Saat merebak berita dan akhirnya viral bahwa mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, menganiaya tersangka kasus penistaan agama YouTuber, M Kece, bahkan mengoles wajah korban pakai kotoran manusia, saya sempat tertegun.
Oh, kok bisa sebebas itu?
Sebab, setahu saya, Rutan Bareskrim sangat amat ketat penjagaan dan pengamanannya.
Terlebih lagi, Gedung Bareskrim ini adalah gedung baru pascadibangun kembali setelah menjalani 3 tahun renovasi.
Dan setiap akhir pekan, ada jadwal pemeriksaan terhadap kondisi Rutan Bareskrim yang dilakukan oleh para pejabat utama Bareskrim secara bergilir (setingkat Direktur atau Kepala Biro).
Maka terasa aneh kedengarannya ketika viral berita bahwa Napoleon menganiaya sesama tahanan di Rutan Bareskrim.
Sebagai mantan Pejabat di lingkungan Mabes Polri, apalagi Napoleon adalah senior (seangkatan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono), maka Napoleon pasti sudah tahu tentang hal ihwal rutan.
Artinya, Napoleon tahu, kapan rutan hanya dijaga oleh selevel sipir dengan pangkat paling rendah.
Napoleon boleh sombong bahwa ia seorang senior, sudah berpangkat Irjen pula. Tapi ia lupa bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Ada istilah hukum yang sudah sangat dikenal yaitu, "Equality before the law" artinya semua orang sama kedudukannya di muka hukum.
Di atas semua itu, yang harus diingat oleh Napoleon bahwa Indonesia ini adalah negara hukum.
Dan hukum adalah hukum
The law is the law.Bahwa Napoleon dan 5 tahanan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan ini memang jadi kabar baik.
Namun kabar baik yang lebih menyejukkan hati adalah saat Mabes Polri juga menetapkan Kepala Rutan Bareskrim dan 2 anak buahnya sebagai tersangka.
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menetapkan Kepala Rutan (Karutan) Bareskrim Polri sebagai terduga pelanggar dalam kasus dugaan penganiayaan Muhammad Kasman alias M Kece, oleh Irjen Napoleon Bonaparte.
Selain Karutan, dua orang lain yaitu Kepala Jaga Rutan Bareskrim dan anggota jaga Rutan Bareskrim, turut ditetapkan sebagai terduga pelanggar.
Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo mengatakan, berdasarkan pemeriksaan, ketiganya telah melanggar disiplin dan tidak melaksanakan standar prosedur operasional sehingga kasus penganiayaan terhadap M Kece bisa terjadi di dalam rutan.
"Divisi Propam telah menetapkan tiga terduga pelanggar yang terdiri dari Kepala Rutan Bareskrim, Ka Jaga, dan anggota jaga Rutan Bareskrim," ujar Sambo dalam keterangannya, Kamis (30/9).
Para terduga pelanggar diduga melanggar PP Nomor 2/2003 Pasal 4 huruf (d) dan (f), yaitu pelanggaran disiplin tidak melaksanakan disiplin, tidak melaksanakan SOP dalam melakukan jaga tahanan dan pelanggaran terkait peraturan kedinasan.
Sambo menuturkan, sidang komisi disiplin akan segera digelar secepatnya.
Selain itu, Divisi Propam juga telah memeriksa Napoleon. Selanjutnya, proses sidang etik profesi Napoleon akan digelar setelah kasus dugaan penganiayaan tersebut berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Bagian yang terakhir ini, yang masih belum dimengerti oleh semua lapisan masyarakat, seolah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak bersikap tegas dalam kasus Napoleon.
Mengapa Napoleon masih berstatus polisi aktif?
Napoleon masih akan tetap berstatus polisi aktif, sepanjang vonis hakim yang dijatuhkan pada Napoleon sudah inkrah.
Inkrah artinya eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Inkracht sendiri berasal dari bahasa belanda, yang selengkapnya disebut sebagai
inkracht van gewijsde.
Kracht artinya berkekuatan.
Gewijsde artinya kekuatan tetap.
Kapan putusan itu disebut inkrah dalam kasus Napoleon?
Yaitu jika Napoleon masih terus menggunakan upaya hukumnya sampai ke tingkat peradilan yang tertinggi untuk memohon kebebasan atau pengurangan hukuman.
Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa terhadap
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap "inkracht van gewisjde".
Jika Napoleon masih terus mau menempuh upaya hukum sampai ke tingkat tertinggi yaitu Peninjauan Kembali atau PK.
Keputusan Mahkamah Agung dalam upaya hukum PK, disebut inkrah.
Tetapi, masih ada 1 upaya hukum lagi yang bisa ditempuh yaitu Grasi.
Grasi di Indonesia, menurut UU No. 22/2002 dan UU No. 5/2010, adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
Jadi, kembali ke pertanyaan mengapa Napoleon masih berstatus polisi aktif,
jawabannya adalah karena ia masih dalam proses menggunakan upaya-upaya hukum dari kasus yang menimpanya.
Ditambah lagi sekarang, dua kasus hukum terbaru sudah ditujukan kepada Napoleon, yaitu kasus pencucian uang dan kasus penganiayaan.
Menutup tulisan ini, ketegasan Polri menangani kasus penganiayaan ini patut diapreasi.
Apapun alasannya, kekerasan tidak dibenarkan samasekali untuk dilakukan oleh siapapun dan terhadap siapapun.
Walau korbannya diduga melakukan tindakan pidana penistaan agama.
The Law is the law.
Hukum adalah hukum
Napoleon Bonaparte, begitu pongah dengan kepangkatannya sebagai jenderal berbintang 2, sehingga selama dua tahun ibaratnya seperti sebuah mobil yang melakukan tabrak lari 3 kali berturut turut.
Nabrak, nabrak lagi, dan nabrak lagi.
Sialnya, yang ditabrak adalah hukum.
Kena lah dia!
Ibarat pepatah mengatakan, "Sudah jatuh, tertimpa tangga .... lalu tersungkur pula."