Berita

Persidangan kasus Bantuan Sosial dengan saksi Harry Van Sidabukke/RMOL

Hukum

Dicecar JPU Soal 'Berasnya Pak Menteri', Harry Van Sidabukke: Saya Cuma Gunakan Nama

SENIN, 24 MEI 2021 | 14:20 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

"Berasnya Pak Menteri" jadi persoalan yang cukup panas dalam persidangan perkara dugaan suap bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).

Berawal dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memutar rekaman telepon terkait "Berasnya Pak Menteri" di ruang sidang.

Hal itu diputar untuk memberikan gambaran bagi Harry Van Sidabukke yang menjadi saksi untuk terdakwa Juliari Peter Batubara selaku mantan Menteri Sosial di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/5).


Harry yang merupakan pihak pemberi suap dalam perkara ini dihadirkan JPU sebagai saksi secara langsung di ruang persidangan.

Awalnya, tim JPU memutarkan rekaman telepon antara saksi Harry dengan Matheus Joko Santoso yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan bansos di Kemensos.

Sayang, suara rekaman tersebut tidak begitu terdengar jelas di ruang persidangan.

Usai mendengar rekaman tersebut, saksi Harry mengaku bahwa hal itu merupakan komunikasi antara dirinya dengan Joko.

"Membicarakan, beliau (Joko) menanyakan barang-barangnya sudah komplet atau belum. Jadi kalau beliau itu ke (PT) Rajawali (Parama Indonesia) tuh selalu begitu pak pertanyaannya, aman gak? Sudah komplit belum? Gitu pak. Waktu itu saya bilang, 'ini saya mau ke gudang ngecek barang-barangnya bapak'," kata Harry, Senin siang (24/5).

Selanjutnya Jaksa menyinggung adanya pembicaraan soal harga beras seperti yang terdengar di rekaman tersebut.

"Terus tadi ada terdengar menanyakan masalah harga beras ya. Kemudian tadi ada saudara mengatakan ada titipannya Menteri?" tanya JPU kepada Harry.

"Betul pak," jawab Harry.

Jaksa pun mendalami maksud "titipan Menteri" yang disampaikan Harry saat telepon dengan Joko tersebut.

"Di persidangan yang mulia ini saya ingin menjelaskan begini, karena Pak Joko itu beberapa kali nelepon saya pak, dia mau minta tolong beliin saya beras tapi beliau nawar terus. Karena dibandingkan dengan harga beras yang beliau dapat itu Rp 103 ribu. Nawar terus pak. Saya bilang, saya sudah bantu Pak Joko, ini gak ambil untung, gitu pak. Memang harga beras di saya itu antara Rp 108-110 ribu. Nah karena nawar terus, akhirnya saya mohon maaf menggunakan nama pak Menteri, padahal bukan," jelas Harry.

"Dengan pikiran supaya beliau (Joko) ini setop gitu loh pak. Supaya beliau gak nawar-nawar terus, hampir tiap hari nawar beras. Akhirnya saya bilang, 'Pak (Joko) mohon maaf itu berasnya pak Menteri', padahal ngawur saya pak. Ini saya sudah disumpah pak, jadi saya terima konsekuensinya. Bahwa saya itu cuma menggunakan nama, tapi berasnya bukan, berasnya saya beli dari pak Yanse pak," sambung Harry menegaskan.

Jaksa pun mempertegas kembali terkait kepemilikan beras yang diucapkan Harry tersebut.

"Bukan (beras Pak Menteri)" kata Harry.

Mendengar jawaban Harry, Jaksa kemudian mencecar Harry soal alasannya memakai nama Menteri.

"Kenapa saudara memakai nama pak Menteri?" tanya Jaksa menegaskan.

"Biar berhenti (nawar) pak," jawab Harry.

Tak puas mendengar jawaban Harry, Jaksa kemudian kembali menghubungkan jawaban Harry dengan pernyataan awalnya terkait atasan Joko yang awalnya menyatakan bahwa atasan Joko adalah Adi Wahyono.

Akan tetapi, tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Juliari menyampaikan keberatan kepada Majelis Hakim atas pertanyaan Jaksa tersebut.

"Keberatan Yang Mulia, ini mulai mengarahkan, tadi sudah dipertegas kok tidak ada nama Menteri," kata salah satu PH Juliari.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya