KEJAHATAN terorisme kembali terjadi, pada hari Rabu, tanggal 31 Maret 2021, sekitar jam 16.30 WIB. Ancaman nyata dan serangan serius ini berlangsung secara terbuka dan mengejutkan karena terjadi di dalam Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta, Indonesia.
Berlangsung hanya berselang tiga hari setelah terjadi kejahatan terorisme aksi bom bunuh diri, pada hari Minggu, tanggal 28 Maret 2021, di Makassar, Sulsel.
Penyerangan dilakukan oleh seorang perempuan muda yang berhasil masuk ke dalam kawasan Mabes Polri. Pelaku menembak dengan mengeluarkan setidaknya enam butir peluru ke arah anggota Polri yang berada di dalam dan di luar pos pengamanan dan penjagaan. Pelaku berhasil dilumpuhkan dengan tindakan tegas yang terarah dan terukur, dan pelaku akhirnya meninggal dunia.
Menurut Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, pelaku bertindak secara "Lone Wolf", dan pelaku berideologi "radikal ISIS". Meskipun pola aksi penyerangan secara formal dan faktual bersifat lone wolf, namun pola ini harus diletakkan dan dikembangkan dalam perspektif yang lebih luas. Juga ditempatkan dalam kerangka pemahaman yang tidak berdiri sendiri.
Institusi Polri melalui pernyataan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dan sejumlah pejabat Polri, meyakinkan dan memastikan kepada publik bahwa kondisi dan sistem keamanan umum tetap mantap terpelihara, dan stabiltas keamanan nasional senantiasa kondusif terjaga.
Kejahatan terorisme dalam wujud penyerangan bersenjata pistol ini, terjadi hanya kurang dari tujuh jam setelah Penulis bertemu dan berdiskusi dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Komjen Pol. Boy Rafli, pada hari Rabu, 31 Maret 2021, jam 10.00 WIB.
Pertemuan informal dan diskusi ini, pada dasarnya bertalian dan berintikan pada pemikiran strategis menejemen dan pertimbangan taktis kebijakan yang berdampak, mendasar, menyeluruh, dan efektif terhadap penanggulangan kejahatan terorisme di Indonesia.
Penulis menyampaikan usul saran kepada Kepala BNPT-RI Komjen Pol. Boy Rafli Amar, agar segera ada peryataan dan penegasan khusus. Juga secepatnya ada aksi kegiatan dan langkah berpengaruh yang meyakinkan dari jajaran otoritas terkait (Kepolisian Negara Republik Indonesia/Polri, BNPT-RI, Tentara Nasional Indonesia/TNI, Badan Intelijen Negara/BIN-RI, dan lain-lain) kepada publik.
Intinya adalah: sebuah peryataan khusus dan aksi kegiatan strategis dan efektif untuk meyakinkan dan memastikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sungguh-sungguh aman, nyaman, stabil, dan kondusif.
Kualitas pengamanan dan prosedur penjagaan di sejumlah lokasi strategis dan gedung vital, semakin ditingkatkan dan diperketat, setelah terjadi kejahatan terorisme aksi bom bunuh diri, di Makassar, Sulsel.
Sesaat setelah Penulis kembali dari kunjungan kegiatan di Kepni, Penulis bertemu dan berdiskusi bersama dengan Panglima Kodam (Pangdam) I/Bukit Barisan Mayjen TNI Hassanudin (membawahi empat Provinsi, yaitu: Sumut, Sumbar, Riau, dan Kepri), pada hari Selasa, tanggal 30 Maret 2021, di Markas Kodam, Medan, Sumut.
Pangdam I/Bukit Barusan menyampaikan kepada Penulis bahwa pengamanan dan penjagaan semakin ditingkatkan dan diperketat tanpa mengganggu secara serius kepentingan dan pelayanan umum. Hal yang sama diberlakukan dan diterapkan juga di kawasan markas kodam dan berbagai markas kesatuan lainnya.
Demikian juga saat Penulis bertemu dan berdiskusi bersama dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Ida Bagus Nyoman Wiswantanu, pada hari Selasa, tanggal 30 Maret 2021, di kantor Kejati, Medan, Sumut.
Pengamanan dan penjagaan ketat secara prinsipil diberlakukan dan diterapkan juga di gedung Polda Sumut dan di berbagai gedung satuan kerja lain atas perintah dan kebijakan Kapolda Sumut Irjen Pol. Panca Putra R.Z. Simanjuntak.
Kejahatan terorisme merupakan kejahatan luar biasa dan terorganisasi yang bersifat transnasional dan berbasis pada rantai jaringan dan jejaring terkait. Pola kekhasan dan metodologi kelaziman kejahatan terorisme, pada dasarnya hampir tidak bersifat personal-individual. Juga nyaris tidak dalam skala kecil dan khusus tersendiri. Kejahatan terorisme senantiasa dan mesti terkait dan tersambung dengan sejumlah variabel yang saling berkelindan dan berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung.
Hakekat kejahatan terorisme tidak berdiri sendiri dan juga tidak bergerak di atas landasan urusan teknis pribadi yang non ideologis. Kejahatan terorisme justru sungguh-sungguh amat sarat dengan paham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi radikal yang mengarah, mengkristal, dan mewujud menjadi sebuah dan serangkaian faham radikalisme dan aksi kejahatan terorisme.
Intisari kejahatan terorisme berurat berakar dan bertumbuh berkembang dari radikalisme. Apalagi ketika radikalisme menemukan ruang, kesempatan, tempat untuk bergerak dan bertindak menjadi kejahatan terorisme.
Kesifatan dan "DNA" kejahatan terorisme pada dasarnya menganut kebencian ideologis, mengandung kekerasan serius, dan menebar ketakutan umum. Aksi-aksi Kejahatan terorisme memiliki relasi kuat dan mempunyai akar hubungan serius dengan elemen radikalisme yang dianut oleh seseorang dan sekelompok kecil warga masyarakat tertentu dan komunitas kecil tertentu.
Elemen radikalisme dan kejahatan terorisme melakukan produksi, reproduksi, distribusi, redistribusi faham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi radikal ke sejumlah simpul yang potensial untuk digarap dan dipengaruhi.
"Darah" radikalisme dan terorisme berpotensi emosional dan temperamental sehingga menjadi "naik pitam" ketika mendapati ada "medan perang" yang bernuansa ideologis radikal. Apalagi ketika medan perang tersebut merupakan konflik bernuansa ideologis primordial dan sektarian, baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri.
Juga ketika terjadi kerusuhan berbau primordial dan sektarian maka momentum kerusuhan tersebut menjadi lahan subur dan pasar potensial bagi kaum radikalis dan teroris untuk bertindak dan bermain.
Bahkan kemudian konflik dan kerusuhan yang terjadi tersebut pada gilirannya membangunkan dan membangkitkan "sel-sel" lama dan baru radikalisme dan terorisme. Pola kebangkitan sel-sel tersebut mengalir dan mengkristal dengan skala rendah, kecil, sempit, dan terkesan seperti pola yang terpisah-pisah, padahal sesungguhnya kait-mengait oleh pengaruh radikalisme dan dalam kerangka terorisme.
Ada juga pola kebangkitan sel-sel lama dan baru tersebut oleh karena daya dorongan dan hasutan kelompok atau kelompok-kelompok radikalis. Sehingga atmosfir kebangkitannya bisa berskala tinggi, besar, luas, dan memiliki relasi yang saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri.
Paham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi radikalisme dan terorisme, pada hakekatnya dianut oleh kaum radikalis dan teroris. Anutan tersebut diakibatkan karena terkena, terpapar, terpengaruh, terhasut, dan terilhami dengan suntikan paham, ajaran, aliran, doktrin, ideologi yang radikal. Prinsip dasar dan azas umum radikalisme dan terorisme tersebut menyimpang, menentang, dan melawan nilai-nilai perikehidupan dan perikemanusiaan yang otentik, sejati, luhur, dan mulia.
Elemen radikalis dan doktrin ideologis radikalisme serta elemen teroris dan doktrin ideologis terorisme, pada dasarnya bersimpangan bahkan bertentangan dan berlawanan dengan sistem nilai dan nilai-nilai kemanusiaan, keadaban, kebajikan, kebhinnekaan, kemajemukan, dan kepelbagaian.
Radikalis dan teroris generasi terbaru, baru, dan lama, sesungguhnya adalah "korban awal", akibat karena pengaruh, ajakan, hasutan, provokasi, manipulasi, intimidasi, dan doktrinasi. Korban awal ini merupakan lapisan yang emosional, temperamental, sentimental, frustasional, kosong dan lemah ketahanan mental spritual, dan lain-lain.
Lapisan ini sadar ataupun tidak sadar merupakan korban yang dikorbankan oleh para pelaku intelektual radikal, pimpinan kelompok radikal, dan pimpinan golongan teroris. Para intelektualis dan pimpinan tersebut melakukan penjaringan, penyaringan, pelatihan, pengujian, dan pembinaan kader radikal teroris. Ada kaderisasi dan regenerasi terbuka dan tertutup.
Hakekat nilai-nilai yang sesungguhnya dan sejatinya dari Kebertuhanan dan Keberimanan ketika dibumikan adalah terletak pada tumbuhnya pengakuan jujur, penghormatan lurus, dan perlakuan bajik yang tulus.
Kualitas pengakuan, penghormatan, dan perlakuan tersebut diperuntukkan bagi kemanusiaan dan keutuhan ciptaan: sebuah dan serangkaian nilai kemanusiaan yang bersifat manusiawi dan maknawi; nilai kemanusiaan yang sama-sama berharkat dan bermartabat: nilai kemanusiaan yang saling bersaudara abadi dan bersahabat sejati: nilai kemanusiaan yang berbeda-beda asal usul dan latar belakang: dan nilai kemanusiaan sebagai manusia yang sama-sama merupakan Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Hakekat dan "DNA" nilai kemanusiaan dengan segala anugerah kehadiran dan keberadaan manusiawi kemanusiaan adalah berbhinneka (kemajemukan) dan beragam (kepelbagaian). Lagi pula memiliki harkat dan martabat kemanusiaan. Kualitas sistem nilai ini akan semakin bermakna dan berarti ketika basis nilai-nilai ini di atas yang terkandung dan melekat di dalamnya, harus senantiasa dipraxiskan dan dibumikan di manapun, kapanpun, dan kepada siapapun. Dengan demikian akan semantiasa mewarnai dan memaknai kultur kehidupan yang semakin inklusif, moderat, dan toleran.
Pemikiran, sikap, perbuatan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi sangat diperlukan dan amat dibutuhkan dalam kehidupan beragama, beriman, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perihal inklusi, moderasi, toleransi, pada gilirannya menjadi aktual, relevan, dan penting untuk ditumbuhkan dan disuburkan.
Bahkan merupakan prasyarat utama dan syarat mutlak sebagai jawaban untuk mencegahi, mengatasi, menangani, dan menghilangi benih lahir dan akar tumbuh radikalisme dan terorisme. Kualitas berkehidupan sesama manusia dan masyarakat yang berbasis dan berintikan pada pembumian prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi, pada dasarnya berfungsi efektif dan berdaya positif bagi upaya untuk mencegahi, mengakhiri, dan menyudahi radikalisme dan terorisme.
Fungsi dan daya ini merupakan alternasi yang efektif dan menjadi solusi yang produktif untuk mencegah dan menutup ruang, kesempatan, dan tempat bagi lahirnya dan berkembangnya radikalisme dan terorisme. Perihal pemikiran, sikap, perbuatan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi, harus dikapitalisasi secara meningkat, mendalam, dan meluas.
Kemudian menjadi narasi dan aksi yang harus semakin menguat dan mendominasi diskursus kehidupan dan pergaulan kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan di berbagai bidang secara menyeluruh. Dengan demikian tidak ada sedikitpun dan sekecilpun ruang, kesempatan, dan tempat bagi benih dan akar radikalisme dan terorisme untuk lahir dan tumbuh.
Narasi dan aksi yang memandu, menyertai, dan mewarnai pemikiran, sikap, pergaulan, perbuatan, dan perilaku, harus senantiasa menunjukkan, meneguhkan, mengukuhkan energi positif, yaitu potensi, modal, jiwa, semangat, dan kekuatan yang positif. Energi positif berprinsip pada harkat martabat dengan spritualitas kemanusiaan, dan juga yang bernilai pada etik moral dengan spritualitas persaudaraan dan persahabatan yang hakiki.
Keseluruhan monumen bangunan dan isi materi dari berbagai narasi dan aksi energi positif ini di atas merupakan faham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi kebaikan, kebajikan, dan keadaban yang sesungguhnya luhur dan mulia. Sebuah dan serangkaian keluhuran dan kemuliaan yang bersumber dan berasal dari Agama-Agama dan Kepercayaan Samawi yang dianuti dan diimani. Juga merupakan nilai-nilai keluhuran dan kemuliaan dari tradisi kebiasaan dan kebudayaan yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat Indonesia.
Keseluruhan konstruksi dan substansi nilai-nilai luhur dan mulia masyarakat dan bangsa Indonesia terkandung dalam Sila-Sila Pancasila. Falsafah, dasar, dan ideologi Pancasila merupakan dan menjadi panduan ideologis yang merawat (membumikan dan memaksimalkan) energi positif humanisme (kemanusiaan, keadaban, kebajikan, kebhinnekaan, kemajemukan, kepelbagaian, kesaudaraan, kesahabatan, dan kebersamaan).
Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi bersama, pada dasarnya ketika dipraxiskan dan dibumikan bersama maka Pancasila dapat menjadi dan merupakan arahan, amunisi, dan obat ideologis. Terutama dan khususnya untuk melawan (meminimalkan dan menghilangkan) energi negatif yang manipulatif dan provokatif, yaitu: radikalisme dan terorisme.
Kejahatan terorisme sebagai extraordinary crimes, memiliki sejumlah hal yang berkaitan dan bersentuhan dengan apa dan bagaimana mengenai agenda, motif, tujuan, target, sasaran dari kejahatan terorisme. Perihal ini tentu merupakan perspektif dari seseorang dan sekelompok komunitas radikalis dan teroris yang merencanakan dan melakukan kejahatan terorisme.
Elemen yang merencanakan dan melakukan kejahatan terorisme berbasis pada kalangan pelaku operasional teknis dan kalangan pelaku intelektual strategis. Kalangan pelaku operasional dan intelektual selalu bercita-cita tinggi dan berharap penuh untuk menyebarkan dan menyuburkan ketakutan publik secara lokal, nasional, regional, dan internasional dengan masif.
Kejahatan terorisme dengan segenap anasir pelakunya, penggagasnya, dan penggeraknya, menjadi berantakan habis dan gagal total. Kemudian mengalami kegagalan harapan dan kehancuran cita-cita untuk menyebarkan dan menyuburkan ketakutan apabila dikaitkan dengan sejumlah faktor. Apabila dan ketika masyarakat, bangsa, negara, dan publik manapun menunjukkan dan memastikan sepenuhnya secara terbuka untuk tidak takut sedikpun dan sekecilpun terhadap aksi-aksi kejahatan terorisme.
Juga apabila dan ketika tidak takut terhadap teror-teror ketakutan dari kaum radikalis dan teroris (kejahatan terorisme). Kemudian apabila dan ketika masyarakat, bangsa, negara, publik regional dan internasional berkonsolidasi dan beraksi melawan dan mengatasi kejahatan terorisme dengan keberanian dan ketegasan secara terbuka, bersatu, dan bergotongroyong.
Kegagalan dan kehancuran kejahatan terorisme menjadi nyata karena tidak berhasil menyebarkan dan menyuburkan ketakutan. Selain karena faktor masyarakat, bangsa, negara, dan publik bersatu melawan kejahatan terorisme, dan sama sekali tidak takut terhadap aksi-aksi terorisme. Juga karena dorongan faktor kemauan yang kuat dan keberanian yang tinggi dari keseluruhan kalangan luas, yang secara langsung dan terbuka menunjukkan keberanian dan ketegasan yang bersatu padu-kuat dan bergotongroyong utuh-kompak mencegahi, menghadapi, dan mengatasi kejahatan terorisme.
Kejahatan terorisme pada dasarnya, dan selanjutnya pada akhirnya, sering dan selalu mengalami kegagalan yang berantakan dan beruntun. Juga senantiasa menemui jalan buntu keberhasilan. Pikiran, hati, dan nurani kemanusiaan publik di manapun dan kapanpun selalu dan pasti menolak dan menentang aksi-aksi kejahatan terorisme, apapun dasar argumentasi dan motif pertimbangan dari teroris melakukannya.
Doktrin abadi dan ideologi sejati dari kejahatan terorisme adalah menegasikan, meniadakan, dan menghancurkan kemanusiaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Juga menentang, melawan, dan merusak nilai-nilai keadaban, kebajikan, kebhinnekaan, kemajemukan, dan kepelbagaian.
Malahan sesungguhnya dan sejatinya kejahatan terorisme dengan segala aksi-aksi teror justru selalu menentang, melawan, dan menghancurkan faham dan nilai-nilai keagamaan dan keimanan yang amat luhur, mulia, dan sakral. Paham dan nilai-nilai keagamaan dan keimanan justru mengandung sekaligus mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan, keadaban, kebajikan, kebhinnekaan, kemajemukan, kepelbagaian dengan jiwa dan semangat persaudaraan abadi dan persahabatan sejati.
Pengajaran dan penyebaran nilai-nilai ini dengan pola keteladanan, dan melalui pemikiran, sikap, pergaulan, perbuatan, dan perilaku yang berbasis inklusi, moderasi, dan toleransi.
Dengan demikian, yang terjadi dengan kejahatan terorisme adalah tidak hanya dan bukan saja tidak mendapat dukungan publik terhadap aksi-aksi kejahatan terorisme yang dilakukan. Namun dan melainkan justru mendapat perlawanan keras dan penolakan tegas dari masyarakat, bangsa, negara, dan publik. Kejahatan terorisme kehilangan segalanya dan semuanya. Kehilangan dasar etika dan landasan moral. Dan lagi pula kehilangan legitimasi teologis, sosiologis, ekonomis, politis, historis, dan sebagainya.
Kejahatan terorisme kehilangan keseluruhan dari apa yang dipikirkan, direncanakan, dilakukan, dan ditargetkan karena dari "kelahirannya dan kehadirannya" saja sudah "cacat", "aneh", dan tidak legitim. Bahkan sudah menyimpang dan bertentangan dengan azas keadaban dan kebajikan serta membahayakan dan berlawanan dengan hakekat kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Lagi pula, keseluruhan "jiwa semangat" dan "batang tubuh" radikalisme dan terorisme dari awal dan sejak dini sudah sangat berkesalahan. Kesalahan total dan kejahatan universal radikalisme dan terorisme adalah karena melawan alur dinamika persaudaraan dan persahabatan. Dan juga karena menentang sejarah perjalanan hidup dan nafas panjang manusia dan kemanusiaan sebagai Ciptaan Tuhan Yang Maha Penguasa dan Pelindung.
Agenda utama dan aksi kegiatan bersama yang mesti dibangun dan diselenggarakan adalah bergotongroyong merawat humanisme dan melawan terorisme. Masyarakat dan bangsa Indonesia, juga publik harus pada posisi dan sikap pendirian mendukung dan bekerjasama dengan jajaran institusi otoritatif. Otoritas yang memiliki tugas, tanggungjawab, dan kewenangan untuk melakukan penanggulangan, pencegahan, penindakan, dan penegakan hukum terhadap kejahatan terorisme.
Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT-RI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Badan Intelijen Negara (BIN-RI), merumuskan, melaksanakan, dan menumbuhkan sejumlah program kebijakan strategis mendasar dan kegiatan aksi teknis menyeluruh untuk menanggulangi, mencegah, dan menindak kejahatan terorisme.
Juga sekaligus meyakinkan dan memastikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) aman, nyaman, stabil, dan kondusif dari ancaman dan gangguan radikalisme dan terorisme. Institusi Polri sebagai pengendali, pemandu, dan penggerak yang otoritatif melakukan melakukan pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum terhadap kejahatan terorisme. Demikian juga institusi BNPT-RI yang bertugas dan berfungsi melakukan penanggulangan terorisme. Tentu secara strategis dan teknis, didukung sepenuhnya oleh TNI dan BIN-RI.
Kualitas sistem dan stabilitas keamanan nasional serta situasi dan kondisi ketertiban umum, semakin terbangun, terpelihara, dan terjamin ketika diletakkan dan dikembangkan dengan pendekatan holistik integral utuh menyeluruh (pola dan metode penanggulangan dari hulu ke hilir). Sembari melancarkan agenda mereformasi dan mentransformasi kualitas sistem penindakan dan penegakan hukum oleh institusi Polri sebagai penegak hukum dan pemelihara keamanan. Juga sebaiknya dan secepatnya mesti dimaknai dengan sejumlah agenda kaitan lainnya yang strategis, berpengaruh, dan menentukan untuk menanggulangi doktrin dan ideologi radikalisme dan kejahatan terorisme.
Beberapa agenda tersebut ditandai dengan penyelenggaraan program, pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian narasi dan aksi, serta energi positif sebagai instrumen pencegahan radikalisme dan terorisme. Juga sebagai instrumen perlindungan publik dari radikalisme dan terorisme. Agenda tersebut juga meliputi agenda mencegah dan melindungi anak-anak, remaja, pemuda, dan masyarakat berbagai profesi, asal usul, latar belakang.
Pencegahan dan perlindungan terhadap publik yaitu dari rayuan, hasutan, serbuan pengaruh, dan ancaman oleh paham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi radikal yang menyimpang dan bertentangan dengan kemanusiaan, kemasyarakatan, kebangsaan, keadaban, dan kebajikan.
Penanggulangan berbasis pencegahan dini dan pemantapan diri, secara kultural, instrumental, dan struktural dapat didaratkan dan dijabarkan dalam berbagai pola, bentuk, jenis, sifat, karakteristik pendekatan. Ada berbagai agenda program dan aksi kegiatan kesenian, pendidikan, kebudayaan, dan keolahragaan.
Kemudian sebanyak mungkin energi positif mesti mewacanakan, mengkomunikasikan, dan mempublikasikan idiom-idiom narasi dan aksi kemanusiaan, kemasyarakatan, kebangsaan, keadaban, kebajikan, kebhinnekaan, kemajemukan, kepelbagaian yang solider dan egaliter.
Sejumlah peraturan perundang-undangan, berbagai instrumen regulasi, dan pranata sosial, ekonomi, politik, hukum, media massa (media publik dan media sosial) harus memiliki kekuatan dan mempunyai potensi. Perihal potensi dan kekuatan ini diorientasikan untuk membumikan Pancasila sehingga semakin mendominasi dan menguasai arena publik dan area umum dengan narasi keseluruhan Nilai-Nilai Pancasila.
Pembumian Pancasila sekaligus juga untuk mencegah dan menutup lahirnya dan tumbuhnya wacana, narasi, aksi radikalisme dan terorisme. Keseluruhan unit program dan kegiatan; ruang dan simpul strategis keagamaan, kepercayaan, pendidikan, dan pengajaran; instansi ekonomi, bisnis, keuangan, korporasi, koperasi dan UMKM, jasa pelayanan; elemen civil society, ornop (LSM/NGO), organisasi keagamaan, kemasyarakatan, profesi, kepemudaan, kemahasiswaan, berbagai komunitas ; institusi birokrasi, pemerintahan, pertahanan, keamanan, hukum, dan kenegaraan, harus bertugas, bergerak, dan bertanggungjawab dengan jelas, tegas, cepat, tepat, dan pasti.
Sifat dan hakekat posisi akan tugas, gerakan, dan tanggungjawab ini harus proaktif, produktif, dan efektif untuk memberesi dan menuntasi idiom-idiom dan jargon-jargon radikalisme dan terorisme.
Pemerintahan Nasional Kenegaraan RI di bawah kepemimpinan Presiden RI Jokowi dan Wakil Presiden RI K.H. Maruf Amin beserta seluruh jajaran, sejak awal dari dahulu sampai sekarang hingga seterusnya, sudah bersikap jelas, berpendirian tegas, berketetapan kuat untuk menentang dan melawan radikalisme dan terorisme.
Juga untuk menanggulangi, mencegah, menindak, mengatasi, dan menangani kejahatan terorisme. Presiden RI Jokowi bertekad bulat dan kuat bahwa sama sekali tidak ada ampun dan tidak ada kompromi terhadap kejahatan terorisme sebagai kejahatan luar biasa dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jajaran Kepresidenan RI, MPR-RI, DPR-RI, DPD-RI, MA-RI, MK-RI, Kementerian Koordinator Polhukam RI, Kementerian Koordinator PMK RI, Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Pertahanan RI, Kementerian Keuangan RI, Kementerian Agama RI, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Kementerian Sosial RI, Kementerian PAN Dan RB RI, Kementerian BUMN RI, Kementerian Pemuda Dan Olahraga RI, Kementerian PPPA RI, Kementerian Koperasi dan UMKM RI, Kejaksaan RI, Polri, TNI, BIN-RI, BNPT-RI, dan sebagainya, harus senantiasa bersatu padu dan bekerjasama erat melawan dan menanggulangi kejahatan terorisme.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo beserta jajaran Polri telah mencegahi, mengatasi, dan menangani sejumlah kejahatan terorisme faktual dan kejahatan terorisme potensial. Sehingga tidak terjadi kejahatan terorisme yang keras, yang berarti, yang beruntun, yang berdampak serius dan luas. Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dan sejumlah pejabat utama dan staf Mabes Polri sudah dan akan berkunjung lagi ke sejumlah wilayah. Selanjutnya memantau langsung situasi daerah dan kondisi lapangan.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo beserta seluruh jajaran Polri meyakinkan secara serius dan memastikan dengan sungguh-sungguh bahwa Indonesia Maju pada dasarnya aman, nyaman, stabil, dan kondusif. Pemeliharaan keamanan dan kualitas pengamanan Indonesia berlangsung lancar, baik, dan mantap. Khususnya dan terutama selama rangkaian kegiatan dalam rangka penyelenggaraan Ibadah Kamis Putih, Kebaktian Jumat Agung, dan Perayaan Minggu Paskah baru-baru ini.
Jajaran BNPT-RI, TNI, BIN-RI, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, dan jajaran terkait lainnya, secara institusional dan kolegial, juga telah dan sedang menunaikan tugas pengabdian kenegaraan untuk menanggulangi kejahatan terorisme.
Keseluruhan jajaran institusi ini bersama instansi terkait lainnya, sudah berperan optimum dan telah bertugas maksimum secara berarti dan menentukan dalam menanggulangi kejahatan terorisme. Profesionalitas dan proporsionalitas masing-masing institusi sangat berpengaruh dan berdampak positif, kondusif, dan efektif terhadap semangat dan agenda bersama masyarakat dan bangsa Indonesia.
Perspektif pemikiran dan pertimbangan atas kerjasama dan kebersamaan semakin relevan dalam kaitan penanggulangan kejahatan terorisme. Apalagi kejahatan terorisme bersifat dan berdimensi kejahatan transnasional serta berada dan bergerak dalam konteks geostrategis kawasan lokal, nasional, regional, dan internasional.
Perspektif ini juga menantang dan mengundang masyarakat, bangsa, negara Indonesia dan dunia internasional untuk bergotongroyong merawat humanisme dan melawan terorisme.
Penulis adalah Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia.