Berita

Ketua Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule/Net

Politik

Ketum ProDEM: PPHN Tidak Perlu, Haluan Negara Sudah Termuat di UUD Cuma Banyak Dilanggar Penguasa

SELASA, 07 SEPTEMBER 2021 | 14:27 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Rencana untuk melakukan amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara terbatas untuk memasukkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dinilai tidak perlu.

Pertama dikarenakan isu amandemen itu bisa melebar luas dan membuka segala spekulasi, termasuk mengubah masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Kedua, karena isu ini bukan masalah genting yang sedang dialami oleh rakyat Indonesia.  

“Ketiga, amandemen UUD 1945 soal PPHN tidak perlu, karena akan multitafsir dalam pelaksanaan, tak memiliki target dan detail pelaksanaan yang dapat digunakan sebagai evaluasi,” tegas Ketua Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Selasa (7/9).


Bagi Iwan Sumule, haluan bernegara sebenarnya sudah ada. Semua termuat dalam UUD 1945, baik dalam mukadimah dan batang tubuh, yang pelaksanaannya melalui berbagai UU yang dibentuk.

Yang jadi masalah saat ini, sambungnya, adalah kerja penguasa yang tidak sesuai dengan haluan bernegara. Acapkali, penguasa melanggar konstitusi.

"Haluan negara sudah termuat di UUD, cuma banyak dilanggar penguasa," tegasnya.

Seperti haluan bernegara soal politik dalam pelaksanaan kebebasan berpendapat dan berkumpul. Banyak dari kelompok yang menyatakan pendapat dan berkumpul justru ditangkapi.

Kemudian haluan bernegara soal ekonomi yang termuat dalam pasal 33. Faktanya, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di negeri ini tidak dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Semua dilanggar penguasa. Tak ada kebebasan berpendapat dan negara dikuasai asing dan aseng,” tegas Iwan Sumule.

Seharusnya, sambung Iwan Sumule, yang dibahas legislatif adalah repelita, rencana pembangunan lima tahun. Dengan adanya repelita, pencapaian-pencapaian yang dilakukan pemerintah bisa dievaluasi.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya