Berita

Pangeran Charles dari Inggris berbicara dengan Presiden terpilih Barbados Sandra Mason saat ia tiba di Bandara Grantley Adams di Bridgetown pada 28 November 2021/Reuters

Dunia

Langkah Barbados Copot Ratu Inggris Sebagai Kepala Negara Bisa Picu Republikanisme di Wilayah Persemakmuran Lainnya?

SELASA, 30 NOVEMBER 2021 | 13:31 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Barbados mengundang sorotan publik dunia awal pekan ini dengan resmi mengganti sistem pemerintahan monarki yang berada di bawah Kerajaan Inggris menjadi republik pada Senin tengah malam (29/11) waktu setempat. Dengan demikian, posisi Ratu Inggris sebagai Kepala Negara pun resmi dicopot.

Momen pergantian itu ditandai dengan dilantiknya Sandra Mason dilantik sebagai presiden pertama Barbados di bawah bayang-bayang parlemen Barbados. Ia terpilih bulan lalu oleh sesi gabungan Dewan Majelis dan Senat negara itu.

Pada momen bersejarah itu, pewaris takhta Kerajaan Inggris, yakni Pangeran Charles turut hadir sebagai saksi.


Dengan perubahan baru ini, Barbados akan tetap menjadi republik dalam Persemakmuran atau Commonwealth, yakni sebuah pengelompokan 54 negara di Afrika, Asia, Amerika dan Eropa.

Tetapi penarikan Barbados dari monarki akan membawa jumlah wilayah Persemakmuran, atau negara-negara yang mempertahankan Ratu Inggris sebagai kepala negara mereka, menjadi lebih sedikit, yakni menjadi 15. Termasuk di dalamnya adalah Jamaika, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini.

Sebelum Barbados, negara terakhir yang menggeser posisi Ratu Inggris dari Kepala Negara adalah pulau Mauritius di Samudra Hindia pada tahun 1992.

Al Jazeera melaporkan bahwa sejumlah ahli menilai, langkah Barbados ini dapat memicu republikanisme di wilayah Persemakmuran lainnya, terutama di Jamaika, di mana dua partai politik utama mendukung pemisahan sepenuhnya dari monarki.

Joe Little, redaktur pelaksana Majesty Magazine yang berbasis di London, mengatakan bahwa keputusan Barbados adalah "perkembangan alami" dari tren yang dimulai dengan pemerintahan Ratu Elizabeth pada tahun 1952.

"Saya pikir tak terelakkan itu akan berlanjut, tidak harus dalam pemerintahan saat ini tetapi di masa depan, dan mungkin dipercepat," katanya kepada AFP.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya