Berita

Presiden Nusantara Foundation, Shamsi Ali/Net

Publika

Benefit Oriented Life

SENIN, 21 JUNI 2021 | 23:36 WIB

SEKALI lagi saya memakai bahasa Inggris untuk tulisan ini. Bukan karena tinggal di kota New York. Tidak juga karena sok tinggal di luar negeri. Bukan juga untuk dikenal bisa bahasa bule. Apalagi untuk sekadar dikenal New Yorker man!

Saya memakai judul Inggris, seperti yang pernah saya sampaikan, untuk menarik perhatian. Biar judul ini punya “eye catchy”. Punya daya tarik. Walau mungkin substansinya biasa-biasa saja. Sekaligus ingin mengingatkan betapa kita sering terperangkap oleh “cover” sebuah buku tanpa mendalami isinya.

Hanya saja judul yang saya pakai kali ini juga bisa disalah pahami secara konten. Kemungkinan saja ada yang salah memahaminya sebagai dorongan hidup untuk tujuan kepentingan (interest). Padahal yang saya maksud adalah “benefit” (kemanfaatan).

Asumsi saya di atas juga merujuk kepada realita betapa ada orang-orang tertentu sangat cekatan mencari salah orang. Yang benar saja di carikan celah salahnya. Apalagi memang salah. Sehingga tugasnya memang hanya menyalahkan orang lain, bahkan mencari-cari kesalahan orang lain.

Dengan judul ini saya ingin sekaligus menyampaikan bahwa dalam menilai dunia, termasuk diri kita sendiri dan tetangga, kerap cara pandang seperti ini berlaku. Menilai diri atau orang lain pada tepian realita. Prestasi dan kehebatan dinilai pada penampakan sesaat. Tanpa usaha menyelami siapa diri kita atau tetangga di sekitar kita.

Islam sesungguhnya telah memberikan acuannya dalam menilai sesuatu atau seseorang. Apakah menilai diri sendiri atau orang lain.

Islam tidak menafikan adanya “fadhail” (kelebihan-kelebihan) tertentu pada masing-masing orang. Ada yang dilebihkan Pada asfek fisikal (ganteng atau cantik). Ada pula pada aspek harta (kaya). Juga pada aspek sosial (terkenal dan dihormati). Dan tentunya ragam lainnya dalam kehidupan dunia ini.

Pada aspek-aspek itu Allah menegaskan “dan Allah melebihkan sebagian di antara kalian di atas sebagian yang lain”.

Ini menjadi sunnatullah yang dengannya terjadi “tansiiq” (interkoneksi) dalam kehidupan. Yang miskin perlu yang kaya. Dan yang kaya juga perlu yang miskin. Yang bodoh perlu yang pintar. Dan yang pintar juga perlu yang bodoh.

Bahkan sejatinya tak akan ada orang kaya kalau tidak ada orang miskin. Dan tak akan ada orang pintar tanpa orang bodoh. Kalau semua kaya atau pintar, bagaimana mengukur kekayaan dan kepintaran?

Tapi dari semua aspek-aspek yang dianggap kelebihan itu, Islam kemudian menempatkan sebuah nilai (value) yang menembus semua aspek-aspek keduniaan itu. Nilai itulah yang disebut dengan “taqwa”.

“Inna akromakum indallah atqaakum” (Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa”- al-Hujurat: 13).

Ketakwaan itu menembus semua dinding-dinding keduniaan kita. Dinding fisikal (ganteng atau cantik). Dinding harta dan kepemilikan (kaya atau miskin). Dinding-dinding sosial (terkenal atau tidak dikenal, terhormat atau tidak dihormati). Demikian seterusnya, ketakwaanlah dalam pandangan Islam yang menjadi penentu semuanya.

Ketakwaan tentunya dipahami sebagaj tingkatan tertinggi dari religiositas seseorang. Ketakwaan itu mencakup sisi hidup beragama kita. Dari Syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji, hingga ke layanan sosial baik kepada keluarga sendiri maupun kepada tetangga dan seluruh manusia.

Esensinya ketakwaan itu teraktualkan dalam pengabdian kita, baik secara vertikal (hablun minallah) maupun secara horizontal (hablun minannas).

Inilah sesungguhnya yang ingin saya garis bawahi dengan istilah “benefit oriented”. Bahwa hidup manusia bertakwa itu adalah hidup yang berorientasi kepada kemanfaatan (benefits).

Dengan hidupnya yang berorientasi kemanfaatan itu seseorang menjalani hidup ketakwaan. Dan dengan ketakwaan itu dia menjadi orang karim (noble atau mulia).

Realita itulah juga yang sesungguhnya tersimpulkan dalam hadits Rasulullah SAW: “sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat”.

Karenanya mari hidup mulia (‘isy karimah) dengan menabur manfaat di alam sekitar kita. Dengan kemanfataan itulah kemuliaan dan kehormatan akan diraih. Mungkin tidak di mata manusia. Tapi di mata Allah (‘indallah). Semoga!

Subway NYC, 21 Juni 2021

Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji!

Senin, 06 Mei 2024 | 05:37

Samani-Belinda Optimis Menang di Pilkada Kudus

Senin, 06 Mei 2024 | 05:21

PKB Kota Probolinggo cuma Buka Pendaftaran Wawalkot

Senin, 06 Mei 2024 | 05:17

Golkar-PDIP Buka Peluang Koalisi di Pilgub Jabar

Senin, 06 Mei 2024 | 04:34

Heboh Polisi Razia Kosmetik Siswi SMP, Ini Klarifikasinya

Senin, 06 Mei 2024 | 04:30

Sebagian Wilayah Jakarta Diperkirakan Hujan Ringan

Senin, 06 Mei 2024 | 03:33

Melly Goeslaw Tetarik Maju Pilwalkot Bandung

Senin, 06 Mei 2024 | 03:30

Mayat Perempuan Tersangkut di Bebatuan Sungai Air Manna

Senin, 06 Mei 2024 | 03:04

2 Remaja Resmi Tersangka Tawuran Maut di Bandar Lampung

Senin, 06 Mei 2024 | 02:55

Aspirasi Tak Diakomodir, Relawan Prabowo Jangan Ngambek

Senin, 06 Mei 2024 | 02:14

Selengkapnya