Ketua Poros Rawamangun, Rudy Darmawanto/Ist
Peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius atau acute kidney injury di Indonesia dinilai perlu penanganan segera.
Apalagi sejak akhir Agustus 2022, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menerima laporan peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang tajam pada anak, utamanya di bawah usia 5 tahun.
"Peningkatannya sangat mengkhawatirkan, bahkan hingga 18 Oktober 2022 jumlah kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20 provinsi," kata Ketua Poros Rawamangun, Rudy Darmawanto diberitakan Kantor Berita RMOLJakarta, Sabtu (29/10).
Mencermati peningkatan korban kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal, yang disinyalir disebabkan oleh perilaku mengonsumsi obat penurun panas, demam maupun batuk dalam bentuk sirup, menurut Rudy, sudah semestinya pemerintah dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bergerak cepat mengantisipasi dan bahkan mencegah agar tidak terjadi peningkatan jumlah korban.
Namun Rudy menyesalkan lambannya BPOM, sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengawasan peredaran obat-obatan justru tidak melakukan gerakan antisipasi secara cermat, cepat, dan tepat.
"BPOM terkesan ragu-ragu dalam mengambil keputusan terhadap pelarangan obat-obatan yang mengandung unsur berbahaya penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal," kata Rudy.
Menurut Rudy, indikasi keragu-raguan dan tidak profesional dari BPOM terlihat ketika menetapkan pelarangan obat sirup tertentu saja yang dianggap berbahaya dan tidak berdasarkan pada hasil investigasi secara komprehensif, transparan dan akuntabel, melainkan hanya obat batuk sirup dari produk tertentu saja.
Sedangkan obat batuk sirup dari produk lain tidak dilakukan pemeriksaan, serta penarikan dari peredaran sehingga menimbulkan kebingungan dan kepanikan masyarakat, terutama orang tua yang memiliki anak balita dari kalangan keluarga prasejahtera.
"Dari kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan akan menambah jumlah korban dikarenakan mereka juga dimungkinkan mengonsumsi obat batuk sirup yang tidak ditarik dari peredaran," kata Rudy.
Selain itu, lanjut Rudy, negara harus melindungi rakyatnya dari kasus tersebut yang bisa dikategorikan kejahatan kemanusiaan luar biasa.
Kata Rudy, BPOM dan pabrik produsen obat seharusnya bertanggung jawab serta diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rudy juga mendorong pemerintah melakukan penanganan sangat serius dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dari berbagai unsur untuk melakukan investigasi secara komprehensif, transparan dan akuntabel.
"Apabila pemerintah tidak segera membentuk TGPF, maka kami akan menempuh jalur hukum terhadap masalah ini dan akan membuat posko pengaduan kesehatan untuk para korban," demikian Rudy.