Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Parameter Kegentingan yang Bersifat Memaksa

SENIN, 16 JANUARI 2023 | 08:22 WIB | OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

PERPPU nomor 2/2022 Cipta Kerja menimbulkan perdebatan penerimaan terhadap parameter kegentingan yang bersifat memaksa sebagai landasan hukum pemerintah dan lembaga terkait untuk menetapkan Perppu Cipta Kerja.

Ditinjau dari besarnya kekuatan dominansi koalisi parpol pemerintah di DPR, Perppu Cipta Kerja berpotensi sangat besar akan segera disahkan oleh DPR RI menjadi Undang-undang sebagaimana proses pengesahan RUU Cipta Kerja terdahulu menjadi Undang-undang.

Meskipun demikian, kekuatan koalisi masyarakat sipil yang berada di luar pemerintahan, kemungkinan besar akan membawa persoalan keberatan terhadap regulasi tersebut dengan melakukan uji ke Mahkamah Konstitusi kembali, guna mengulangi peristiwa sejarah regulasi untuk mengoreksi Undang-Uundang Cipta Kerja.

Parameter kegentingan yang bersifat memaksa itu secara tertulis disajikan dalam dasar pertimbangan untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

Pertama, untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Kedua, untuk menyerap tenaga kerja. Ketiga, untuk melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan. Keempat, untuk melakukan percepatan cipta kerja dengan melakukan perubahan.

Kelima, melakukan sinkronisasi perubahan Undang-Undang menggunakan metode omnibus. Keenam, melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi melalui penggantian UU Cipta Kerja. Ketujuh, merespons kenaikan harga energi dan harga pangan, perubahan iklim, dan terganggunya rantai pasokan.

Mereka yang menolak kegentingan yang bersifat memaksa itu, pertama, antara lain tidak sepakat bahwa Perppu Cipta Kerja sebagai solusi untuk menyerap tenaga kerja, sekalipun regulasi ketenagakerjaan dalam praktik dunia nyata diperlukan.

Bahkan di antara penolak itu meyakini bahwa Perppu Cipta Kerja justru akan lebih memudahkan perusahaan-perusahaan untuk memperbanyak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dengan cara membandingkannya dengan UU Ketenagakerjaan 13/2003.

Sementara itu Serikat Pekerja juga ada yang menolak pasal-pasal yang dicabut dan pasal-pasal yang diubah dalam Perppu Cipta Kerja dengan cara perbandingan yang sama, ditambah isu membangun pelembagaan perbudakan modern. Juga tentang isu lama mengenai dasar pertimbangan penetapan formula upah minimum, cuti ditanggung perusahaan, uang pesangon, outsourcing, PKWT, dan tenaga kerja asing.

Kedua, mereka juga tetap menolak pernyataan Perppu Cipta Kerja telah mengganti UU Cipta Kerja, sekalipun jumlah halaman Perppu Cipta Kerja berkurang menjadi 1117 halaman dari UU Cipta Kerja yang semula sebanyak 1187 halaman.

Ketiga, penolak Perppu Cipta Kerja yang lainnya meyakini bahwa perang antara Rusia dengan Ukraina bukanlah penyebab yang dapat diterima atas terjadinya kegentingan yang bersifat memaksa, sekalipun dasar pertimbangan Perppu Cipta Kerja secara tekstual bukanlah atas dasar sebagai akibat dari perang Rusia dan Ukraina, melainkan atas keberadaan kenaikan harga energi dan harga pangan, perubahan iklim, dan terganggunya rantai pasok.

Peneliti Indef dan Pengajar Universitas Mercu Buana

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya