Berita

Ilustrasi Gedung MPR DPR/Net

Publika

Dua Pansus Mendesak Dan Darurat

KAMIS, 10 JUNI 2021 | 08:17 WIB

SEBAGAI badan perwakilan rakyat yang salah satu fungsinya adalah melakukan pengawasan kepada Pemerintah, DPR saat ini dituntut untuk aspiratif dan lebih gigih dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Bukan sebagai jurubicara atau pembela dari kepentingan Pemerintah. Anggota DPR dipilih oleh rakyat bukan ditunjuk atau dibayar Pemerintah.

Tentu banyak agenda pengawasan Dewan terhadap kerja Pemerintah saat ini, tetapi ada dua hal penting yang perlu mendapat perhatian serius karena menjadi aspirasi utama kekinian. Pansus sebagai organ lanjutan dari kerja Komisional Dewan harus dibentuk, yaitu:

Pertama, Pansus Haji.

Implikasi pembatalan haji berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 660 tahun 2021 telah menimbulkan keresahan calon jemaah dan kegelisahan rakyat. Banyak pertanyaan yang butuh klarifikasi dan investigasi, baik aspek kerja atau kinerja penyelenggaraan maupun besaran, alokasi, dan penggunaan keuangan atau dana haji.

Penting tahap awal audit investigasi batal haji 2020 dan 2021, karena bagaimana bisa memberangkatkan jika sesuai Laporan BPKH kas saldo Desember 2019 hanya 8,8 M dan Desember 2020 17,9 M. Sedangkan per 200 ribu jemaah dibutuhkan biaya kurang lebih 14 T? Jika ada simpanan di Bank, berapa besaran dan profil simpanannya seperti apa?

Pertanyaan krusial lain adalah dari investasi jangka panjang 60,1 T dan jangka pendek 9,9 T (tahun 2019) mengapa tercatat kas bersih dari aktivitas investasi minus (kerugian) 12 T lalu investasi jangka panjang 90,7 T dan jangka pendek 8,8 T (2020) kas bersih hasil investasi minus (kerugian) 20 T?

Apa makna "aman" yang dikemukakan oleh Jokowi, KH Maruf Amin, dan Anggito?

Audit Investigasi dan Pansus DPR harus dilakukan demi kejelasan kondisi dana haji tersebut. Rakyat perlu informasi, kepastian, dan ketenangan.

Kedua, Pansus TKA China.

Soal TKA China yang masuk dan bekerja di Indonesia menjadi "misteri" yang menggelisahkan. Berdampak pada kecemburuan sosial dan kerawanan politik. Investasi dan utang luar negeri negeri yang besar ternyata melekat dengan komitmen kehadiran TKA China yang tidak semua berkualifikasi spesifik. Tenaga biasa atau kasar pun membanjiri. Jumlahnya tak jelas.

Sebagai sampel di masa larangan mudik kedatangan WNA China pada 8 Mei sebanyak 157 orang TKA, 11 Mei 2021 dengan Southern China Airways tiba 103 orang, 12 Mei dengan Sriwijaya Air dari Hang Zhou datang 149 orang, 13 Mei dengan Xiamen Air dari Fu Zhou sejumlah 110 orang, dan 15 Mei dengan Southern China berjumlah 158 orang.

Tak jelas status. Pastinya mereka mengantongi dokumen Kartu Izin Tinggal Sementara dan Kartu Izin Tinggal Tetap dari Kemenhukham melalui Dirjen Imigrasi.

Kedatangan mereka hampir tiap hari melalui Bandara Soekarno Hatta, lalu yang melalui Bandara lain di berbagai daerah di Indonesia bukan tidak ada. Jauh sebelum bulan Mei dan setelahnya. Lalu yang tiba melalui laut atau jalur lain apakah terdata dengan baik, baik legal dan ilegal?

Kerawanan sosial politik berkaitan dengan sentimen etnis diduga akan menguat. Tanpa klarifikasi dan kendali bukan mustahil berujung konflik atau rusuh. Kasus di Kendari, Ketapang, Serang, Halmahera, dan lainnya menggambarkan kerawanan tersebut.

Di sisi lain masyarakat khawatir bahwa TKA China yang datang itu sebenarnya Tentara Merah. Kecurigaan muncul melihat postur tubuh "para pekerja" yang berbeda.

Penyusupan yang berbahaya tentu tak bisa dibiarkan atau dianggap remeh. Pengkhianat negara apakah warga biasa atau pejabat tinggi yang bermain harus segera ditangkap, diinterogasi, dan diberi sanksi keras.

Dua Pansus sebagai alat kelengkapan Dewan ini mendesak untuk disiapkan dan dibentuk oleh DPR. Bukan hanya sebagai penenang atas kegelisahan rakyat, tetapi juga kewajiban Dewan untuk ikut mencegah terjadinya korupsi dan penyimpangan lain serta turut membongkar potensi ancaman yang merugikan atau menimbulkan bahaya nasional.

Masalah haji dan TKA China sudah dalam kategori darurat.

M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya