcahyo dalam susunan pengurus itu kompartemen direksi/nazhir wakaf uang. Kompartemen ini dipimpin Agus Edi Sumanto, pengurus Lazismu Jawa Timur yang juga seorang akuntan dan konsultan keuangan berbagai perusahaan besar di Jakarta.
Melihat profil nama-nama tersebut, saya melihat ada arah angin yang berubah di Majelis Pendayagunaan Wakaf PP Muhammadiyah. Perubahan itu, menurut saya, paling tidak ada tiga:
1. Akan terjadi sinergi yang baik antara Majelis Pendayagunaan Wakaf dengan Lembaga Amil Zakat Lazismu. Memang idealnya wakaf dan zakat saling bersinergi.
2. Akan terjadi transformasi dalam tubuh Majelis Pendayagunaan Wakaf sesuai tuntutan zaman sesuai standarisasi industri keuangan syariah, peningkatan kualitas profesional para nadzir wakaf dan digitalisasi/modernisasi sistem operasi lembaga wakaf.
3. Pendayagunaan wakaf akan berorientasi pada tujuan-tujuan ekonomi produktif sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang besar. Manfaat ekonomi inilah yang kelak menggerakkan kegiatan filantropi melalui Lazismu.
Tentu saja saya sangat senang membaca susunan pengurus baru Badan Pendayagunaan Wakaf PP Muhammadiyah yang akan berkhidmat mulai 2022 hingga 2027 itu. Ditambah nama-nama besar di luar yang sudah saya jelaskan di atas, saya optimis Badan Pendayagunaan Wakaf PP Muhammadiyah akan semakin berdaya dalam menjalankan amanat para wakif.
Selamat bertugas!