Berita

Ekonom senior Indef Faisal Basri/Net

Politik

Faisal Basri: Kereta Cepat Idealnya itu Jakarta-Surabaya

JUMAT, 15 OKTOBER 2021 | 22:46 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Ekonom senior Indef Faisal Basri menguraikan tiga faktor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebelum memulai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Yang pertama soal aksesibilitas masyarakat, jarak tempuh dan juga kemanfaatnnya.

Pernyataan Faisal disampaikan dalam acara diskusi virtual Indonesia Leaders Talk bertemakan Plin Plan Janji Pemimpin yang digagas PKS TV, Jumat (15/10).


Menurut Faisal, kereta cepat seharusnya diterapkan untuk jalur Jakarta-Surabaya. Pasalnya, seluruh dunia penggunaan kereta cepat menggunakan jarak tempuh 500km, sedangkan untuk Jakarta-Bandung hanya 143,2 km dan dikatakan terpendek di dunia.

"Yang ideal itu sebetulnya Jakarta-Surabaya, jaraknya 800 kira-kira 700 km, kalau jarak lurusnya kan 663 km, dia singgah di Cirebon, Semarang. Kemudian Surabaya, jadi penumpangnya juga potensial, daerah bisnis. Kalau Bandung kan bukan daerah bisnis. Cirebon, Semarang dan Surabaya,” ucap Faisal.

Faisal membandingkan antara kereta cepat dengan kereta penumpang biasa, contohnya Argo Bromo yang memiliki waktu tempuh 8,5 jam dari Gambir ke Pasar Turi.

Dalam pandangan Faisal, seharusnya kereta cepat bisa menggunakan jalur Jakarta Surabaya. Ia mengaku heran, pemerintah malah ingin membangun kereta semi cepat untuk jalur  Bandung.

“Saya juga jadi bingung. Kecepatannya (kereta semi cepat) separoh, dari kereta cepat Jakarta-Bandung, 5,5 jam kalau mobil sekitar 10 jam. Jadi, kereta bener cepet yang Jakarta-Bandung itu cocok sekali di Surabaya bisa 2,5 jam,” katanya.

"Jadi, 2,5 jam dari Gambir misalnya ke Pasar Turi, 2,5 jam. Kalau naik pesawat kita bisa 5 jam itu, dari titik ke titik kan, itu superior sekali,” imbuhnya.

Dia menambahkan, Singapura dan Malaysia sempat berencana membangun kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura namun dibatalkan. Sebab, Perdana Menteri Malaysia takut dililit utang, karena pengembalian utangnya akan lama.

Contoh lain disebutkan, negara Laos. Saat ini Laos terlilit utang oleh China karena proyek pembangunan kereta cepat.

"China bilang tidak apa, tapi saya minta kompensasi konsesi tambang. Itu yang saya takutkan terjadi di Indonesia,” ujarnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya