Berita

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng/Net

Publika

Program Kompor Induksi Gagal, Pemerintah Kalah dengan Agen-agen LPG?

RABU, 28 SEPTEMBER 2022 | 08:53 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

PROGRAM elektrifikasi itu keniscayaan, cepat atau lambat energi akan bertumpu pada listrik. Mudah, murah, dan akan semakin efisien di masa mendatang.

Seluruh pelosok negeri telah terhubung dengan kabel listrik. Inovasi dan teknologi listrik terus menunjukkan perkembangan hingga nirkabel, wireless.
Ke depan biaya listrik juga akan semakin murah, daya listrik besar tidak lagi diperlukan dan seterusnya.

Aneh jika pemerintah mundur dari program elektrifikasi rumah tangga, peralatan rumah tangga yang serba listrik akan jadi keniscayaan di masa mendatang.

Aneh jika pemerintah mundur dari program elektrifikasi rumah tangga, peralatan rumah tangga yang serba listrik akan jadi keniscayaan di masa mendatang.
Ciri-ciri ke arah itu sudah sangat jelas. Jika mau membaca tanda-tanda perubahan dengan benar.

Kompor induksi adalah konsep bauran listrik dan LPG yang positif. Menekan penggunaan LPG dan memberikan alternatif kepada masyarakat.

Ke depan secara alamiah masyarakat akan bergeser ke listrik tanpa paksaan tapi menggunakan cara cara alamiah.

Tidak ada yang bisa membendung ini. Ini adalah kebutuhan yang baru di tengah keragaman sumber energi, dan listrik yang semakin berada di depan sebagai sumber energi rumah tangga.

Kompor induksi sengaja disalahpahamkan sebagai program pengalihan dari bahan bakar LPG ke listrik. Bukan demikian cara mehamaminya.

Kompor induksi bukan konversi yang dipahami sebagai menggantikan. Tapi harusnya dipahami sebagai komplementer. Orang dapat saja sekali kali memasak dengan kompor induksi namun pada kali yang lain memasak dengan LPG. Biasa saja.

Dihentikannya program kompor induksi merupakan indikasi pemerintah takut dengan para pebisnis LPG yang sudah berjaringan sangat kuat melibatkan banyak pihak termasuk para politisi dan birokrat.

Seharusnya pemerintah lebih berpikir strategis, melihat perkembangan dunia.

Indonesia sendiri berhadapan dengan dua masalah di LPG yakni impor yang mencapai 80 persen kebutuhan LPG nasional dan subsidi LPG yang menembus Rp 135 triliun, yang merupakan subsidi terbesar di Indonesia.

Mengapa tidak mau berubah, mengapa kalah dengan para Pemilik SPBE dan para agen pedagang LPG?

Mosok pemerintah kalah oleh karena banyaknya statement yang kurang berdasar?

Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya