Berita

Donald Trump dan Joe Biden/Net

Muhammad Najib

Amerika Menanti 20 Januari 2021 Dengan Cemas

SENIN, 18 JANUARI 2021 | 15:56 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

"DEMOKRASI bukanlah sistem terbaik", demikianlah ungkapan Plato dan Aristotels, dua ilmuwan sakaligus filosof yang hidup di zaman Yunani kuno.

Sejak lahirnya demokrasi, sistem ini sudah dipersoalkan. Sokrates sebagai filosof bahkan tidak mendukung apa yang disebut sebagai demokrasi yang konon pertama kali dipraktikan di negara kota Athena.

Sokrates berpendapat sistem demokrasi yang berdasarkan suara mayoritas dalam pengambilan keputusan belum tentu lebih benar atau lebih baik ketimbang suara yang datangnya dari minoritas.

Menurut Sokrates menyerahkan hak pilih sepenuhnya kepada rakyat bukan langkah bijaksana, sebab belum tentu rakyat memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memilih pemimpin yang terbaik bagi kepentingan bersama.

Meskipun banyak kekurangannya dan terus dikritik sampai sekarang, akan tetapi sistem demokrasi tetap dipilih dan terus disempurnakan berdasarkan pengalaman dan perkembangan situasi serta tuntutan aktual.

Di era modern sejumlah negara di Eropa, Australia, New Zealand, Kanada dan Amerika, merupakan negara-negara yang sukses membangun negerinya dengan menerapkan prinsip demokrasi, walau dalam implementasinya berbeda-beda.

Diantara negara-negara yang sukses ini, Amerika merupakan negara yang paling menonjol, bila dilihat dari kemajuan ekonominya, kemajuan sain dan teknologinya, kualitas pendidikannya, serta kekuatan politik dan militernya.

Karena itu banyak sekali ilmuwan sosial dan politik termasuk di Indonesia yang menggunakan Amerika sebagai rujukan saat berbicara tentang demokrasi di era modern.

Kini negara Amerika menghadapi tantangan baru. Sejak terpilihnya Donald Trump sebagai orang nomor satu melalui pemilu empat tahun lalu, Amerika terus mengalami gejolak politik baik di dalam negeri maupun di luar negri, akibat berbagai kebijakan kontroversial yang diambil oleh sang Presiden.

Banyak sikap buruk yang dilekatkan pada Presiden Amerika ke-45 ini. Trump dikenal sebagai Presiden yang rasialis, nepotis, menyalahgunakan kekuasaan, memperkaya diri sendiri, anti demokrasi, tidak peduli HAM, otoriter, dan banyak lagi daftar buruk lain bila ingin ditambah.

Kini masyarakat Amerika harus menanggung beban tambahan menjelang akhir jabatannya. Sejak awal kampanye ia telah membangun opini lawan politiknya curang, Komisi Pemilihan Umum  (KPU) berpihak, kampanye dengan narasi rasialis, menyalahgunakan posisinya sebagai Presiden petahana untuk memenangkan kontestasi, sampai upayanya untuk menggelembungkan suara.

Setelah semua upaya di atas tidak membuahkan hasil, ia menggerakkan massa pendukungnya untuk menggagalkan prosesi pengesahan hasil penghitungan suara dengan cara menggerakkan pendukungnya untuk menyerang Capital Hill, yang merupakan gedung Parlemen sekaligus simbol demokrasi Amerika.

Kini saat jadwal penyerahan kunci Gedung Putih kepada Presiden terpilih Joe Biden hanya dalam hitungan hari, belum ada tanda-tanda Donald Trump "legowo" untuk mengakui kekalahannya. Ia masih berupaya untuk menggagalkan prosesi pelantikan Presiden terpilih.

Akibatnya Washington DC kini dalam situasi mencekam, disamping polisi kini ribuan tentara juga mulai diturunkan untuk mencegah berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan. Semua ini tentu menguras biaya ekonomi dan sosial yang sangat besar, termasuk tercorengnya wajah bangsa Amerika oleh pemimpinnya sendiri.

Pertanyaannya, mampukah bangsa Amerika keluar dari ujian ini? Selanjutnya mampukah Amerika memgoreksi kelemahan sistem demokrasi yang dimilikinya?

Walaupun demokrasi bukan sistem terbaik, akan tetapi sampai saat ini baik secara tepritis maupun praksis belum ada sistem yang lebih baik.

Hal inilah yang menyebabkan para pendiri bangsa melakukan ijtihad politik, dengan cara mengadopsi sistem demokrasi, kemudian diberikan ruh spiritual yang dikombinasi dengan kearifan lokal. Hasilnya Republik Indonesia yang dideklarasikan pada 17 Agustus 1945.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya