Berita

Perwakilan masyarakat Pemilu saat adukan Muhammad ke MK DKPP/RMOL

Politik

Diduga Langgar Kode Etik, Ketua DKPP Dan Tiga Anggotanya Diadukan Ke MK DKPP Dan KASN

SELASA, 13 APRIL 2021 | 04:38 WIB | LAPORAN: DARMANSYAH

Masyarakat Pemerhati Pemilu dan Demokrasi Lampung melaporkan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad ke Majelis Kehormatan (MK) DKPP.

Selain melaporkan Muhammad, tiga anggota DKPP lainnya yakni Alfitra Salamm, Teguh Prasetyo dan Ida Budhiati juga dilaporkan ke MK DKPP.

Ketua DKPP Muhammad dan ketiga koleganya dilaporkan ke MK DKPP, diduga telah melanggar kode etik sebagai anggota DKPP karena mengeluarkan putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019, tanggal 10 Maret 2020.

Putusan tersebut menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam anggota KPU RI dan sanksi pemberhentian sebagai anggota KPU kepada Evi Novida Ginting Manik.

Perwakilan dari Masyarakat Pemerhati Pemilu dan Demokrasi Lampung yang juga sebagai pengadu, Vitman Surya Rizal mengatakan Muhammad, Alfitra Salamm, Teguh Prasetyo dan Ida Budhiati diduga telah melakukan pelanggaran etik karena telah memutus perkara nomor Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tidak sesuai prosedur.

Menurut Vitman, dimana putusan diambil tanpa memenuhi syarat kuorum pengambilan keputusan.

“Jadi keempat anggota DKPP ini, justru tidak patuh terhadap aturan yang mereka buat sendiri terkait syarat kuorum. Dalam putusan tersebut (nomor 317), diputuskan hanya oleh 4 anggota DKPP. Sementara aturan di Peraturan DKPP nomor 3 tahun 2017, rapat pleno harus dihadiri paling sedikit 5 orang anggota,” ujar Vitman kepada wartawan saat menyampaikan Pengaduan ke Kantor DKPP, Senin (12/4).

Vitman menerangkan, pihaknya juga menemukan fakta bahwa pada bulan Januari 2020, Muhammad yang kala itu masih menjabat Plt. Ketua DKPP, menerbitkan Surat Keputusan DKPP Nomor 04 tahun 2020 yang pada pokoknya menetapkan rapat pleno anggota DKPP dapat dihadiri paling sedikit 4 orang.

Fakta itu menurut Vitman, secara terang benderang bertentangan dengan Peraturan DKPP yang secara posisi hukum lebih tinggi ketimbang Surat Keputusan.

“Tindakan Muhammad yang mengubah komposisi kuorum rapat hanya melalui Surat Keputusan DKPP, sangat sarat kepentingan dan merupakan tindakan melampaui batas kewenangannya. Bahkan secara formil-substansial bertentangan dengan peraturan yang mereka atur sendiri,” ujar Vitman.

Sesuai dengan Peraturan DKPP 4/2017, lanjut Vitman, pihaknya meminta agar dibentuk Majelis Kehormatan independent untuk memeriksa Muhammad, Alfitra Salamm, Ida Budhiati dan Teguh Prasetyo.

Pihaknya juga meminta agar Majelis Kehormatan independen nantinya memberikan sanksi pemberhentian tetap sebagai anggota DKPP terhadap keempat orang tersebut.

“Dalam aduan kami juga menyampaikan pendapat para ahli Pemilu dan hukum, seperti Prof. Ramlan Surbakti, Prof. Eddy Hiariej, Prof. Topo Santoso, Titi Anggraini dan lain-lain yang pernah menyampaikan perilaku melampaui kewenangan bahkan cenderung abuse of power yang dilakukan oleh keempat anggota DKPP tersebut,” ujar Vitman.

Usai mengadu ke MK DKPP, Masyarakat Pemerhati Pemilu dan Demokrasi Lampung juga mengadukan Ketua DKPP Muhammad ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Kali ini, Muhammad diadukan karena diduga telah melanggar kode etik sebagai aparatur sipil negara.

Diketahui, Muhammad juga berprofesi sebagai Pengajar di Universitas Hasanuddin, Makassar. Muhammad dilaporkan karena diduga melanggar pasal 276 Peraturan Pemerintah 11/2017 tentang Manajemen ASN.

“Ketua DKPP diduga masih aktif mengajar atau menjalankan profesinya sebagai pengajar di Universitas Hasanuddin. Padahal yang bersangkutan merupakan pejabat negara,” ujar Wido Zuwika.

Dalam aduan ke KASN, Wido menjelaskan Muhammad diduga tidak pernah berhenti sementara sebagai ASN, meskipun telah menjadi penyelenggara Pemilu.

“Jika dugaan ini benar terbukti, berarti selama ini Ketua DKPP Muhammad itu mendapatkan penghasilan ganda dari negara, dari jabatannya sebagai Ketua DKPP dan sebagai Profesor atau guru besar di Fakultas Isipol Universitas Hasanuddin. Padahal sebagai ASN yang sedang menjabat sebagai penyelenggara Pemilu seharusnya dia berhenti sementara,” tegas Wido. 

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya