Berita

Salah satu hasil survei tentang kinerja menteri/Repro

Politik

Prof Hamdi Moeloek: Survei Opini Publik Tentang Kinerja Menteri Bisa Menyesatkan

SENIN, 01 MARET 2021 | 01:24 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Anggota Dewan Etik Persatuan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Prof Hamdi Muluk, menganggap survei opini publik tentang kinerja menteri, dapat menyesatkan karena bias popularitasnya sangat tinggi.

"Mungkin kita perlu lebih hati-hati, membaca sebuah pekerjaan ilmiah bernama survei opini publik,” ujar Prof Hamdi, Minggu (28/2).

Pihaknya menjelaskan survei opini publik biasanya menanyakan pada masyarakat luas yang sampelnya ditarik secara random, kemudian ditanya tentang kepuasan responden terhadap kementerian tertentu dan nama menterinya.


“Ini ada problem kalau di pemberitaan disimpulkan bahwa menteri ini mempunyai kinerja bagus,” katanya.

Menurut Hamdi, jika ada kepuasan dari sejumlah responden yang ditarik secara random dari populasi umum, bukan berarti secara objektif bisa ditarik kesimpulan bahwa kinerjanya paling bagus.

"Kita harus pisahkan ini. Kalau misalnya dalam pemberitaan ada framing bahwa kementerian ini kinerjanya paling bagus, itu kesimpulan yang bisa menyesatkan,” tegasnya.

Hamdi Moeloek menghargai jika ada masyarakat yang berpendapat kinerja kementerian bagus dengan secara subjektif mengaku puas.

“Orang-orang banyak merasa puas atau dimata dia bagus, padahal responden itu tidak punya pengetahuan yang memadai untuk menilai kinerja, tapi ditanyakan,” katanya.

Menurut Hamdi hal itu akan membuat bias popularitasnya akan sangat kuat dua juga menyarankan untuk yang menyangkut kinerja, seharusnya menggunakan metodologi semacam analisa kebijakan publik (public policy analysis).

“Jadi dilihat delivered-nya, outcome dan bagaiaman impact-nya, baru kita nilai kinerjanya seperti apa,” katanya.

Yang harus ditanya menurut Hamdi adalah orang-orang yang mengerti secara teknis kementerian itu.

“Jadi semacam panel expert, dari pakar-pakar yang bisa menilai secara objektif. Kumpulkanlah 100, 200, atau 300 pakar, itu akan lebih fair,” tegasnya.

Kedepannya ia berharap lembaga survei tidak lagi  hanya menggunakan survei opini publik untuk menilai kinerja kementerian.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya