Berita

Pengamat Kebijakan Publik UPI, Karim Suryadi/Net

Politik

Perpres 10/2021 Jadi Blunder Jokowi

SENIN, 01 MARET 2021 | 17:12 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Pelegalan produksi minuman keras (miras) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada 2 Februari lalu tak henti mendapat kritikan dari berbagai kalangan.

Meski Perpres tersebut merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), tetap saja dinilai tidak elok.

Menurut pengamat Kebijakan Publik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Karim Suryadi, Perpres tersebut akan menimbulkan penolakan dari masyarakat dan berujung pada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).


Jika Kamtibmas terganggu, para investor tidak akan masuk. Sebab pada prinsipnya investor akan datang apabila situasi tetap kondusif.

"Menurut saya blunder, meskipun saya bukan ahli ekonomi tetapi saya meragukan dampak Perpres miras terhadap ekonomi. Nah Perpres Miras ini mengancam kondusivitas masyarakat," kata Karim, Senin (1/3).

Karim menilai, legalitas produksi miras tidak didukung oleh modal sosial, meskipun diberlakukan di provinsi yang mayoritas masyarakat non-muslim yakni Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Ia menyebut masyarakat manapun akan menolak terjadi mabuk-mabukan di muka umum.

"Meski mereka (masyarakat) tahu bahwa itu (legalitas miras) dibolehkan nantinya juga akan melihat seberapa jauh maslahatnya bagi kepentingan publik," ujarnya, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

Kendati begitu, ia tak menampik bahwa terdapat masyarakat yang menoleransi kebiasaan mengomsumsi miras jika dilangsungkan di ruang privat.

"Saya yakin mereka tidak akan mengizinkan bila dilegalisasi di ruang publik," ucapnya.

Karim menambahkan, Perpres tersebut menabrak fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan miras. Jika suatu hal yang sebelumnya diharamkan tetapi saat ini justru dilegalkan, ke depannya akan terdapat banyak larangan-larangan yang bisa dilawan oleh negara.

"Hal tersebut akan menjadi preseden bahwa barang dan jasa yang diharamkan demi alasan ekonomi bisa-bisa dibuka atau diiventasikan," tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya