Tempat memproduksi obat keras ilegal yang diungkap Bareskrim Polri/Ist
Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri menggerebek produksi obat keras ilegal industri rumahan atau home industry di wilayah Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka dengan peran yang berbeda-beda.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar menyampaikan, operasi tersebut dilakukan pada Selasa, 25 Januari 2022 di sejumlah lokasi berbeda. Adapun tersangka berinisial IW, WD, YN, AR, MS, BD, dan mengamankan dua penjaga toko BD dan F.
"TKP di sebuah warung daerah Sawangan Kota Depok dan di Ruko LMC Nomor 122 Cibinong, Bogor, Jawa Barat," kata Krisno kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/1).
Krisno mengatakan, tim mengawali penangkapan terhadap IW yang merupakan distributor dan pengendali obat-obat keras ilegal di sebuah warung daerah Sawangan, Kota Depok. Hal itu berdasarkan hasil penyelidikan terhadap peredaran gelap obat-obat keras di wilayah Jabodetabek.
“Kemudian tim melakukan pengembangan ke wilayah Kabupaten Bogor pada hari yang sama, sekira jam 21.00 WIB tim tiba di ruko LMC No. 122 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang mana di ruko tersebut dijadikan tempat pembuatan atau produksi berbagai macam obat-obatan keras ilegal dan mengamankan WD, YN, dan AR, yang berperan sebagai pencetak obat, teknisi mesin, dan pemilik tempat produksi," jelas dia.
Dari tangkapan tersebut, Krisno melanjutkan, tim bergerak ke wilayah Serpong, Kota Tangerang, Banten sekitar pukul 23.00 WIB dan menangkap MS dan BD yang berperan sebagai distributor dan pengedar obat ilegal di Tangerang. Selanjutnya, petugas menuju kosan IW di Duren Mekar, Bojong Sari, Kota Depok pada Rabu, 26 januari 2022 pukul 01.00 WIB dan menemukan satu juta butir tablet warna putih.
"Tim kembali ke wilayah Cisauk, Kota Tangerang pada Rabu tanggal 26 Januari 2022 sekira jam 04.00 WIB dan tim mengamankan dua orang yang berperan sebagai penjaga toko, saudara BD dan F," Krisno menandaskan.
Adapun barang bukti antara lain, satu kardus obat-obatan tablet putih dengan logo AM yang berisikan sekitar 40 ribu, dua boks kontainer berisikan serbuk warna kuning, satu boks kontainer berisikan serbuk warna putih, satu box kontainer berisikan serbuk warna merah muda, 5 ribu butir tablet warna putih dengan logo AM, 2 ribu butir tablet warna kuning dengan logo MF, 30 kotak berisikan 3 ribu butir obat riklona, satu buah mesin mixer, satu buah mesin pengering, 1 juta butir tablet warna putih yang disimpan di dalam lemari, dan 30 ribu butir tablet warna putih dengan logo AM.
Dampak kesehatan akibat obat-obatan yang diproduksi tersebut seperti depresi, sulit berkonsentrasi, mudah marah, gangguan koordinasi seperti kesulitan berjalan atau berbicara, kejang-kejang, hingga cemas atau halusinasi.
Para tersangka terancam Pasal 60 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja perubahan atas Pasal 197 UU 36/2009 tentang Kesehatan, yaitu setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak RP 1,5 miliar subsider Pasal 196 UU 36/2009 tentang Kesehatan, yaitu setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.