Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno/RMOL
Pemanfaatan teknologi nuklir yang ada dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) yang masih dibahas di DPR masih terus jadi kontroversi.
Beberapa pihak mengusulkan agar pembahasan mengenai pemanfaatan nuklir dikeluarkan dari RUU EBT, dan mendorong revisi UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno menjelaskan, sampai saat ini DPR masih mengkaji isu pemanfaatan nuklir yang tercantum dalam RUU EBT.
Menurut Sekjen DPP PAN ini, teknologi di bidang nuklir sudah semakin berkembang, sehingga perlu lebih dikaji lebih lanjut pemanfaatannya di RUU EBT
"Salah satu implementasi pemanfaatan nuklir adalah pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir modular yang berukuran tidak begitu besar. Apalagi beberapa daerah di Indonesia juga sudah ada yang siap mengembangkan nuklir, seperti di Bangka Belitung dan Kalimantan Barat,†beber Eddy melalui keterangannya, Selasa (24/11)
Eddy menegaskan, dalam pembahasan terakhir RUU EBT, pemanfaatan energi nuklir yang akan dikembangkan di Indonesia saat ini hanya untuk pembangunan pembangkit listrik.
"Terdapat sejumlah pasal dalam RUU ini, di antaranya Pasal 6 yang menyatakan bahwa sumber energi baru terdiri atas nuklir dan sumber energi baru lainnya. Sementara dalam Pasal 7 Ayat 1 disebutkan bahwa nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 itu dimanfaatkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir. Jadi sepenuhnya untuk penggunaan pembangkitan listrik saja,†tutur Eddy.
Indonesia sendiri sudah memiliki sejarah panjang mengenai nuklir bahkan sudah memiliki tiga reaktor nuklir. Yaitu Reaktor Triga Mark-Bandung, Kartini-Yogyakarta, dan reaktor serbaguna- Serpong.
Sehingga, menurut Eddy, perlu ada payung hukum yang kuat untuk mengakselerasi pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia. Khususnya energi nuklir.
Meski demikian, Eddy berharap penyusunan RUU EBT ini bisa mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak baik pelaku usaha, akademisi, maupun dari pemangku kebijakan.
"Dalam menyusun RUU EBT ini, Komisi VII DPR sangat terbuka menerima masukan dari sektor akademik, dunia usaha, dan dari pihak yang berkompeten di dalam teknologi nuklir, termasuk aspek lingkungan hidup, pertambangan dan energi, penguasaan lahan dan lain-lain,†ujarnya.
"Kami mengajak semua pihak yang terkait dan peduli pada EBT dan khususnya teknologi nuklir, untuk bersama-sama menaruh harapan positif dalam penyelesaian RUU tentang EBT,†tutup Eddy Soeparno.