Berita

Sejumlah laporan media baru-baru ini menunjukkan bahwa beberapa negara Afrika menangguhkan atau membatalkan sejumlah investasi dan kerjasama proyek yang dipimpin oleh perusahaan China/Net

Dunia

Banyak Proyek Pimpinan China Dibatalkan di Afrika, Apa Kabar Inisiatif Sabuk dan Jalan?

JUMAT, 24 SEPTEMBER 2021 | 00:40 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Kerjasama yang dijalin oleh China dan sejumlah negara di kawasan Afrika mengundang tanda tanya akan kelangsungannya di masa depan.

Pasalnya, sejumlah laporan media baru-baru ini menunjukkan bahwa beberapa negara Afrika menangguhkan atau membatalkan sejumlah investasi dan kerjasama proyek yang dipimpin oleh perusahaan China.

Singapore Post dalam sebuah artikel pada awal pekan ini mengabarkan bahwa beberapa negara telah membatalkan kontrak karena pekerjaan "buruk" dari perusahaan China telah menjadi sumber ketegangan bagi dispensasi di Afrika.

Salah satu negara yang membatalkan kontrak adalah Ghana. Pemerintah negara tersebut membatalkan kontrak dengan perusahaan Beijing Everyway Traffic and Lighting Tech, yang akan mengembangkan sistem manajemen lalu lintas cerdas untuk negara tersebut.


Menyusul kemudian Presiden Republik Demokratik Kongo (DRC) Felix Tshisekedi yang menyerukan peninjauan kembali kontrak pertambangan yang sebelumnya ditandatangani dengan China pada 2008. Tshisekedi mengatakan bahwa dia ingin mendapatkan kesepakatan yang lebih adil untuk negaranya serta mengaku tidak senang dengan kecenderungan eksploitatif China.

"Mereka yang dengannya negara menandatangani kontrak menjadi semakin kaya, sementara orang-orang Kongo tetap miskin," ujarnya, sebagaimana dikabarkan media ANI News.

Menoleh sedikit ke belakang, pada tahun 2008, Presiden Kongo saat itu Joseph Kabila, yang berkuasa dari 2001 hingga 2019, menandatangani kesepakatan dengan perusahaan yang didukung negara China, Sinohydro Corp dan China Railway Group. Berdasarkan perjanjian tersebut, perusahaan-perusahaan China ini akan membangun jalan, rumah sakit, dan jembatan di Kongo dengan imbalan 68 persen saham di perusahaan Sicomines negara itu.

Namun, menurut publikasi The Singapore Post, muncul masalah yang menyelimuti proyek-proyek yang dipimpin China di Kongo.

Akhirnya, pemerintah Ghana pun membatalkan proyek tersebut karena mereka menemukan bahwa pekerjaan Everyway Traffic and Lightening Tech tidak memuaskan.

Selain itu, negara lain di Afrika, yakni Kenya juga mengambil keputusan serupa. Pada bulan Juli tahun lalu, pengadilan tinggi Kenya memerintahkan pembatalan kontrak senilai 3,2 miliar dolar AS antara Kenya dan China untuk pembangunan Standard Gauge Railway. Pengadilan menyebut seluruh proyek "ilegal" serta kereta api Kenya yang dikelola negara gagal mematuhi hukum negara itu dalam pengadaan Kereta Api Pengukur Standar.

Inisiatif China di Afrika

Merujuk pada Inisiatif Penelitian China-Afrika dari John Hopkins University School of Advanced International Studies, antara tahun 2000 hingga 2019, China menandatangani 1.141 komitmen pinjaman senilai 153 miliar dolar AS dengan sejumlah pemerintah Afrika dan perusahaan milik negara mereka. Namun, seiring berjallannya waktu, jumlah pinjaman yang begitu besar itu semakin tidak bisa dikendalikan, terutama di negara-negara Afrika yang masih berjuang dengan kemiskinan.

Selain itu, karena pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian, beberapa negara Afrika juga semakin mengalami kesulitan untuk melayani pinjaman yang mereka ambil dari China.

Oleh karena itu, dengan pilihan terbatas untuk mengelola beban utang, negara-negara Afrika lebih memilih untuk menangguhkan proyek-proyek yang kontroversial atau memotong angka-angka yang menyedihkan di depan akuntabilitas.

Bersinggungan dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan Beijing

Sebagian besar proyek China yang dibatalkan di Afrika adalah bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China yang ambisius. Oleh karena itu, langkah Afrika tersebut membuat resah pihak berwenang China.

BRI sendiri merupakan rencana besar yang diprakarsai pada tahun 2013, oleh Presiden China Xi Jinping untuk menghubungkan Asia dengan Afrika dan Eropa melalui jaringan perdagangan darat dan laut untuk menciptakan rute baru bagi China.

Namun kini dengan terganggunya sejumlah proyek di Afrika, perkembangan BRI pun menjadi tanda tanya tersendiri.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya