Pakar hukum tata negara, Refly Harun/Net
Peraturan Pengganti Undang Undang (Perppu) Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Joko Widodo dinilai sebagian kalangan masyarakat merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. Meskipun Presiden Jokowi memiliki kewenangan untuk melahirkan Perppu, namun seharusnya parlemen melakukan objektivitas sebagai bentuk check and balances.
"Ya saya kira ini pembangkangan terhadap konstitusi yang nyata. Secara sadar dilakukan oleh Presiden. Karena yang menerbitkan Perppu adalah Presiden,†tegas pakar hukum tata negara Refly Harun di depan Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (5/1).
Refly menuturkan, meskipun Presiden Jokowi memiliki hak subjektivitas untuk menerbitkan Perppu, namun dia mengingatkan UU Ciptaker sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah dan parlemen untuk membahasnya secara detil selama dua tahun.
"Putusan MK itu mengatakan, memberikan waktu 2 tahun untuk membentuk undang undang ciptaker dalam sebuah proses yang
meaningfull participation. Jadi partisipasi yang berarti. Tidak hanya sekadar bahwa sudah ada dasar hukum pembuatan omnibuslaw,†katanya.
Pihaknya menyadari ada perubahan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang memberikan legitimasi kepada proses pembentukan Omnibus Law dan menganggap pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD tidak masalah dari sisi prosedur.
Namun demikian, dia menekankan bahwa Perppu tersebut berasal dari perintah untuk membentuk undang-undang dari putusan MK.
"Nah berarti kalau kita pahamkan kalau MK itu sebagai
the guardian of the constitution, sebagai penjaga konstitusi, maka sengaja dengan jelas, dengan sadar presiden sudah membangkang terhadap konstitusi,†tutupnya
.