Berita

Ilustrasi/Net

Hukum

Bukan Soal FPI, Negara Hukum Tidak Bisa Membubarkan Organisasi Lewat Peraturan Perundang-undangan

JUMAT, 01 JANUARI 2021 | 15:11 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Pembubaran Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) tidak bisa dilakukan, karena telah meruntuhkan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk berorganisasi.

Begitu pendapat Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, dalam kanal Youtube Refly Harun yang dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/1).

"Bukan persoalan FPI-nya, tapi pada dasarnya dalam sebuah negara hukum tidak boleh membubarkan suatu organisasi melalui peraturan perundang-undangan," ujar Bivitri.

Menurut Pendiri Sekolah Hukum Jentera ini, organisasi adalah suatu lembaga yang berbadan hukum. Karenanya, Bivitri menyatakan FPI tidak bisa dibubarkan hanya dengan SKB. Tapi harus melalui proses peradilan.

"Organisasi, karena dia adalah badan hukum sebenarnya bisa saja dibubarkan, tentu saja bisa, di negara manapun. Tapi harus melalui putusan keadilan. Ini konstruksi hukumnya yang sudah diruntuhkan oleh UU Ormas tahun 2013, lalu kemudian dibuat lebih parah lagi tahun 2017," ungkap Bivtri.

"Dengan perubahan UU ormas yang asalnya Perppu, yang kita kenal dulu dengan nama Perppu HTI, dalam tanda kutip, sudah menjadi undang-undang jadi konstruksi hukumnya sudah dibuat demikian longgar. Dan sesungguhnya melanggar kebebesan berorganisasi," sambungnya.

Oleh karena itu, Bivitri menyimpulkan SKB pembubaran FPI yang ditandatangani 6 menteri dan atau kepala lembaga itu, di antaranya Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT, tidak secara tegas menyebut pembubaran FPI.

Melainkan, hanya melarang penggunaan atribut, simbol dan kegiatan FPI. Selain itu, juga mempersilahkan aparat penegak hukum untuk menindak mereka yang melanggar.

"Jadi silakan kita berdebat secara hukum. SKB ini memang tidak membubarkan juga tidak menyatakan FPI sebagai organisasi terlarang. Tetapi secara efektif dia memang melarang FPI untuk meakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan menggunakan simbol dan atribut tertentu," demikian Bivitri Susanti.

Populer

Gempa Megathrust Bisa Bikin Jakarta Lumpuh, Begini Penjelasan BMKG

Jumat, 22 Maret 2024 | 06:27

KPK Lelang 22 iPhone dan Samsung, Harga Mulai Rp575 Ribu

Senin, 25 Maret 2024 | 16:46

Pj Gubernur Jawa Barat Dukung KKL II Pemuda Katolik

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:22

KPK Diminta Segera Tangkap Direktur Eksekutif LPEI

Jumat, 22 Maret 2024 | 15:59

Bawaslu Bakal Ungkap Dugaan Pengerahan Bansos Jokowi untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Rabu, 27 Maret 2024 | 18:34

Connie Bakrie Resmi Dipolisikan

Sabtu, 23 Maret 2024 | 03:11

KPK Lelang Gedung Lampung Nahdiyin Center

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:12

UPDATE

Jelang Piala AFF dan AFC, 36 Pemain Masuk Seleksi Tim U-16 Tahap Dua

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:02

Gunung Semeru Kembali Erupsi, Warga DIminta Tak Beraktivitas

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:25

Kemnaker Gelar Business Meeting Pengembangan SDM Sektor Pariwisata

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:11

2.098 Warga Terjangkit DBD, Pemkot Bandung Siagakan 41 Rumah Sakit

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:01

Sebagian Wilayah Jakarta Diprediksi Hujan Ringan

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:21

Warga Diimbau Lapor RT sebelum Mudik Lebaran

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:11

Generasi Z di Jakarta Bisa Berkontribusi Kendalikan Inflasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:04

Surat Dr Paristiyanti Nuwardani Diduga jadi Penyebab TPPO Farienjob Jerman

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:00

Elektabilitas Cak Thoriq Tak Terkejar Jelang Pilkada Lumajang

Jumat, 29 Maret 2024 | 05:42

Satpol PP Diminta Jaga Perilaku saat Berinteraksi dengan Masyarakat

Jumat, 29 Maret 2024 | 05:31

Selengkapnya