Diskusi "Prospek Fincial Technology untuk Pesantren" yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (31/3)/Net
Pondok Pesantren memiliki potensi yang besar dalam memgembangkan financial technology di lingkungannya mengingat jumlah pesantren di Indonesia puluhan ribu dan santri yang mencapai jutaan.
Hal itu mengemukan dalam diskusi yang bertajuk "Prospek Fincial Technology untuk Pesantren" di Jakarta, Rabu (31/3). Diskusi yang diselenggarakan TVNU itu melibatkan tiga pembicara. Mereka adalah Koordinator Sub Direktorat Perekonomian I Kominfo, Eko Slamet Riyanto, Sekretaris LTN PBNU, Savic Ali, dan Wakil Ketua RMI PBNU, Hatim Ghazali.
Eko Slamet Riyanto mengatakan, fintech bukan hal baru, apalagi di era teknologi yang semakin maju.
Untuk itu, puluhan ribu jumlah pesantren dan jutaan santrinya perlu mengembangkan
fintech di lingkungannya.
"Itu potensi yang luar biasa," kata Eko dengan penuh keyakinan.
Apalagi, sambung Eko, pesantren kini semakin melek terhadap teknologi informasi. Dia pun menyatakan bahwa pemerintah mendukung kemajuan
fintech di pesantren.
"Mungkin dari pemerintah (terutama Kominfo) akan
supprot, terutama di sisi infrastrukturnya," ucapnya.
Savic Ali mengatakan, perkembangan
fintech di Indonesia, khususnya lingkungan NU termasuk di dalamnya ada pesantren sangat membaik. Meskipun disadari jika dibandingkan dengan negara maju seperti China, Indonesia masih tertinggal jauh.
Savic menyatakan, di berbagai tempat di China, banyak penduduknya yang dalam bertransaksi tidak memakai uang
cash, melainkan menggunakan barcode.
"Kalau ini diterapkan di dunia pesantren tentu akan sangat memudahkan karena memang ada jutaan santri yang ada di Indonesia," ucap Savic.
Sementara Hatim Ghazli mengatakan, penggunaan
fintech di pesantren belum masif dikarenakan masih banyak persoalan yang tidak mudah untuk diselesaikan.
Persoalan yang dimaksud, seperti tidak semua pesantren mendapatkan informasi terkait
fintech itu sendiri, kemudian pesantren bisa "resisten" terhadap
fintech karena dapat mengubah struktur dan sistem yang selama ini berjalan di pesantren.
"Jadi satu sisi pesantren harus terbuka dengan kemajuan yang sangat pesat di dunia
fintech ini, tapi dalam hal yang lain harus ada mitigasi terhadap persoalan-persoalan yang muncul salah satunya adalah perubahan tradisi di pesantren," kata Hatim.
Dia mencontohkan tradisi yang berjalan di pesantren. Menurutnya, masyarakat atau wali santri kalau berkunjung ke rumah kiai membawa hasil buminya.
"Nah kok sekarang tiba-tiba di depan rumahnya kiai ada barcode, ini menjadi sesuatu yang lucu," ucapnya.