Berita

Pemimpin Redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Ruslan Tambak/Net

Politik

Hapus Presidential Threshold Jika Khawatir Pembelahan, Bukan Dengan Presiden 3 Periode

RABU, 24 MARET 2021 | 19:35 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Wacana amandemen terbatas UUD 1945 bergulir semakin deras menyusul isu penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode melalui amandemen kelima di MPR.

Pemimpin Redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Ruslan Tambak menyampaikan pandangan bahwa wacana presiden tiga periode hanya perbincangan di kalangan elit, bukan dorongan dari bawah.

Terlebih, Presiden Joko Widodo sendiri sudah berulang kali mengelak dan tidak terima dengan wacana itu, lantaran dia dianggap ambisius ingin melanggengkan kekuasaan.


"Wacana ini sudah muncul tiga kali, tiga kali juga Bapak Jokowi sudah menolak. Dan menurut saya, isu amandemen ini isu elite ya, terutama usulan tiga periode," ujar Ruslan Tambak dalam acara Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk 'Membedah Wacana Atas Amandemen Terbatas UUD 1945' secara virtual, Rabu (24/3).

Menurut Ruslan, jika memang amandemen UUD 1945 dirasa perlu dalam konteks ketatanegaraan dan kebaikan untuk bangsa ke depan, maka harus melibatkan semua anak bangsa, dan dilakukan kajian mendalam.

"Harus isu yang lahir dari bawah. Ya ini harus menjadi kebutuhan mendasar di masyarakat. Makanya kalau isu ini lahir dari bawah ya harus disambut. Jadi (amandemen) ini untuk siapa?" cetusnya.

Selain itu, Ruslan menyoroti wacana menghidupkan kembali Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang dulu disebut Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Menurutnya, perlu diskursus panjang untuk menghidupkan kembali PPHN. Atau kalau bisa cukup ditampung dalam sebuah undang-undang.
 
"Kalau pun ini misalnya harus dihidupkan GBHN/PPHN, menurut saya oke, tidak apa-apa, tapi kan masih ada ruang lain, tidak harus lewat amandemen," tuturnya.

Selanjutnya, Ruslan juga menyoroti jika alasan presiden 3 periode hanya sekadar untuk mengatasi pembelahan akibat polarisasi, maka solusinya bisa dengan mengurangi atau menghapus ambang batas pencapresan atau presidential threshold.

"Menurut saya, yang bisa mengatasi itu angka presidential threshold dikurangkan atau bisa dihapus. Kalau tetap 20 persen atau dinaikkan, ya akan ada dua paslon lagi, maksimal tigalah, pasti akan ada pembelahan lagi," tuturnya.

Selain itu, Ruslan mengusulkan agar demokrasi di Indonesia lebih sehat, sebaiknya masa jabatan presiden dibatasi dua periode, seperti sekarang. Dan kalau bisa, dua periode itu jangan berturut-turut.

"Soal petahana. Saya malah berpandangan kalau demokrasi kita ingin lebih sehat ya boleh dua periode, tapi jangan berurutan. Kita lihat saja fakta di lapangan bahwa di kabupaten/kota, provinsi, bahkan presiden, ya petahana itu biasanya mayoritas menang. Banyak yang terpilih karena abuse of power," ucapnya.

Ruslan Tambak bersama pengamat Department of Politics and International Relations CSIS, Arya Fernandez hadir sebagai penanggap dalam diskusi Forum Diskusi Denpasar 12 tersebut.

Adapun narasumber diskusi yang dibuka oleh Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat itu, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Prof. Valina Singka, pakar hukum tata negara Universitas Pasundan Atang Irawan, dan Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari, serta closing remarks wartawan senior Saur Hutabarat.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya