Ketua Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule/Net
Rencana untuk melakukan amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara terbatas untuk memasukkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dinilai tidak perlu.
Pertama dikarenakan isu amandemen itu bisa melebar luas dan membuka segala spekulasi, termasuk mengubah masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Kedua, karena isu ini bukan masalah genting yang sedang dialami oleh rakyat Indonesia.
“Ketiga, amandemen UUD 1945 soal PPHN tidak perlu, karena akan multitafsir dalam pelaksanaan, tak memiliki target dan detail pelaksanaan yang dapat digunakan sebagai evaluasi,†tegas Ketua Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Selasa (7/9).
Bagi Iwan Sumule, haluan bernegara sebenarnya sudah ada. Semua termuat dalam UUD 1945, baik dalam mukadimah dan batang tubuh, yang pelaksanaannya melalui berbagai UU yang dibentuk.
Yang jadi masalah saat ini, sambungnya, adalah kerja penguasa yang tidak sesuai dengan haluan bernegara. Acapkali, penguasa melanggar konstitusi.
"Haluan negara sudah termuat di UUD, cuma banyak dilanggar penguasa," tegasnya.
Seperti haluan bernegara soal politik dalam pelaksanaan kebebasan berpendapat dan berkumpul. Banyak dari kelompok yang menyatakan pendapat dan berkumpul justru ditangkapi.
Kemudian haluan bernegara soal ekonomi yang termuat dalam pasal 33. Faktanya, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di negeri ini tidak dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Semua dilanggar penguasa. Tak ada kebebasan berpendapat dan negara dikuasai asing dan aseng,†tegas Iwan Sumule.
Seharusnya, sambung Iwan Sumule, yang dibahas legislatif adalah repelita, rencana pembangunan lima tahun. Dengan adanya repelita, pencapaian-pencapaian yang dilakukan pemerintah bisa dievaluasi.