Berita

Ppengamat politik Islam dan demokrasi Dr. Muhammad Najib/RMOL

Muhammad Najib

Antara Khilafah Islamiah Dan Khilafah Pancasila

RABU, 31 MARET 2021 | 18:02 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

JUDUL di atas sengaja dipilih sekedar untuk menarik perhatian pembaca, mengingat istilah "Khilafah Islamiah" dan "Khilafah Pancasila" merupakan dua istilah yang layak disandingkan, akan tetapi bukan untuk ditandingkan.

Islam sebagai landasan konstitusi sekaligus landasan spiritual dan moral dalam bernegara ternyata terlalu modern di zamannya, sehingga hanya mampu bertahan selama 28 tahun (632 M-660 M) ditandai dengan empat khalifah setelah ditinggal Rasulullah yang dikenal sebagai Khalifahu Rasyidin (Khalifah yang lurus).

Setelah era Khalifahu Rasyidin model pemerintah demokratis yang berbasis pada prinsip Syura atau musyawarah yang dirintis oleh Rasulullah diganti dengan model kerajaan yang saat itu digunakan oleh bangsa Romawi dan bangsa Parsi.


Menurut Dekan FISIP Universitas Islam Negri Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Ali Muhanif, stilah "khilafah" dimaknai sebagai "kepemimpinan" yang bersifat universal. Dalam kontek bernegara modern, ia bisa berbentuk republik atau kerajaan, dapat berbentuk presidensiel atau parlementer.

Indonesia ternyata mengalami hal serupa, karena Pancasila sebagai landasan ideologis sekaligus landasan konstitusional bagi bangsa Indonesia yang didisain oleh para pendirinya sebagai negara modern, ternyata sampai sekarang belum difahami oleh sebagian besar rakyatnya, terlihat dari belum munculnya budaya modern dalam menyikapi berbagai persoalan bangsa dan negara belakangan ini.

Tulisan-tulisan Nur Cholish Majid terkait tema ini yang dihimpun dalam buku dengan judul: Islam Keindonesiaan dan Kemodernan, tampaknya masih relevan untuk dikaji dan direnungkan sampai sekarang.

Menurut Cak Nur panggilan akrabnya, negara Republik Indonesia yang dibangun di atas fondasi Pancasila, mirip dengan negara Madinah yang dibangun Rasulullah bersama tokoh-tokoh Yahudi, Nasrani, dan penganut kepercayaan lokal. Karena gagasan dan keluhuran akhlaknya, mereka kemudian mendaulat Muhammad bin Abdullah menjadi pemimpinnya.

Saya menduga persoalan kita saat ini, bukan terletak pada pemahaman yang keliru akan perspektif ideologis maupun historis, akan tetapi munculnya fenomena agama yang hanya dijadikan bungkus untuk mendapatkan dukungan politik baik untuk terkait dengan kepentingan pribadi maupun kelompok dalam perebutan kekuasaan.

Fakta ini terlihat nyata pada maraknya penggunaan narasi Islam baik yang merujuk pada Al Qur'an maupun Khadist atau Sunnah di dunia politik, khususnya menjelang Pileg, Pilpres, dan Pilkada.

Bukti lain dapat dilihat pada fakta, meskipun kini negara membuka ruang selebar-lebarnya untuk mengembangkan ekonomi Syariah atau ekonomi berbasis Syar'i yang ditandai dengan berdirinya Bank Syariah Indonesia (BSI) dan dukungan negara terhadap operasi Badan Wakaf, ternyata tidak mendapatkan sambutan antusias baik dari para pelaku usaha muslim, ulama, maupun ormas Islam.

Karena itu sebagai bangsa Indonesia sudah selayaknya kita bersyukur sekaligus berterimakasih kepada para founding faders yang telah berhasil merumuskan fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang bukan saja sejalan dengan semangat kemodernan, akan tetapi sejalan dengan semangat ke-Islaman sebagaimana dicontohkan Rasulullah.

Pancasila sebagai landasan ideologis maupun yuridis yang lahir pada saat pertarungan ideologis yang sangat keras, ternyata tidak terkontaminasi oleh berbagai ideologi yang berorientasi pada kehidupan dunia semata.

Pancasila terbukti berhasil dirumuskan sesuai dengan jatidiri atau DNA sejati yang mencerminkan kehidupan masyarakat kita yang moderat, toleran, dan guyub yang dalam terminologi Islam dikenal dengan wasatiah dan rahmatanlilalamin.

Karena itu apa salahnya jika saya menggunakan istilah "Khilafah Pancasila", yang bukan mustahil menjadi sebuah model negara Islam di era modern yang menjadi sumbangan bangsa Indonesia kepada dunia Islam yang sampai saat ini masih mencari bentuk model ideal.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya