Rakor DPR Aceh terkait pelanggaran HAM berat pada masa lalu di Aceh. Foto: Fauzan/RMOLAceh.
Pengakuan Presiden Joko Widodo bahwa ada pelanggaran HAM berat masa lalu masih jadi perbincangan hangat di Provinsi Aceh. Salah satu penyebabnya adalah karena jumlah pelanggaran HAM berat di Serambi Mekah itu lebih banyak dari yang diungkap pemerintah pusat.
Untuk itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Iskandar Usman Al Farlaky mengatakan, pihaknya akan memanggil Komnas HAM Aceh dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Pemanggilan itu berkaitan dengan adanya pelanggaran HAM berat pada masa lalu di Aceh.
Iskandar menjelaskan, masih ada beberapa pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum diakui negara.
“Kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya di Aceh juga membutuhkan penyelesaian dan pengakuan,†kata Iskandar saat Rapat Koordinasi (rakor) terkait pengakuan presiden terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu, di ruang rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPR Aceh, Selasa (24/1).
Iskandar menyebutkan, pelanggaran HAM berat di Aceh bukan hanya tiga. Namun masih ada sejumlah tragedi lainnya. Dan presiden atau negara harus mengakuinya.
"Bahkan dari data KKR Aceh ada 5.153 kasus yang terverifikasi. Ini akan jadi bahan masukan kepada presiden dan Komnas HAM," ujar dia, dikutip
Kantor Berita RMOLAceh.
Seharusnya, Komnas HAM dan tim yang dibentuk presiden mengambil data dari KKR Aceh. Sehingga statusnya dapat ditingkatkan menjadi pelanggaran HAM berat.
“Data yang diambil dari KKR Aceh untuk kepentingan kompensasi,†sebut dia.
Iskandar menilai, Pemerintah Indonesia tidak sepenuh hati menuntaskan persoalan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh pada masa lalu. Mereka juga harus menuntaskan pelanggaran HAM berat lainnya.
Terkait Satuan Kerja (Satker) bentukan Presiden Joko Widodo, juga harus mengumumkan ke publik penyelesaian kasus tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh. Sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.