Berita

Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra/Ist

Hukum

Revisi UU KPK Picu Demo Besar-besaran, MK: Dalil Pemohon Tak Beralasan Hukum

SELASA, 04 MEI 2021 | 15:06 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Demonstrasi penolakan Revisi Undang-Undang (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 19/2019 yang terjadi beberapa waktu llau tak bisa menjadi penentu keabsahan formalitas pembentukan UU.

Hakim Anggota MK, Saldi Isra menjelaskan, pemohon pada pokoknya menyatakan bahwa proses pembentukan UU a quo menuai penolakan besar-besaran dari masyarakat luas. Namun Majelis Hakim Konstitusi berpendapat bahwa aksi demonstrasi terjadi karena sebagai bentuk kebebasan berpendapat.

"Adapun demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dengan revisi UU KPK, demonstrasi tersebut menurut Mahkamah sebagai salah satu bentuk kebebasan pendapat," kata Hakim Saldi Isra saat membaca pertimbangan pada putusan UU KPK di MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/5).


Karena menurut Hakim Konstitusi, kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang menentang revisi UU KPK, namun juga oleh kelompok yang mendukung dilakukan revisi UU KPK.

"Apalagi ada tidaknya demonstrasi tidak menentukan keabsahan formalitas pembentukan UU. Dengan demikian dalil para pemohon tidak beralasan hukum," katanya.

Hingga kini, Majelis Hakim masih membacakan pertimbangan-pertimbangan sebelum pada pembacaan putusan akhirnya.

Dalam gugatan ini, sebanyak 14 pemohon yang mengajukan gugatan RUU KPK ini. Yaitu, pemohon I, II, II adalah perorangan WNI dan merupakan pimpinan KPK periode 2015-2019; pemohon IV dan V adalah pimpinan KPK jilid I (2003-2007) dan jilid II (2007-2011); pemohon VI adalah Ketua Dewan Pembina Nurcholish Madjid Society (2008-sekarang).

Selanjutnya, pemohon VII adalah salah satu anggota panitia seleksi Calon Pimpinan KPK pada 2015; pemohon VIII adalah Guru Besar Kebijakan Kehutanan Institut Pertanian Bogor; pemohon IX adalah Guru Besar FEUI; pemohon X adalah aktivis pegiat anti korupsi dan saat ini tercatat sebagai Pembina YAPPIKA dan aktif di perempuan Indonesia anti korupsi.

Kemudian, pemohon XI adalah berprofesi sebagai dosen hukum pidana dan perdata di Universitas Trisakti; pemohon XII adalah berprofesi sebagai pengusaha, mantan politisi, pemerhati politik, ekonomi, sosial dan keagamaan; pemohon XIII dan XIV adalah aktif sebagai Dewan Pengawas dan Ketua Dewan Eksekutif Transparency International Indonesia (TI-Indonesia).

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Eddy Soeparno Bicara Komitmen Prabowo Percepat Dekarbonisasi

Senin, 15 Desember 2025 | 16:13

Praperadilan Kakak Kandung Hary Tanoesoedibjo Dua Kali Ditolak Hakim

Senin, 15 Desember 2025 | 15:55

Miliarder Siapkan Hadiah Besar Atas Aksi Heroik Warga Muslim di Bondi Beach

Senin, 15 Desember 2025 | 15:48

DPR Tegaskan Perpol 10/2025 Tidak Bertentangan dengan Konstitusi

Senin, 15 Desember 2025 | 15:41

Ketaatan pada Rais Aam Fondasi Kesinambungan Khittah NU

Senin, 15 Desember 2025 | 15:39

Gubernur Sulut Dukung Penguatan Kapasitas SDM Bawaslu

Senin, 15 Desember 2025 | 15:29

Keselamatan Masyarakat Harus Jadi Prioritas Utama Selama Nataru

Senin, 15 Desember 2025 | 15:19

Pramono Terima Hasil Kongres Istimewa MKB Demi Majukan Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 15:12

KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto

Senin, 15 Desember 2025 | 14:54

Command Center Diresmikan Percepat Digitalisasi dan Pengawasan Kopdes Merah Putih

Senin, 15 Desember 2025 | 14:43

Selengkapnya