Berita

Dubes Ukraina, Vasyl Hamianin/RMOL

Dunia

Diluruskan, Informasi Keliru tentang Invasi Rusia dan Sikap Ukraina pada Penjajahan Israel di Palestina

SABTU, 12 MARET 2022 | 06:14 WIB | LAPORAN: YELAS KAPARINO

Banyak informasi keliru mengenai invasi Rusia ke Ukraina disebabkan mesin propaganda Kremlin yang menggambarkan Rusia sebagai negara pembela kaum tertindas, selain sebagai korban dari kemunafikan Barat.

Harus diingat bahwa Rusia adalah negara otoriter yang selama berabad-abad dikenal sebagai “pemenjara negara-negara.” Rusia tidak mengakui hak kelompok etnis minoritas untuk berbicara menggunakan bahasanya masing-masing dan tidak mengizinkan pemeluk agama minoritas untuk beribadah menurut kepercayaannya.

Demikian disampaikan Duta Besar Ukraina, Vasyl Hamianin, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu pagi (12/3).

“Sejarah juga membuktikan bahwa Rusia adalah dalang dari berbagai konflik berdarah, termasuk dua perang di Chechnya. Pada 1994 sampai 1996 dan 1999 sampai 2009 tentara Rusia membunuh setidaknya 140 ribu Muslim Chechnya yang juga merupakan warga negara Rusia. Faktanya adalah, 1/10 dari 1,4 juta penduduk Republik Chechnya tewas karena perang-perang tersebut, termasuk anak-anak, wanita dan orang lanjut usia,” urainya.

Dubes Vasyl juga mengatakan, pasukan militer dan tentara bayaran Rusia bertanggung jawab atas penghancuran besar-besaran dan kejahatan perang di Suriah, termasuk penyiksaan dan pembunuhan penduduk sipil.

“Salah satu pilot tentara Rusia yang pesawatnya ditembak jatuh di atas Ukraina pada 6 Maret 2022, turut terlibat secara langsung dalam pemboman Aleppo. Dia bahkan diberi penghargaan oleh Presiden Putin atas perannya dalam kejahatan perang ini,” sambungnya.

Dia juga mengatakan, pejabat-pejabat tinggi Rusia adalah mantan agen dinas rahasia Uni Soviet, KGB, yang masih memiliki mentalitas Soviet dan tidak percaya Tuhan.

“Mereka kerap memanfaatkan perbedaan agama, kebangsaan, dan ras untuk memicu permusuhan antar kelompok masyarakat dan negara,” masih ujar Dubes Haimanin.

Pada kenyataannya, pemerintah Rusia menerapkan kebijakan-kebijakan yang menolak identitas etnis dan agama kelompok minoritas. Sebagai contoh, di Tatarstan dan wilayah Kaukasus, anak-anak tidak diperbolehkan belajar bahasa ibu mereka, dan tidak dapat mempelajari sejarah, budaya, atau pun beribadah menurut agama mereka masing-masing. Di wilayah Krimea yang diduduki sejak 2014, Rusia melarang Majelis Tatar Krimea, kemudian mencap para aktivis dan pemimpin agama sebagai teroris.

Dubes Hamianin juga menegaskan, pandangan yang menyatakan bahwa NATO adalah blok yang bersifat agresif adalah keliru. NATO adalah aliansi yang bersifat defensif, bukan ofensif.

Dia mencontohkan, selama perang Kosovo pada tahun 1999, campur tangan NATO sangat penting dalam menghentikan kekejaman tentara Yugoslavia terhadap umat Islam di Kosovo. Salah satu mitra utama Ukraina dalam perang melawan Rusia adalah Turki yang merupakan negara Muslim dan anggota NATO.

Sementara Ukraina sudah lama menjalin hubungan erat dengan Palestina. Sejak tahun 2001, Ukraina membuka Kedutaan Besar di Ramallah.

Warga negara Ukraina adalah komunitas ekspatriat terbesar di Tepi Barat dan Jalur Gaza, masing-masing sebanyak 2.000 dan 1.500 orang. Selain itu, ribuan pelajar Palestina telah lulus dari berbagai universitas di Ukraina, dan banyak dari mereka dibantu oleh program-program beasiswa.

Hal lain yang disampaikan Dubes Hamianin adalah mengenai sikap negaranya pada isu pendudukan wilayah Palestina oleh Israel. Ukraina kerap disebut sebagai negara yang mendukungh pendudukan itu.

Padahal, sambungnya, pada tahun 2016 Ukraina mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334 yang mengecam keras pendudukan Israel serta tindakan mereka memperluas pemukiman dan menghancurkan tempat tinggal penduduk di wilayah Palestina.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya