Berita

Warga Uighur dan umat beriman lainnya berdoa di Masjid Id Kah di Kashgar di Daerah Otonomi Xinjiang China barat/AP

Dunia

Taliban Merapat ke China, Warga Uighur di Afghanistan Cemas Akan Masuk Kamp Interniran Xinjiang.

KAMIS, 02 SEPTEMBER 2021 | 23:09 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Pengambialihan Afghanistan oleh kelompok militan Kabul menjadi mimpi buruk tersendiri bagi sekitar 2.000 warga etnis Uighur yang lahir ataupun tinggal di negara itu. Betapa tidak, Taliban yang kini memimpin Afghanistan agaknya semakin merapatkan diri ke China, terutama terkait kerjasama ekonomi.

Hal itu membuat warga Uighur di Afghanistan khawatir bahwa mereka akan bisa dideportasi dan kembali ke China untuk bergabung dengan sekitar satu juta warga Uighur lainnya di kamp-kamp interniran Xinjiang.

Seorang warga Uighur yang berprofesi sebagai pedagang perhiasan di Kabul bernama Memet mengutarakan kecemasan semacam itu kepada VOA. Ayah dari lima anak ini mengaku bahwa saat ini dia merasa lebih ketakutan daripada sebelumnya.


Menurutnya, Taliban saat ini sangat membutuhkan dukungan ekonomi, sehingga besar kemungkinan mereka tidak akan ragu untuk "menukar" orang-orang seperti dirinya dan keluarganya dengan bantuan keuangan China.

"Saya paling takut bahwa Taliban pada akhirnya akan mengembalikan kami ke China, dan China akan menembak kami begitu saja," kata Memet yang enggan menyebutkan nama lengkapnya.

Dia merupakan warga keturunan etnis Uighur yang lahir di Afghanistan. Orangtuanya mengasingkan diri ke negara itu pada tahun 1961 dari wilayah otonomi China di Xinjiang.

Taliban Merapat ke China

Kedekatan Taliban dan China tampak di publik sejak beberapa waktu terakhir. Bulan lalu, ketika delegasi Taliban bertemu dengan Menteri Luar Negeri China di Tianjin, negeri tirai bambu meminta kerjasama Taliban dalam memerangi Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) yang merupakan kelompok ekstremis di Afghanistan.

ETIM adalah organisasi teroris internasional yang ditunjuk PBB terkait dengan militan Uighur di luar China. Meski begitu, Amerika Serikat menghapus ETIM dari daftar terornya pada tahun 2020, dengan alasan tidak ada bukti yang kredibel.

Pada saat pertemuan tersebut, Taliban menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah membiarkan kekuatan apa pun menggunakan wilayah Afghanistan untuk terlibat dalam tindakan yang merugikan China.

Sementara itu, Memet mengatakan bahwa pemerintah China menganggap setiap Uighur di Afghanistan sebagai ETIM dan karena itu merupakan ancaman bagi China.

"Taliban telah mengatakan bahwa mereka mewakili dan melindungi kepentingan umat Islam, tetapi apa yang mereka janjikan kepada pemerintah China adalah kebalikan dari itu," kata Memet.

Menurut seorang analis di Oxus Society for Central Asian Affairs yang berbasis di Washington, Bradley Jardine, ketakutan Memet dan warga Uighur lainnya di Afghanistan akan deportasi bukan tidak berdasar.

“Deportasi orang Uighur telah terjadi secara historis di bawah Taliban, dengan 13 orang Uighur diserahkan ke China setelah pertemuan (tahun 2000) antara Duta Besar China untuk Pakistan Lu Shulin dan pemimpin Taliban Mullah Omar di Kandahar,” kata Jardine.

Dia menambahkan bahwa Afghanistan secara historis dipandang lebih tempat aman bagi Uighur daripada negara-negara tetangga di Asia Tengah lainnya, karena Afghanistan tidak memiliki perjanjian ekstradisi formal dengan China.

Melarikan Diri dari Penganiayaan

Ketakutan serupa diungkapkan oleh seorang wanita Uighur anonim yang tinggal di Kabul. Dia mengatakan bahwa dia telah tinggal di Afghanistan sejak 1961. Namun dia mengaku saat ini merasa sangat khawatir akan keselamatan anak-anak dan cucu-cucunya, yang mungkin berakhir di kamp-kamp interniran China di Xinjiang.

"Melarikan diri dari penganiayaan China, orang tua saya membawa saya ke Afghanistan 60 tahun yang lalu, dan sekarang saya tidak dapat membawa anak-anak dan cucu-cucu saya ke tempat yang aman seperti yang dilakukan orang tua saya ketika saya berusia 5 tahun," ujarnya.

Dia mengatakan warga Uighur di Afghanistan membutuhkan bantuan mendesak dari masyarakat internasional untuk menghindari deportasi ke China.

Kamp interniran China di Xinjiang bak mimpi buruk bagi warga Uighur. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch menuduh China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan karena menahan lebih dari satu juta orang Uighur di kamp-kamp interniran di Xinjiang.

China membantah tuduhan itu dan mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan di mana orang-orang Uighur yang pikirannya telah diracuni oleh ekstremisme agama mendapatkan pelatihan kejuruan dan hukum.

Kemungkinan Menghilang

Menurut seorang warga Uighur Afghanistan yang telah tinggal di Istanbul sejak 2019, Abdulaziz Naseri mengatakan bahwa warga Uighur di Afghanistan utamanya terkonsentrasi di kota-kota seperti Kabul, Badakhshan dan Mazar-i-Sharif.

"Teman-teman dan kerabat saya di tempat-tempat itu menelepon saya dan memberi tahu saya bahwa rumah mereka sekarang sedang diperiksa oleh pasukan Taliban," kata Naseri kepada VOA dari Istanbul.

Naseri mengatakan bahwa mudah bagi Taliban untuk menemukan orang Uighur karena kartu identitas nasional Afghanistan mereka menunjukkan keterangan "orang Tionghoa perantauan" atau "Uighur" sebagai identitas etnis mereka.

"Taliban akan mengambil orang Uighur dan menyerahkan mereka ke China dan akan menyangkal hilangnya orang Uighur karena mereka telah menyangkal penghilangan paksa pembangkang lainnya di masa lalu," kata Naseri.

Keresahan senada juga dipaparkan oleh Henryk Szadziewski, direktur penelitian di Proyek Hak Asasi Manusia Uighur yang berbasis di Washington. Dia mengatakan bahwa catatan panjang penindasan transnasional yang menargetkan orang Uighur, kemungkinan bahwa China dan Taliban akan bekerja sama untuk mendeportasi orang Uighur sangat tinggi.

"Pemerintahan baru di Kabul memiliki hubungan lama dengan Beijing dan sedang mencari dukungan politik dan ekonomi," kata Szadziewski.

"Orang-orang Uighur terjebak di antara aktor-aktor ini yang kewajibannya terhadap standar hak internasional tidak ada atau hanya basa-basi," sambungnya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya