PERPPU Cipta Kerja 2/2022 antara lain untuk melakukan perubahan-perubahan pada UU Ketenagakerjaan nomor 13/2003 sebagai UU terakhir sebelum UU Cipta Kerja 11/2020.
Perubahan dalam bentuk mencabut dan mengubah pasal serta ayat, yang dilanjutkan dengan melakukan perubahan secara massif, bersinergi, dan dilakukan secara komprehensif bersama puluhan UU terkait menggunakan metoda omnibus.
UU Ketenagakerjaan antara lain berawal dari gagasan untuk menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja yang menganggur secara terbuka sesungguhnya berfluktuasi secara bertahap dari semula sebanyak 9,94 juta orang pada tahun 2003.
Kemudian menjadi sebanyak 7,24 juta orang bulan Agustus tahun 2014. Sebanyak 7,05 juta orang bulan Agustus tahun 2019. Sebanyak 9,77 juta orang bulan Agustus tahun 2020 ketika terjadi pandemi Covid-19. Sebanyak 8,42 juta orang pengangguran terbuka bulan Agustus tahun 2022.
Oleh karena besarnya persoalan kebandelan kebutuhan untuk menyerap tenaga kerja yang menganggur, maka dilakukanlah revisi-revisi frontal terhadap UU Ketenagakerjaan nomor 13/2003 menggunakan metode omnibus.
Dasar pemikirannya secara sangat sederhana berasal dari pengembangan model fungsi produksi, yang terdiri dari tenaga kerja dikalikan dengan modal. Produksi hanya dapat ditingkatkan dengan cara menyerap tenaga kerja yang menganggur sebanyak mungkin dan secara paralel, atau lebih awal dengan memasukkan modal investasi dari dalam negeri dan luar negeri ke dalam sistem perekonomian nasional dan regional.
Metodenya adalah dengan menggunakan momentum percepatan pembangunan infrastruktur dimana-mana secara progresif dan revolusioner.
Itu sebuah keberlanjutan dari pengembangan teori ekonomi berbasiskan pada pertumbuhan ekonomi kapitalisme, guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, maka dibangunlah pemerataan ekonomi yang diharapkan menetes ke bawah.
Sekalipun pemerataan perekonomian tidak bersifat otomatis terjadi sebagai akibat dimulainya tahapan lebih awal dari penerapan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, dibandingkan memulainya dari kegiatan pemerataan pembangunan ekonomi sebagaimana metode pembangunan sosialisme, itu tampaknya lebih sulit apabila untuk dilanjutkan menuju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Semula agak meniru kecepatan Australia dalam membangun jalan. Meniru China dalam membiayai model pembangunan infrastruktur, sedangkan China pada awalnya meniru gaya pembangunan Amerika Serikat dengan memulai model pembangunan dari perluasan jaringan infrastruktur, namun China dengan cara lebih spektakuler dan serba cepat.
Pemerintah Indonesia selanjutnya lebih memilih memperbanyak SBN menggunakan mekanisme utang untuk membiayai anggaran.
BUMN infrastruktur dijadikan lokomotif pembangunan sejak awal dan Bank Indonesia menjalankan fungsi
burden sharing, terutama ketika pandemi Covid-19 datang setelah diikuti naiknya jumlah pengangguran terbuka di atas. Mereka yang skeptis di atas, karena tidak sepakat dengan metode omnibus.
Peneliti INDEF dan Pengajar Universitas Mercu Buana