Berita

Dahlan Iskan/Net

Dahlan Iskan

Rapat Gelap

SENIN, 07 MARET 2022 | 04:15 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

PEMBANGKIT listrik Ukraina yang dikuasai Rusia, listrik di Taiwan yang mati. Nyaris total. Di seluruh negara. Rabu lalu.

Hari itu tokoh Amerika Serikat baru saja mendarat di Taipei: Menteri Luar Negeri di zaman Presiden Donald Trump, Mike Pompeo. Siang itu Pompeo dijadwalkan bertemu Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Acara itu akan disiarkan secara luas lewat live streaming. Seolah Tsai Ing-wen bisa menenangkan warganya: Amerika di belakang kita.

Tiba-tiba lampu mati. Hampir di seluruh Taiwan. Pertemuan tetap dilangsungkan. Siaran langsungnya yang dibatalkan.


Sejak sehari sebelumnya, sebuah delegasi pertahanan Amerika juga ada di Taiwan. Bertemu tim pertahanan Taiwan. Keduanya membahas isu yang lagi hot saat ini: kemungkinan Tiongkok berbuat seperti Rusia atas Ukraina.

Tiongkok sewot dengan istilah itu. Yang dilakukan Rusia adalah menyerang negara lain. Sedang Taiwan adalah salah satu provinsinya sendiri.

Tiongkok telah menawarkan kompromi: satu negara tiga sistem. Ada sistem di Tiongkok daratan yang sosialiatis, ada sistem kedua di Hong Kong, dan sistem ketiga di Taiwan yang demokratis.

Taiwan, di bawah Tsai Ing-wen, tetap berkehendak sebagai negara merdeka yang berdaulat.

Isu Tiongkok akan menyerbu Taiwan memang santer. Dan harus berhasil dalam satu malam. Sudah harga mati bagi Tiongkok: Taiwan harus kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Secara damai. Kalau perlu dengan kekerasan. Dari kalimat terakhir itulah muncul analisis: Tiongkok akan menyerbu Taiwan. Kapan? Hanya Xi Jinping yang tahu.

Konon hanya Xi Jinping pula yang tahu kapan Rusia menyerang Ukraina: "jangan sebelum Olimpiade musim dingin di Beijing". Maka seminggu setelah Olimpiade serangan pun dimulai.

Apakah kalau Tiongkok menyerang Taiwan, Amerika juga bersikap sama dengan Ukraina? Apakah Amerika sudah benar-benar tidak mau kirim tentara ke mana pun sejak yang di Afghanistan pun ditarik?

Itulah pokok pembicaraan berbagai delegasi Amerika ke Taiwan. Setidaknya, kedatangan delegasi itu membuat tenang Taiwan –di tengah berita perang di Ukraina.

Taiwan telanjur jadi produsen chip terbesar bagi Amerika Serikat dan hanya pabrik itu yang listriknya tidak ikut mati.

Bagi Amerika, Taiwan amat rumit. Tidak semudah melepas tangan seperti di Ukraina. Bagi Tiongkok, Taiwan juga rumit. Buntut serangan pada Taiwan sangat panjang.

Tapi akan ada serangan atau tidaknya ke Taiwan harus menunggu momentum. Pemantik momentum itu hanya satu: kapan Taiwan berani mengumumkan proklamasi sebagai negara merdeka.

Hanya itu.

Begitu proklamasi itu dinyatakan, Tiongkok tidak punya pilihan lain: menggempurnya. Itu amanat UUD Tiongkok: untuk menyatukan seluruh wilayah negara, termasuk Taiwan.

Sepanjang proklamasi itu tidak dilakukan, rasanya Tiongkok masih sabar menanti. Persoalannya: penyatuan itu telah menjadi sumpah Xi Jinping harus terjadi dalam masa kepemimpinannya. Untunglah konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden maksimal dua periode sudah dicabut. Berarti Xi Jinping masih punya waktu lebih lama.

Di tengah kegemparan perang Ukraina ini, Tiongkok justru lebih menyuarakan isu dalam negeri: bagaimana ekonomi bisa bertahan di tengah gelombang keempat Covid dunia. Pertumbuhan ekonominya yang 6 persen tahun lalu bisa turun tinggal 5,5 persen tahun ini.

Maka, minggu ini, ketika di Tiongkok dilakukan sidang pleno partai Komunis, agenda utamanya hanya soal ekonomi itu. Maka diputuskanlah untuk memotong pajak usaha menengah dan kecil. Potongan pajak diberikan sampai 75 persen. Bahkan usaha kecil menengah tertentu potongan pajaknya sampai 100 persen.

Sama sekali tidak ada agenda perang di sidang itu.

Tapi kenapa listrik mati tiba-tiba hampir di seluruh Taiwan? Di pagi hari pula? Ketika jalan raya lagi padat lalu-lintas –sehingga semua lampu bang-jo mati?

Penyebabnya ternyata sangat teknis: ada alat yang rusak di pembangkit listrik di Xinda, setengah jam di utara kota terbesar kedua Kaoshiong.

Lima pembangkit di Xinda ikut mati semua. Padahal lima pembangkit itu raksasa semua: masing-masing 1.000 MW.

Hilangnya pasok listrik dalam jumlah besar yang tiba-tiba (tidak direncanakan) membuat sistem transmisi "jatuh".

Satu "jatuh" yang lain ikut "jatuh".

Merembet ke utara. Sampai ke Taichung di tengah. Lalu menular ke Taipei di utara. Dalam sekejap.

Pagi itu, selama beberapa jam Taiwan kacau sekali.

Tapi pembicaraan antara Tsai Ing-wen dan Pompeo tidak sampai disebut "rapat gelap".

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya