Berita

Ilustrasi cukai plastik/Net

Bisnis

Ekstensifikasi Cukai Perlu Dilakukan Tidak Hanya pada Plastik

JUMAT, 03 SEPTEMBER 2021 | 00:57 WIB | LAPORAN: DARMANSYAH

Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum usai, Pemerintah terus berupaya untuk mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional guna memperbaiki outlook defisit.

Pada APBN 2021, Pemerintah sendiri menargetkan pendapatan negara hingga Rp 1.743,6 triliun. Dari jumlah tersebut, pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp 180 triliun atau 10 persen dari pendapatan negara.

Target cukai mengalami peningkatan dan yang paling besar tampaknya akan terjadi di tahun 2022 mendatang. Sebagai contoh pada tahun 2019 lalu, Pemerintah menetapkan kenaikan target cukai sebesar 6,5 persen dari tahun sebelumnya.

Kemudian, di tahun 2020 pemeriintah kembali menaikkan target penerimaan cukai menjadi 9,08 persen, dan di tahun 2022 mendatang akan mencapai 11,9 persen dari target di tahun 2021 ini.

Kenaikan cukai yang kian tinggi sejalan dengan wacana Pemerintah untuk menetapkan perluasan obyek cukai pada tahun 2022, dengan menambahkan plastik sebagai barang kena cukai.

Mengenai wacana cukai plastik, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, DPR telah menyetujui cukai kantong plastik, berikut dengan cukai kemasan dan wadah plastik, cukai diapers, cukai alat makan serta minuman sekali pakai.

"Sedangkan penambahan cukai untuk makanan dan minuman berpemanis (MMDK) belum disetujui,” ujar Nirwala dalam diskusi media, Ekstensifikasi Cukai untuk Pemulihan Ekonomi Nasional yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi dan Politik, Kamis (2/9).

Nirwala mengungkap fakta terkait prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia yang meningkat sebesar 30 persen dalam waktu 2013-2018, serta pertumbuhan obesitas di Indonesia peringkat ketiga tertinggi di negara ASEAN pada rentan waktu 2010-2014, yakni 33 persen.

"Melihat data tersebut, MMDK berpotensi dikenakan cukai," jelasnya.

Mengenai hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR-RI, Eriko Sotarduga mengatakan, pemerintah perlu mengkaji lebih jauh terhadap barang-barang yang berpotensi dikenakan cukai.

Perluasan obyek cukai perlu segera dibahas pemerintah bersama DPR, dan hal ini terkait dengan barang-barang yang diharapkan dapat dikurangi konsumsinya, seperti makanan minuman yang tinggi kandungan Gula, Garam dan Lemak (GGL), salah satu contohnya minuman berkarbonasi.

"Konsumsi GGL yang terus bertambah mengakibatkan meningkatnya risiko kesehatan, (pengenaan) cukai akan membantu membuat masyarakat lebih menyadari menjaga kesehatan diri, tanpa harus memberatkan," ucapnya.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya Pemerintah membuat peta jalan perluasan obyek cukai.
 
Senada, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esa Suryaningrum mengatakan, kebijakan ekstensifikasi cukai dilakukan pemerintah sudah tepat. Sebab, selama puluhan tahun hanya ada tiga obyek cukai di Indonesia, dan Pemerintah menjadikan Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai kontributor utama cukai.

"IHT layaknya angsa bertelur emas, yang terus diandalkan untuk mampu memenuhi target penerimaan cukai, meski dengan tarif cukai yang kian meningkat yang dibebankan," katanya.

Esa menjelaskan, jika tarif cukai IHT terus dinaikan, hal ini tidak akan optimal dan malah akan memberikan dampak lain seperti perdagangan rokok illegal.

"Saat inipun meski memenuhi target cukai, namun angka produksi hasil tembakau kian menurun," tambahnya.

Untuk itu, Esa turut mendorong adanya peta jalan perluasan cukai. Indonesia merupakan salah satu negara dengan obyek cukai paling minim.

Negara tetangga seperti Thailand, saat ini telah mengenakan cukai pada 16 objek, Kamboja sebanyak 11 objek, Laos sebanyak 10 objek, Myanmar 9 objek, Vietnam 8 objek, India 28 objek, dan Jepang 24 objek. Beberapa objek barang kena cukai di negara tersebut antara lain: kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, minuman berkarbonasi, baterai, karoke, batu bara, serta AC.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya