Berita

Direktur Eksekutif Indopolling Network, Wempy Hadir/RMOL

Politik

Alasan Tak Masuk Akal, Penolakan Revisi Pemilu Diduga Karena Persekongkolan Parpol

RABU, 10 FEBRUARI 2021 | 05:54 WIB | LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA

Penjelasan pemerintah yang disampaikan Moeldoko bahwa penolakan Revisi UU Pemilu karena Indonesia sedang menghadapi Pandemi Covid-19 dinilai klise dan tak masuk akal.

Penilaian itu disampaikan Direktur Eksekutif Indopolling Network, Wempy Hadir saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu pagi (10/2).

Kata Wempy, pemerintah perlu tahu bahwa Pilkada serentak 9 Desember 2020 lalu telah berjalan sukses dan tidak menimbulkan klaster penyebaran baru.

Ia menengarai, pemerintah punya alasan lain yang di balik penolakan revisi UU Pemilu.

Dijelaskan Wempy, penyelenggaraan Pemilu serentak di tahun 2024 sebagai konsekuensi penghentian revisi UU Pemilu bisa berdampak fatal bagi masyakarakat.
 
"Masih segar dalam ingatan kita bagaimana korban jiwa pada pemilu 2019 yang lalu. Mestinya itu bisa dijadikan sebagai rujukan terhadap perbaikan pelaksanaan pemilu dan Pilkada yang akan datang," demikian penjelasan Wempy, Rabu (10/2).

Seharusnya, dalam situasi pandemi Covid-19, pemerintah justru mendorong untuk mereviwe UU Pemilu dan Pilkada. Tambah Wempy, Pemilu dan Pilkada dilaksanakan dalam jarak yang tidak terlalu jauh, bisa menjadi ajang eksperimen demokrasi yang berbahaya.

"Proses demokrasi yang tidak tertata dengan bagus hanya akan melahirkan pemimpin yang mempunyai kualitas yang rendah. Yang rugi adalah bangsa dan rakyat Indonesia," pungkasnya.

Terkait dengan putar baliknya partai koalisi menolak revisi UU Pemilu, Wempy menengarai ada persekongkolan parpol yang mengakibatkan para wakil rakyat di Senayan tidak konsisten.

"Dugaan persekongkolan parpol dalam pembahasan revisi undang-undang Pemilu dan Pilkada terlihat bagaimana inkonsistensinya parpol. Beberapa parpol awalnya mendukung untuk dilakukan revisi, namun kemudian berbalik arah di tengah awal," pungkas Wempy.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya