Berita

Pengamat Politik Islam dan Demokrasi, Muhammad Najib/Ist

Muhammad Najib

Mungkinkah Saudi Arabia Berdamai Dengan Iran?

SELASA, 20 APRIL 2021 | 05:14 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

PERTEMUAN para pejabat tinggi Saudi Arabia dan Iran secara diam-diam di Baghdad, Irak, yang dimediasi Perdana Menteri Irak, Mustafa Al Khadimi pada hari Jumat  (9/4/2021), bocor ke publik, karena dimuat oleh harian The Financial Times yang terbit pada hari Minggu (18/4/2021), dan diperkuat media Isreal Haaretz yang terbit pada hari yang sama, memperkuat adanya pertemuan tripartit ini.

Bila pertemuan ini benar adanya, maka tentu fenomena ini menunjukkan indikasi adanya perubahan peta politik di kawasan Timur Tengah. Sementara ini, Saudi Arabia dan Iran merupakan negara besar dan berpengaruh yang bertetangga dan bersaing, yang pada puncaknya kemudian memutuskan hubungan diplomatik sejak 2016.

Sebenarnya hubungan di antara dua negara Muslim ini tidak hanya tegang secara politik, akan tetapi sudah sampai menimbulkan percikan-percikan api pertempuran, melalui proxinya masing-masing di wilayah Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.

Saudi Arabia dibantu oleh Amerika dan Israel baik secara militer maupun intelijen, sedangkan Iran secara militer dibantu oleh Rusia dan secara ekonomi dibantu oleh China. Tidak jarang Amerika dan Israel ikut terjun langsung di medan pertempuran.

Hampir di semua front proxy Saudi Arabia mengalami kekalahan, seperti di Suriah, Lebanon, dan Irak. Di Yaman perkembangan mutakhir menunjukkan proxy Iran yang bernama Houthi, bukan hanya berhasil menguasai ibukota San'a dan mempertahankannya, akan tetapi juga sudah mampu menyerang pusat-pusat ekonomi seperti ladang minyak, bandara, dan kota-kota Saudi Arabia dengan menggunakan drone dan rudal yang disuplai oleh Teheran.

Pertemuan para pejabat senior Saudi-Iran di Bagdad mustahil terjadi tanpa sepengetahuan Amerika, mengingat adanya hubungan istimewa Riyad dengan Washington. Bukan mustahil pertemuan ini terjadi justru mendapatkan dukungan Washington.

Ada sejumlah alasan mengapa kini Amerika berkepentingan meredakan ketegangan dua negara bertetangga ini. Pertama, Washington kini memandang Iran bukan lagi sebagai lawan atau ancaman kepentingan Amerika di Timur Tengah. Setidaknya ketegangan Washington vs Teheran tampaknya akan diselesaikan di meja perundingan.

Kedua, Washington sedang berusaha merangkul Dunia Islam. Hal ini terlihat dari berbagai kebijakannya di dalam negeri yang ramah terhadap warga negaranya yang beragama Islam.

Sementara di luar negri Washington berusaha untuk mengambil sikap yang lebih rasional dan proporsional terkait konflik Israel vs Palestina dengan cara mendukung gagasan Two States Solution.

Ketiga, Washington kini melihat munculnya ancaman baru, baik secara ekonomi maupun politik, yang pada saatnya bukan mustahil bermuara pada kekuatan militer yang datangnya dari China.

Persoalannya kemudian, apakah Tel Aviv rela dengan perubahan sikap Amerika tersebut? Israel secara terbuka telah menentang berbagai perubahan kebijakan Washington terkait Timur Tengah yang telah dicanangkan oleh Presiden Joe Biden, di antaranya masalah Palestina dan Iran.

Khusus terkait Iran, Israel bukan saja menentang keras, akan tetapi juga diikuti dengan berbagai tindakan yang dapat dikategorikan sabotase. Karena itu, perundingan terkait rencana Washington yang bermaksud kembali ke kesepakatan JCPOA berjalan sangat alot. Apakah AS berhasil mengatasi masalah ini atau tidak, menarik untuk terus dicermati.

Israel juga negara yang paling bersemangat dalam mengipasi ketegangan antara Riyad vs Teheran. Karena itu, tentu Tel Aviv tidak suka melihat ketegangan di antara keduanya mereda.

Apakah perkembangan mutakhir ini merupakan indikasi dari sejumlah negara Arab kaya di kawasan Teluk telah sadar, bahwa selama ini tangannya hanya dimanfaatkan untuk memukul Iran oleh negara Zionis yang tidak berani berhadapan langsung dengan Iran, tentu waktu yang akan membuktikannya.

Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya