Berita

Presiden RI Joko Widodo/Net

Publika

Andai Jokowi Mundur Atau Dimundurkan

SABTU, 10 JULI 2021 | 10:32 WIB

WACANA bahkan desakan agar Presiden Joko Widodo mundur terdengar semakin nyaring. Opsi beratnya adalah dimundurkan. Tentu semua dalam kerangka konstitusi bukan makar atau kudeta.

Baik Presiden mundur ataupun dimundurkan memiliki akar sejarah dalam ketatanegaraan kita. Soekarno dan Soeharto mundur, sementara Gus Dur dimundurkan.

Nah, kita mulai dengan Jokowi yang memilih untuk mengundurkan diri karena tidak mampu lagi untuk memimpin pemerintahan. Akibat pula dari kepercayaan rakyat yang hilang.

Jika mundur sukarela dengan meminta maaf secara serius, mungkin tidak membawa konsekuensi hukum. Rakyat rela atau terpaksa memaafkan.

Menurut Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 kedudukan Presiden yang mundur akan digantikan oleh Wakil Presiden. Kiai Maruf Amin menjadi Presiden.

Ayat (2) mengatur bahwa selambatnya 2 bulan setelahnya MPR memilih Wapres dari dua calon yang diajukan Presiden. Di sini tentu terjadi lobi, kesepakatan, dan mungkin tekanan politik.

Melihat kemampuan Wakil Presiden "the king of silent" bukan hal mustahil Wapres mundur berbarengan dengan Presiden karena solidaritas dan merasa senasib sepenanggungan.

Berlakulah Pasal 8 ayat (3) Menlu, Mendagri, dan Menhan mengisi kekosongan hingga 30 hari ke depan. MPR melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Andai Presiden Jokowi tidak mundur tetapi dimundurkan atas dasar tekanan politik rakyat, maka akan berat bagi Jokowi untuk menanggung konsekuensi politik dan hukumnya.

Pertama, ketika dua Menteri telah melakukan korupsi, maka wajar ada dugaan bahwa dana mengalir kemana-mana. Upeti ke atasan pun patut dicurigai. Korupsi tersendiri atas berbagai komisi juga sangat mungkin. Ada bongkar-bongkaran rekening gendut mantan Presiden baik di dalam maupun luar negeri. Tuduhan korupsi bakal menanti.

Kedua, kasus pelanggaran HAM mesti diusut dan diminta pertanggungjawaban Jokowi. Pembiaran tewasnya 700-an petugas Pemilu 2019, pembunuhan oleh aparat sekurangnya sembilan pengunjuk rasa pada 21-22 Mei 2019, serta pembantaian enam pengawal HRS 7 Desember 2020 adalah "daging empuk" dakwaan.

Ketiga, mismanajemen pengelolaan ekonomi sehingga kondisi perekonomian morat-marit. Gagal menjadi rezim investasi dan utang luar negeri yang terus menumpuk. Negara gagal bayar. Untuk menutupi bunga saja Menkeu sudah pontang-panting. Meminjam besar tanpa persetujuan Dewan dipastikan menjadi beban dan tudingan kemudian hari.  

Keempat, kebijakan membangun poros Jakarta-Beijing dengan menjebol kran imigrasi untuk mengelontorkan kedatangan TKA Cina sangat bermasalah. Ikutan ideologi menjadi pertanyaan. Bisa saja Jokowi bukan komunis, tetapi kebijakan yang membuka pintu komunisme tidak dapat diterima oleh rakyat Indonesia yang sangat anti-PKI dan Neo-PKI.

Kelima, memperalat pandemi Covid-19 untuk membungkam demokrasi dan membangun oligarki, korporatokrasi, dan kleptokrasi. Kejahatan politik seperti ini wajib untuk dipertanggungjawabkan dan harus menjadi pemberat hukuman. Aparat telah dikerahkan untuk memenuhi hasrat kekuasaan dengan menunggangi pandemi bukan sebaliknya, menanggulangi.

Tentu berisiko tinggi dan membawa kerugian besar bagi Jokowi jika sampai dimundurkan. Dosa politiknya lebih besar dibandingkan Presiden pendahulunya. Kerusakan negara dilakukan dengan cepat dalam masa kekuasaan yang masih pendek. Ditambah lagi dengan ilusi jabatan tiga periode.

Ketika kini tokoh kritis diborgol dan dipaksa memakai rompi oranye, maka esok mungkin giliran Jokowi yang berbaju oranye.

Semoga hidayah dan akal sehat masih melekat pada Presiden Jokowi yang saat ini memiliki banyak gelar dari rakyat. Gelar yang bernuansa olok-olok.

Kita tunggu pilihan terbaiknya.

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.

Populer

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

UPDATE

Korupsi Menggila, Bangsa Ini Dibawa ke Mana?

Selasa, 11 Maret 2025 | 17:31

Resesi AS Cuma Omon-Omon, Dolar Tembus Rp16.400

Selasa, 11 Maret 2025 | 17:29

Legislator PAN Ungkap Ada Perang Mafia di Tubuh Pertamina

Selasa, 11 Maret 2025 | 17:16

DPR: Kehadiran Pak Simon di Pertamina Getarkan Indonesia

Selasa, 11 Maret 2025 | 17:07

BI dan State Bank of Vietnam Sepakat Perkuat Kerja Sama Bilateral

Selasa, 11 Maret 2025 | 16:56

Masa Jabatan Ketum Partai Digugat di MK, Waketum PAN: Itu Masalah Internal

Selasa, 11 Maret 2025 | 16:54

Anggaran FOLU Net Sink 2030 Non APBN Bisa Masuk Kategori Suap

Selasa, 11 Maret 2025 | 16:54

Pandawara Group Sampaikan Kendala ke Presiden, Siap Berkolaborasi Atasi Sampah

Selasa, 11 Maret 2025 | 16:39

DPR Pertanyakan Pertamina soal ‘Grup Orang-orang Senang’

Selasa, 11 Maret 2025 | 16:37

Menhan: 3 Pasal UU TNI Bakal Direvisi

Selasa, 11 Maret 2025 | 16:24

Selengkapnya