Berita

Edhy Prabowo saat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pekan lalu/Net

Publika

Edhy Di Tengah Pusaran Konflik Prabowo Vs Jokowi (Bag. 1)

RABU, 02 DESEMBER 2020 | 11:55 WIB

SAYA mengenal Edhy Prabowo saat saya menjadi caleg partai Gerindra. Ia ikut menyeleksi dan kemudian memimpin pelatihan caleg selama 2 minggu.

Selama pelatihan itu saya menyadari kedekatannya dengan Prabowo. Ia layaknya bayangan Prabowo, menyiapkan segalanya sebelum Prabowo tiba dan menindaklanjuti setiap keputusan-keputusannya. Harus diakui, dalam eksekusi kebijakan Edhy sangat baik.

Edhy Prabowo, suatu ketika, pernah dikira adik Prabowo Subianto. Itu salah satu alasan ia memenangkan kursi DPR di Sumatera Selatan, tahun 2009. Namun kenyataan itu tidak seharusnya menutupi kapasitasnya sebagai seorang eksekutor.

Setelah Edhy terpilih sebagai menteri saya menyukai gayanya "menghabisi legacy Susi Pudjiastuti".

Susi seorang environmentalis fanatik. Ia melihat nelayan dan laut sebagai musuh abadi. Ia ingin memulihkan kekayaan laut, untuk itu ia harus menghentikan nelayan.

Sepanjang masa jabatannya entah berapa banyak nelayan dan pembudidaya yang berunjukrasa, namun diabaikannya. Satu industri pembudidaya ikan praktis gulung tikar.

Namun, Edhy secara bertahap menghidupkan kembali para pembudidaya itu.

Edhy punya peluang besar berhasil memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, andai saja ia tidak terkena OTT KPK.

Memahami kasus korupsi Edhy, kita perlu melihatnya dari dua konteks: korupsi sebagai implikasi politik feodal dan oligarki dan OTT Edhy sebagai implikasi Prabowo yang pro-Amerika vs Jokowi pro-CHina.

Konteks pertama sudah sering sekali saya bahas, jadi nanti saya hanya akan soroti secara singkat.

Konteks kedua jauh lebih penting, karena menyangkut hubungan strategis Indonesia-China-Amerika yang besar sekali pengaruhnya terhadap kebijakan rezim penguasa di Indonesia.

Politik dan Korupsi


Mengapa Edhy harus korupsi? Hidupnya jauh berlebih. Apakah ia seorang yang serakah? Hanya Tuhan Mahatahu.

Perihal korupsi, saya telah beberapa kali menulis. Argumentasi saya terdiri dari 3 bagian.

Pertama, korupsi adalah perbuatan pemimpin yang diangkat maupun ditunjuk. Adapun pengangkatan dan penunjukkan pemimpin dilakukan melalui proses politik. Karena itu akar korupsi adalah politik.

Kedua, dalam politik demokrasi, pemimpin diangkat melalui pemilihan umum. Tetapi orang tidak boleh lupa bahwa pemimpin yang mengikuti pemilu harus dicalonkan.

Celakanya, proses pencalonan itu didominasi oleh oligarki politik. Oligarki itu mengumpulkan uang dari para calon sebelum maupun sesudah terpilih.

Oligarki memperkuat diri dengan dua cara: feodalisme dan uang. Feodalisme meletakkan sentimen darah lebih penting dari lainnya, oleh karena itu politik dinasti meruyak hampir di semua partai.

Sementara uang adalah cara paling cepat dan efektif membeli dukungan. Di era Jokowi ini kekuatan oligarki feodal bergabung dengan oligarki finansial menjadi kekuatan yang sangat dahsyat.

Dalam 6 tahun terakhir ini oligarki feodal-finansial telah membangun jejaring kekuasaan yang mendominasi seluruh aparat negara. Dengan kata lain, aparat negara telah kehilangan "kenegaraannya", mereka telah berubah menjadi "aparat kekuasaan".

Di dalam konteks partai politik yang feodal, sangat haus uang dan mendominasi aparat negara itulah seharusnya kita memahami Edhy dan OTT KPK-nya.

Radhar Tribaskoro
Pemerhati politik, demokrasi, dan isu kebangsaan


Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya