Berita

Presidium KAMI Jawa Timur, Daniel Mohammad Rosyid/Net

Publika

Mengenang Muhammad Rasulullah

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid*
SELASA, 19 OKTOBER 2021 | 14:15 WIB

HARI ini kelahiran Muhammad bin Abdullah yang kemudian menjadi Rasulullah SAW itu kita peringati. Baru setelah membangun reputasi sebagai al Amin di Mekah, menikahi Chodijah seorang janda pedagang besar yang lebih tua dari dirinya pada umur 25 tahun, Muhammad kemudian diangkat menjadi Rasulullah saat umurnya 40 tahun.

Jika sejarah memberi pelajaran, maka realitas geopolitik saat ini perlu kita cermati untuk memahami makna kelahirannya serta apa yang menjadi tugas sejarah bagi muslim Indonesia.

Belum lama ini praktis dunia dikuasai oleh tentara Gajah yang wujud dalam Partai Republik AS sebagai, demikian kata Noam Chomsky, organisasi paling berbahaya di planet ini. Pesaing utamanya bukan Partai Demokrat, tapi Partai Komunis China.


Seperti di Indonesia, organisasi yang paling berbahaya di dunia bukan ormas atau korporasi, tapi partai politik. Adalah Partai Republik AS di bawah Donald Trump yang sedang mengantar dunia menuju perang nuklir dan keruntuhan lingkungan hidup.

Sementara itu, Partai Komunis China telah meluncurkan OBOR sebagai jalan untuk membangun hegemoni baru yang menantang AS.

Islam sebagai rancangan institusi dan hukum yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah adalah rancangan semesta. Muhammad bukan seorang Arab asli. Dia adalah seorang keturunan imigran, disebut musta'ribah, yang diarabkan melalui pernikahan keturunan Ismail dengan perempuan Arab asli dari suku Jurhum.

Oleh karena itu, tuduhan bahwa Islam identik dengan Arab tidak sepenuhnya benar.

Muhammad bersumpah bahwa medan da'wahnya tidak bisa dibatasi oleh jazirah Arabia (Al Balad : 1). Wawasan muslim tidak bisa dibatasi oleh sebuah wilayah tertentu seperti negara-bangsa sebagai konsep yang relatif baru yang unik Eropa,  apalagi yang diwariskan oleh para penjajah. Setiap jengkal tanah di bumi adalah tempat sujud bagi setiap muslim. Jika seorang muslim hidup tertindas di sebuah negeri, dia dianjurkan untuk hijrah.

Walaupun cinta pada bangsanya adalah bagian dari iman, namun hal ini tidak membuatnya menjadi pemuja negara bangsa seperti kaum nazi memuja Jerman uber alles. Pada saat batas-batas negara dikaburkan oleh teknologi, bagi muslim, negara bangsa adalah instrumen taktis untuk mewujudkan maqashid syariah.

Nusantara adalah bentang alam kepulauan tropis yang dianugerahi kekayaan luar biasa. Tidak mengherankan jika kekayaannya telah menjadi daya tarik besar bagi banyak penjelajah untuk mengunjungi, berdagang kemudian menjajahnya paling tidak selama 700 tahun terakhir sejak Kubilai Khan menyerbu Singasari. Tidak cuma pasukan Gajah, tapi juga pasukan Naga yang berusaha menguasai Nusantara.

Selama 70 tahun terakhir ini, kapitalisme Gajah dan komunisme Naga telah silih berganti melemahkan Pancasila Garuda. Bagi para ulama lurus  pendiri bangsa ini, Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan dan ditafsirkan oleh batang tubuh UUD1945 sebelum diamandemen adalah kesepakatan langit untuk mewujudkan maqashid syariah: membangun Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam perspektif fakku raqabah membebaskan manusia dari sistem yang memperbudak itulah, ummat Islam Indonesia mengemban tugas sejarah meneladani Sang Nabi untuk menghadirkan kembali Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bak batu sijjil yang ditimpakan burung Garuda ke pasukan Gajah dan Naga yang hendak membajak negeri ini.

Walaupun statistik militer pasukan Gajah dan Naga itu nampak kuat perkasa, batu sijjil Pancasila akan mematikannya seperti dedaunan dimakan ulat.

*Penulis adalah Presidium KAMI Jawa Timur

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya