Berita

Suparji Ahmad/Net

Politik

Pakar: Sesuai UU 6/2018, Menolak Vaksin Tidak Dapat Dipidana

SABTU, 16 JANUARI 2021 | 17:38 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Tidak ada aturan spesifik yang dapat mempidanakan seseorang menolak vaksinasi Covid-19. Sebab sejauh ini, yang ada hanyalah kewajiban mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Demikian disampaikan pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad dalam keterangannya yang diterima redaksi, Sabtu (16/1).

"Yang menjadi kewajiban adalah mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sesuai Pasal 9 ayat (1) UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU tidak ada ketentuan yang secara eksplisit mencantumkan sanksi pidana jika menolak vaksinasi Covid-19," kata Suparji.

Suparji menegaskan bahwa tidak tepat dan tidak memenuhi asas legalitas apabila pelanggaran Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan diperluas ke penolakan vaksinasi.

"Jadi tidak tepat dan tidak memenuhi asas legalitas jika pasal 93 itu diperluas ke penolakan vaksin. Terlenih sekarang adalah PSBB, bukan karantina kesehatan," tuturnya.

Atas dasar itu, ia menekankan bahwa vaksinasi Covid-19 ini bersifat sukarela. Setiap warga negara berhak untuk menolak atau menerima vaksin tersebut karena memang tak ada aturan eksplisit tentang larangan menolak vaksin.

"Jadi menolak vaksin merupakan hak asasi setiap warga negara, karena dalam UU 6/2018 tidak terdapat norma yang mengatur vaksin. Pemerintah tak bisa mewajibkan atau bahkan mempidana yang menolak vaksin," tegasnya.

Berdasarkan Pasal 5 ayat 3 UU Kesehatan. Suparji menyebutkan bahwa pasal tersebut berbunyi 'setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya'.

Meski demikian, kata dia, bahwa vaksin sangat penting dalam menanggulangi Covid-19. Masyarakat diharapkan perlu cemas berlebihan karena penyelenggara negara pun sudah divaksin.

Pasalnya, semua negara pun menggunakan vaksin yang sama dengan Indonesia, misalnya Turki.

Terakhir, Suparji mengimbau agar pemerintah mengedepankan tindakan edukatif dan persuasif ketimbang represif.

"Kondisi masyarakat yang sedang susah jangan diperparah dengan ancaman pidana," tutupnya.

Populer

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

Hizbullah Bombardir Pangkalan Militer Israel Pakai Rudal, Sirine Berdengung Kencang

Sabtu, 02 November 2024 | 18:04

UPDATE

Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook "Lintang Empat Lawang" ke Polisi

Kamis, 07 November 2024 | 06:07

Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Didukung UEA

Kamis, 07 November 2024 | 05:56

Comeback Dramatis, Atletico Bikin PSG Menangis

Kamis, 07 November 2024 | 05:40

Presiden Prabowo Ucapkan Selamat kepada Donald Trump

Kamis, 07 November 2024 | 05:23

Sempat Buron, Oknum Kiai Cabul di Bangkalan Ditangkap di Probolinggo

Kamis, 07 November 2024 | 05:06

Usai Minta Restu Jokowi, Herman Deru Dapat Dukungan Penuh Kaesang Pangarep

Kamis, 07 November 2024 | 04:46

Dukung Kebijakan Kendaraan Dinas Produksi Lokal, Pemprov Lampung Siapkan Anggaran

Kamis, 07 November 2024 | 04:34

Jelang SEA Games 2025, 20 Pebasket Putri Benahi Fisik di Surabaya

Kamis, 07 November 2024 | 04:17

Hore! Gaji Guru Akan Naik

Kamis, 07 November 2024 | 03:55

Sekjen PDIP: Sawung Jabo Seorang Maestro!

Kamis, 07 November 2024 | 03:35

Selengkapnya