Berita

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra/Repro

Hukum

Amandemen UUD 1945 Sukar Dilakukan Hanya Untuk Revisi Periodesasi Presiden, Hakim MK: Karena Tak Cuma DPR Terutak-atik

SENIN, 12 APRIL 2021 | 14:43 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Wacana merevisi satu pasal di dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 sukar dilakukan menurut Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra.

Sebab Saldi Isra menilai, amandemen terbatas tidak mungkin dilakukan, misalnya yang terkait periodesasi jabatan Presiden. Karena apabila ada satu pasal diubah di dalam, maka bukan tidak mungkin pasal yang terkait lainnya harus ikut direvisi.

"Sekarang malah ada wacana melakukan amendemen terbatas UUD 1945. Hal itu tidak mungkin dilakukan. Kalau orang bicara satu titik dalam konstitusi, maka dia akan bersentuhan dengan titik lain," ujar Saldi dikutip melalui laman website MK, Senin (12/4).


Sebagai contoh, Saldi menyebutkan dasar pemikiran amandemen UUD 1945 pasca reformasi 1998. Di mana, ada keinginan dari Bangsa Indonesia untuk membatasi periodesasi jabatan presiden dari yang sebelumnya terjadi pada era orde lama dan orde baru.

"Ada pemikiran kekuasaan Presiden harus dibatasi. Ketika ada pemikiran untuk membatasi kekuasaan Presiden di salah satu sisi, ada keinginan memperkuat kewenangan DPR. Pembahasan itu terjadi dengan intens," paparnya.

Maka dalam konsep bernegara, Saldi Isra menjabarkan, kalau ada satu titik di dalam desain bernegara disetuh untuk di amandemen, maka perubahan tidak berhenti di titik itu saja.

"Misalnya kita ingin memperkuat kewenangan DPR, maka DPR akan bersentuhan dan berimplikasi terhadap lembaga-lembaga negara lainnya,” terang Saldi.

"Kalau mau mengutak-atik DPR, maka akan ada hubungannya dengan MPR, DPD, MK, MA dan lainnya," tambahnya.

Dari situ, Saldi Isra melihat isu besar dari amandemen UUD 1945 adalah soal pembentukan undang-undang. Yang mana, para pengubah konstitusi harus membuat desain baru yang lebih ideal terkait pembentukan undang-undang.

Namun begitu, dalam risalah UUD 1945 yang terkait pembentukan undang-undang, tidak ditemukan diskusi soal pembentukan undang-undang dalam sistem presidensiil.

Karena secara karakteristik perbedaan mendasar antara pembentukan undang-undang dalam sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer tidak terlepas dari relasi antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang legislatif.

Dalam sistem parlementer, pemegang kekuasaan eksekutif dengan pemegang kekuasaan legislatif  berkelindan ada di parlemen. Sedangkan dalam sistem parlementer, karena eksekutifnya juga merupakan anggota parlemen, maka kemudian yang membentuk undang-undang adalah gabungan antara anggota parlemen dengan anggota eksekutif yang sekaligus anggota parlemen.

"Ketika pemilu dibedakan untuk memilih anggota legislatif dan presiden, itu juga berpengaruh pada pembentukan undang-undang," ucapnya.

Oleh karena itu, Saldi Isra mengingatkan agar persoalan desain pembentukan undang-undang ikut dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan isu ini.

"Agar Putusan MK No. 92 Tahun 2012 yang di dalamnya memberikan penjelasan jauh lebih clear mengenai pembentukan undang-undang,” tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya