Sebagai negara dengan wilayah yang terbentang luas, Indonesia diwajibkan memiliki personel militer yang cukup dan terlatih serta sistem pertahanan yang mumpuni untuk menjaga kedaulatan negara.
Soal sistem pertahanan ini, sepertinya memang bukan sesuatu yang bisa ditawar. Pasalnya, hampir setiap negara memiliki sistem pertahanan masing-masing, dengan senjata canggih yang menjadi andalan untuk menjaga kedaulatan darat, laut dan udara negara mereka.
Perihal tersebut, Indonesia bukan tidak punya alat utama sistem persenjataan (Alutsista), namun alutsista Indonesia mayoritas sudah termakan usia, sudah banyak sistem pertahanan persenjataan yang lebih canggih dan moderen yang dibuat saat ini, kebanyakan buatan Amerika Serikat dan Rusia. Kedua negara itu memang sejak dahulu terkenal dengan industri persenjataan mereka.
Alhasil, alutsista Indonesia seakan ketinggalan zaman bila dibandingkan dengan sistem pertahanan di era kekinian.
Melihat kenyataan tersebut, sebenarnya sudah betul apa yang diwacanakan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Prabowo merencanakan untuk membeli alutsista untuk kepentingan negara secara massif. Tak tanggung, anggarannya sampai 1.700 triliun lebih, tepatnya di 1.760 triliun.
Anggaran ini sangat fantastis, bila dibandingkan dengan anggaran kementerian lain. Namun, memang pada dasarnya, sistem persenjataan tidak ada yang murah, jadi sudah sewajarnya bila anggaran pertahanan sangat besar. Toh negara lain juga punya anggaran jumbo untuk sistem pertahanan dan persenjataan mereka. Tengok saja Amerika Serikat, Rusia dan China.
Jadi soal anggaran jumbo itu sudah clear, alutsista memang bukan perkara murah. Anggaran tersebut bisa dikatakan relatif sesuai dengan apa yang diperlukan Indonesia saat ini. Mengingat ancaman bisa datang kapan saja dan dari mana saja. Bersiap mempertahankan diri adalah skenario paling pas saat ini.
Walaupun demikian, soal belanja alutsista ini seakan muncul di waktu yang tidak tepat, saat ini, keuangan negara sedang tidak baik, ditambah Indonesia saat ini tengah menghadapi badai pandemi Covid-19, belum lagi utang negara dan swasta yang semakin tinggi makin membuat belanja besar pertahanan tersebut tidak tepat atau belum waktunya dilakukan Indonesia.
Oleh karena itu, belanja pertahanan ini mesti dipikir ulang, bukan dipikir beli atau tidak, ini harus beli. Yang harus dipikir ulang adalah kapan belinya, cara bayarnya dan bagaimana agar anggaran fantastis tersebut pantas dimunculkan.
Jangan nantinya gede pasak daripada tiang atau biar tekor asal kesohor.
Mengurus negara, apalagi soal anggaran tak bisa ditawar, harus transparan dan prudent.