Berita

Foto ilustrasi/Net

Kesehatan

Insentif Produk HPTL Didorong Untuk Pengurangan Dampak Buruk Tembakau

SABTU, 06 FEBRUARI 2021 | 13:36 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Studi tinjauan pustaka sistematis yang dilakukan tim peneliti Departemen Farmasi Universitas Brawijaya mengungkapkan tiga kesimpulan tentang Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Pertama, HPTL seperti vape, tembakau yang dipanaskan (HTP), snus, dan kantong nikotin, memiliki risiko terhadap kesehatan lebih rendah dibandingkan menggunakan rokok konvensional jika ditinjau dari nilai tanda paparan senyawa hasil pembakaran (biomarker of exposure atau BOE).

Kedua, HPTL dinilai membantu menurunkan frekuensi penggunaan rokok konvensional (smoking reduction). Dan ketiga, konsep penyesuaian cukai berdasarkan profil risiko dibutuhkan dalam menyusun regulasi khusus HPTL.

"Dalam studi ini, kami telah menyeleksi 1.400 judul artikel publikasi hasil penelitian terkait riset HPTL, dan terseleksi 30 judul artikel sesuai kriteria yang kami tentukan, di antaranya menggunakan metode Randomized Controlled Trial (RCT)," ujar Kepala Departemen Farmasetika dan Peneliti Utama Departemen Farmasi Universitas Brawijaya, Oktavia Eka Puspita, seperti dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/2).

Oktavia menyampaikan hal itu dalam diskusi daring dan bedah riset bertajuk "Penyesuaian Regulasi Berdasarkan Profil Risiko Produk dalam Usaha Pengurangan Dampak Buruk Tembakau" yang digelar Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Kamis lalu (4/2).

Penelitian-penelitian tersebut menggunakan BOE dan penanda fungsi kardiovaskular sebagai parameter penurunan risiko. BOE merupakan senyawa yang sama dengan yang dikandung asap rokok dan/atau hasil metabolisme senyawa yang terkandung dalam asap rokok oleh tubuh. Itu menjadi penanda, seseorang telah terpapar senyawa hasil pembakaran atau pemanasan rokok.

Berdasarkan parameter tersebut, BOE, tekanan darah, denyut nadi, dan pengaruh terhadap pembuluh darah pada pengguna HPTL lebih rendah dibandingkan pada pengguna rokok konvensional. Hal ini menandakan, penggunaan HPTL yang tepat dapat berpotensi membantu menurunkan risiko konsumsi nikotin.

Oktavia juga menjelaskan, berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan tersebut sebagian besar pengguna vape mampu bertahan untuk berhenti merokok dalam 12 bulan.

Temuan ini menunjukkan, HPTL dapat digunakan dalam program penurunan frekuensi merokok yang diawasi secara medis. Oleh karena itu, produk-produk ini memiliki potensi pengurangan dampak buruk yang dapat bermanfaat bagi konsumen di Indonesia dan diperlukan uji klinis lebih lanjut dalam penyusunan kebijakan di Indonesia yang berbasis ilmu pengetahuan.

Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menambahkan, kebijakan berdasarkan pendekatan pengurangan dampak buruk telah dilakukan di berbagai negara seperti Selandia Baru, Britania Raya, dan Jepang, untuk menurunkan jumlah perokok dengan memberikan insentif fiskal dan nonfiskal terhadap produk HPTL.

"Idealnya, regulasi terkait HPTL harus terpisah dari rokok konvensional dan didasari dengan profil risiko produk. Belajar dari negara lain, konsumen dan pemain industri HPTL di Indonesia juga harus mendapatkan insentif fiskal dan nonfiskal untuk mengoptimalkan fungsi HPTL sebagai pengurangan dampak buruk tembakau," ujar Trubus.

Sementara Kasi Tarif Cukai dan Harga Dasar I Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Putu Eko Prasetio menyatakan, salah satu kebijakan yang bisa diterapkan adalah melalui cukai. Sejalan dengan UU 39/2007, pemungutan cukai sebetulnya adalah untuk memengaruhi perilaku konsumsi atau penggunaan produk tertentu. Ini diterapkan untuk barang yang konsumsinya menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

"Cukai memiliki dua fungsi utama, baik dari aspek penerimaan maupun pengendalian konsumsi. Berdasarkan sisi penerimaan negara, HPTL memiliki potensi yang sangat menjanjikan dan kami merasa perlu untuk serius dengan sektor ini," tutur Putu.

Kajian-kajian ilmiah terkait profil risiko kesehatan HPTL, disebut Putu akan membantu pihaknya dalam mendapatkan insight lebih lanjut. Selain itu, dibutuhkan juga diskusi mengenai bentuk dan besaran tarif cukai yang optimal dikenakan berdasarkan tingkat risiko pada HPTL, untuk mempertimbangkan kebijakan ke depan.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Timnas Amin Siang Ini Dibubarkan

Selasa, 30 April 2024 | 09:59

Perbuatan Nurul Ghufron Dinilai Tidak Melanggar Etik

Selasa, 30 April 2024 | 09:57

Parpol Ramai-ramai Gabung Koalisi Prabowo Jadi Alarm Matinya Oposisi

Selasa, 30 April 2024 | 09:55

PKS Oposisi atau Koalisi Tunggu Keputusan Majelis Syuro

Selasa, 30 April 2024 | 09:46

Anggaran Sudah Disetujui, DPRD DKI Tunggu Realisasi RDF Skala Perkotaan

Selasa, 30 April 2024 | 09:36

Beli Sabu, Oknum Polisi Tulungagung Ditangkap

Selasa, 30 April 2024 | 09:31

MPR akan Bangun Komunikasi Politik dengan Jokowi hingga Hamzah Haz Jelang Transisi

Selasa, 30 April 2024 | 09:27

Jakarta Hari Ini Cenderung Cerah Berawan

Selasa, 30 April 2024 | 09:19

Perahu Rombongan Kader PMII Terbalik, Satu Meninggal

Selasa, 30 April 2024 | 09:06

2 Mei, Penentu Lolos Tidaknya Garuda Muda ke Olimpiade Paris

Selasa, 30 April 2024 | 08:48

Selengkapnya