Berita

Marthen Goo/Net

Publika

Indonesia Merdeka: Bisakah Perundingan untuk Papua Tanah Damai?

OLEH: MARTHEN GOO
SENIN, 15 AGUSTUS 2022 | 20:31 WIB

KINI tiap tahunnya Indonesia merayakan ulang tahun kemerdekaan secara politik pada tanggal 17 Agustus, dikarenakan kemerdekaan tersebut dikenal pada tanggal 17 Agustus 1945, sementara Belanda mengakui kemerdekaan secara politik bagi Indonesia pada tahun 1949.

Tentu yang menjadi pekerjaan besar adalah mengisi kemerdekaan. Logika mengisi kemerdekaan tersebut sejak awal menjadi perdebatan gagasan antara tiga idiologi, baik idiologi agamaisme, sosialisme dan kapitalisme,
 
Ketika idiologi tersebut dipakai sebagai argumen saat itu untuk mengarahkan pembangunan negara dengan didasari pada idiologi apa. Namun faktanya, walau Indonesia kemudian merumuskan Pancasila dengan semangat nilai dari ketiga idiologi tersebut.


Namun dalam perjalanannya, idiologi yang dianggap nasionalis adalah idiologi kapitalis, walau nilai dalam Pancasila memakai tiga nilai tersebut. Dari kebiasaan kehidupan rakyat yang sangat sosialis itu sesungguhnya bertentangan dengan kapitalisme.

Penciptaan kelas kemudian tercipta, kekuasaan dipakai untuk memperkaya diri dan kelompok, kemudian korupsi makin meningkat. Tindakan ini juga mengantarkan Indonesia menuju krisis moneter pada tahun 1997-1998.

Apakah itu kemudian yang disebut kemerdekaan? Tentu aspek lain adalah penguasaan kekayaan di Indonesia hanya dikuasai oleh sebagian kecil pemilik modal, sementara rakyat makin mengalami marjinalisasi. Kekuasaan justru berada di depan kaum investor.

Jika melihat Papua, sangat memprihatinkan karena motif lebih pada pengurasan Sumber Daya Alam, yang akibatnya, pelanggaran HAM terjadi, marjinalisasi makin memiskinkan rakyat Papua di atas kelimpahan SDA.

Tentu ada yang salah, dan apa arti kemerdekaan dalam hal yang melanggar tujuan bernegara tersebut. Itu juga kemudian dikenal bahwa Papua memiliki kerumitan masalah yang berbeda dengan daerah lain di luar Papua. Diawali oleh Motif pengurasan SDA dan pendudukan. Semua hanya menciptakan masalah-masalah.

Makna kemerdekaan harus dimulai dengan berdialog atau berunding

Dalam semangat merayakan hari ulang tahun Indonesia, Presiden harus mewujudkan Papua Tanah Damai melalui Perundingan atau Dialog Jakarta-Papua. Rakyat harus dipikirkann untuk diselamatkan melalui perundinggan sebagai bentuk keseriusan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam menyelesaikan masalah di Papua. Pendekatan kekerassan, pendekatan militer dan pendekatan pendudukan tidak akan menyelesaikan masalah, dan bahkan justru akan melahirkan masalah-masalah.

Presiden diharapkan dapat mewujudkan tujuan nasional dan semangat Pancasila dalam mewujudkan Papua Tanah Damai melalui Dialog Jakarta-Papua. Dr. Muridan S Widjojo. menyebutkan bahwa “Dialog tidak membunuh siapapun”.

Sementara itu, menurut Dr. Pastor. Neles Tebai, Pr, “Dialog menjadi kata kunci jalan penyelesaian masalah Papua”. Dengan demikian maka, jika dialog tidak membunuh, dan justru menjadi kata kunci jalan menyelesaikan masalah Papua, mestinya Presiden bisa melaksanakannya.

Mewujudkan Papua Tanah Damai juga amat konstitusional dan amanat Pancasila. Sehingga, Presiden harus mampu mewujudkan amanat tersebut. Dan jika ada kekuasaan lain yang menghambat semangat mewujudkan Papua tanah damai melalui perundingan, maka, terhadap kekuasaan tersebut melanggar konstitusi dan Pancasila.

Tentu, dan jika oknum-oknum orang tersebut melanggar Pancasila dan konstitusi, dan tidak mau mewujudkan Papua tanah damai, patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia sehingga Komnas HAM pun harus menyoroti hal tersebut dalam perspektif HAM.

Yan Cristian Warinusi, S.H., Jurubicara Jaringan Damai Papua menyebutkan bahwa “negara punya tanggungjawab besar menyelesaikan kasus HAM di Papua”.

Tentu terhadap hal tersebut, kasus pelanggaran HAM di tanah Papua terjadi dari awal Papua dipaksakan bergabung ke dalam Indonesia dengan kejahatan HAM yang dilatarbelakangi oleh faktor motif. Sehingga, terjadi pelanggaran terhadap konstitusi negara dan hukum. Terjadi pergeseran memaknai kemerdekaan dalam implementasi.

Dalam semangat perundingan tersebut, jika kita menengok Aceh seperti yang dirilis oleh BBC 14 Agustus 2022, “Kalangan aktivis HAM mengatakan belum ada implementasi berarti dari MoU Helsinki, sementara mantan anggota GAM menyebutnya ‘cek kosong’ untuk masyarakat Aceh. Pemerintah, di sisi lain, mengatakan masih mencari jalan keluar untuk “implementasi yang masih terkendala”.

Tentu terhadap peristiwa Aceh tersebut, jika terjadi tindakan yang keluar jauh dari kesepakatan dalam perjanjian tersebut, dapat dilakukan juga perundingan ulang. Sehingga, perundingan harus dimaknai sebagai mekanisme demokrasi untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan.

Referensi Aceh ini juga dapat diterapkan di Papua. Jika Pancasila mensyaratkan musyawarah untuk mufakat, jika konstitusional mensyarakatkan hal yang sama, maka harus diwujudkan.

Presiden harus komitmen wujudkan Papua tanah damai dan menyampaikan komitmen di HUT RI

Mewujudkan Papua tanah damai itu hal yang wajib dilakukan oleh kepala negara karena itu semangat untuk mewujudkan tujuan nasional dan mandat konstitusi yakni membuat damai di Indonesia, apalagi Papua. Karenanya, Presiden harus segera mengangkat “Sepcial Envoy” atau utusan khusus serta meminta Wakil Presiden sebagai penanggungjawab politik untuk mendorong proses perundingan/dialog.

Pendekatan militer, pendekatan pembangunan bermotif penguasaan SDA dan pendudukan, pendekatan DOB, pendekatan Otonomi Khusus terbukti hanya melahirkan masalah-masalah baru. Presiden yang bijak dan baik sudah mestinya berpikir bagimana mewujudkan Papua tanah damai dalam semangat kemanusiaan dan ketuhanan. Belanda harus dijadikan referensi, karena Belanda selama di Papua melakukan pendekatan kemanusiaan, keagamaan dan kebudayaan.

Diharapkan pada pidato presiden kali ini, dalam pidato tersebut presiden menyampaikan sikap negara dan pemerintah untuk mewujudkan Papua tanah damai melalui perdungingan atau dialog Jakarta-Papua dan Presiden menyampaikan juga “mengangkat special envoy” dan “meminta wakil presiden sebagai penanggungjawab Politik”.

Hanya dengan demikian cara untuk mengukur keseriusan Presiden untuk mau mewujudkan Papua tanah damai.

Penulis adalah aktivis kemanusiaan dan peminat hukum tata negara

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Menhut Kebagian 688 Ribu Hektare Kawasan Hutan untuk Dipulihkan

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:14

Jet Militer Libya Jatuh di Turki, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Tewas

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:05

Profil Mayjen Primadi Saiful Sulun, Panglima Divif 2 Kostrad

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:46

Nutrisi Cegah Anemia Remaja, Gizigrow Komitmen Perkuat Edukasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:41

Banser dan Regu Pramuka Ikut Amankan Malam Natal di Katedral

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:33

Prabowo: Uang Sitaan Rp6,6 Triliun Bisa Dipakai Bangun 100 Ribu Huntap Korban Bencana

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:11

Satgas PKH Tagih Denda Rp2,34 Triliun dari 20 Perusahaan Sawit dan 1 Tambang

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:43

Daftar 13 Stafsus KSAD Usai Mutasi TNI Terbaru

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:36

Prabowo Apresiasi Kinerja Satgas PKH dan Kejaksaan Amankan Aset Negara

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:35

Jelang Malam Natal, Ruas Jalan Depan Katedral Padat

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:34

Selengkapnya