Berita

Karl Marx/Net

Jaya Suprana

Membedah Buku "Das Kapital"

SABTU, 05 JUNI 2021 | 09:53 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

AKIBAT judulnya "Das Kapital", wajar banyak pihak menduga buku Karl Marx itu propaganda kapitalisme.

Dugaan keliru karena Das Kapital justru mahakarya pemikiran dua orang anti-kapitalisme yaitu Karl Marx bersama Friederic Engels meski ironisnya dibiayai dengan duit yang dihimpun ayah Engels yang industriawan mahakayaraya sebagai seorang kapitalis sejati.

Karl Marx sendiri tidak menduga Das Kapital yang sebenarnya belum rampung akan menjadi buku paling berpengaruh (buruk) pada abad XX bersaing ketat melawan "Mein Kampf"-nya Adolf Hitler.


Namun de facto terbukti kemudian Das Kapital menjadi legendaris setelah dielu-elukan para tokoh pemimpin bangsa mulai dari Vladimir Ilyich Lenin kemudian lanjut ke Stalin, Mao, Castro, Kim, Ho dan lain-lain.

Bahkan mahasastrawan Irlandia paenerima anugrah Nobel, George Bernard Shaw sempat memuja-muji "Das Kapital".

Akademis

Setelah saya mencoba membaca Das Kapital maka saya memperoleh kesan bahwa Karl Marx pada dasarnya bukan seorang penulis yang mampu menulis pemikirannya secara menarik.

Wajar sebagai seorang akademisi Karl Marx menulis pemikirannya secara kering serba ilmiah maka membosankan sambil membingungkan mirip sebuah disertasi demi meyakinkan para penguji agar lulus ujian akademis.

Tentu saja itu selera saya subyektif maka mohon dimaafkan bahwa sejak semula saya memiliki kesan terlanjur antipatif bahwa Das Kapital sebuah buku overrated alias berlebihan dinilai positif sehingga dianggap lebih hebat ketimbang kenyataan.

Bicara tentang komunisme, saya menganggap pamflet Manifest der Kommunistischen Partei tulisan Marx dan Engels yang diterbitkan pada tahun 1848 sebenarnya lebih terkait langsung dengan komunisme ketimbang Das Kapital.

Saya malah lebih tertarik pada penilaian seorang biographer Karl Marx yaitu Francis Wheen yang menyatakan bahwa Das Kapital is something like a vast Gothic novel, whose heroes are enslaved by the monster they created: capitalism.

Paradoks

Di sini mulai tampak jelas paradoksal bahwa buku yang melahirkan monster benama kapitalisme malah diberhalakan oleh kaum penganut komunisme yang seharusnya frontal berseteru melawan kapitalisme.

Paradoks bahwa kemudian para pemberhala Das Kapital menganggap analisa politik-ekonomis dan sosiologis terhadap realita kemelut  industrialisasi pada abad XIV layak didayagunakan sebagai dasar landasan ideologi yang membidani kelahiran negara-negara yang menyebut diri mereka sebagai negara komunis dipelopori oleh Rusia yang kemudian menjadi Uni-Sowyet.

Tak heran jika Francis Wheen meyakini bahwa there has been nothing remotely like Marx’s book before or since, and as long as capitalism endures, Das Kapital demands to be understood.

Kalimat demands to be understood menyimpulkan bahwa Das Kapital memang rawan misunderstood alias keliru dimengerti maka dengan sendirinya serta merta juga keliru ditafsirkan sebagai ideologi.

Distopia

Sementara Karl Marx sendiri tidak pernah menduga apabila analisa politik-ekonomi dan sosiologi terhadap realita kemelut situasi-kondisi jaman industrialisasi yang lebih cenderung distopia ketimbang utopia dimanfaatkan sebagai ideologi oleh para pemimpin negara yang menyebut dirinya sebagai komunis.

Adalah George Orwell di dalam mahakarya dystopia jenaka Animal Farm yang mendeteksi kekeliruan pemaksaan Das Kapital sebagai alasan melahirkan sebuah ideologi.

Orwell berkisah tentang kemubaziran serta kemudaratan revolusi para hewan ternak menggulingkan penguasa manusia di mana akhirnya para babi lambat namun pasti memetamorfosakan sikap dan perilaku babi menjadi manusia yang akhirnya kembali menindas para hewan ternak lainnya yang kebetulan tidak memegang kendali kekuasaan.

Animal Farm membuktikan secara reductio ad absurdum bahwa suatu ideologi apabila didayagunakan semata sebagai tujuan demi kekuasaan dapat diyakini pasti berakibat buruk terhadap negara, bangsa apalagi rakyat.

Kemanusiaan

Dari proses mempelajari kemanusiaan di Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan, kini saya meyakini mahkota peradaban adalah kemanusiaan.

Puncak kekeliruan ideologi komunisme yang berakar pada tafsir atas Das Kapital terletak pada pemberhalaan ideologi sebagai tujuan.

Sementara ideologi bukan tujuan namun sekedar pedoman.

Sedahsyat-dahsyatnya ideologi tetap sekedar ciptaan manusia sementara seburuk-buruknya manusia tetap ciptaan Yang Maha Kuasa.

Maka seharusnya kepentingan manusia lebih diutamakan ketimbang kepentingan ideologi. Bukan sebaliknya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya