Berita

Suluh

Era Presiden Amerika Serikat Terbaik Untuk China Berakhir Sudah

MINGGU, 08 NOVEMBER 2020 | 11:04 WIB | OLEH: TEGUH SANTOSA

SEBESAR apapun keinginannya untuk melawan, yang jelas berakhir sudah kekuasaan Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump. Menurut sejumlah media, sampai tulisan ini diturunkan, penghitung suara di tiga negara bagian, North Carolina, Alaska, dan Georgia masih berlangsung.

Di North Carolina dan Alaska, Trump diperkirakan menang. Di North Carolina sudah 99 persen suara yang dihitung. Sementara di Alaska, baru 50 persen suara yang telah dihitung, dan sejauh ini Trump unggul dengan angka menyakinkan, 62 persen.

Sementara di Georgia, dimana sudah 99 persen suara dihitung, Biden memimpin tipis.

Tetapi apapun hasil dari penghitungan suara di tiga negara bagian itu, sudah pasti Trump tersingkir dan harus segera angkat kaki dari Gedung Putih.

Kekalahan Trump terjadi setengah hari lalu, setelah sang penantang Joe Biden mendapatkan kemenangan di Pennsylvania yang membuat perolehan suaranya melampaui syarat minimal untuk menang.

Tidak seperti kemenangannya atas Hillary Clinton dalam Pilpres 2016, kekalahan Donald Trump dari Joe Biden dalam Pilpres 2020 ini rasanya tidak terlalu mengejutkan. Sudah dapat dibayangkan dan diperkirakan. Sejak hari pertama Trump berkuasa. Adalah Trump yang telah memahat road map kekalahan itu dengan tangannya sendiri.

Di dalam negeri, Trump mempertahankan dan memperparah situasi terbelah di tengah masyarakat Amerika Serikat akibat kontestasi politik. Dukungannya pada kelompok pendukung white supremacy cukup mengkhawatirkan. Populisme ala Trump ini membiakkan kebencian di sebagian masyarakat dan ketakutan di sebagian lainnya.

Kebiasan Trump mengumbar pernyataan yang di luar adab dan kebiasan kepresidenan sungguh mencengangkan. Seperti bensin yang disiramkan ke api, membuat nyala kebencian di kelompok pendukungnya terhadap kelompok yang tidak mendukungnya semakin tinggi menjadi-jadi. Sungguh, an administration without decency.

Di sisi lain, Trump membuat Amerika Serikat seperti pendatang baru di muka bumi. Atau setidaknya, Amerika Serikat tampak sebagai aktor yang canggung dan salah tingkah di panggung dunia.

Trump berhasil memaksa kawan-kawan tradisional Amerika Serikat memalingkan wajah dan mencemooh negara itu. Trump membuat Amerika Serikat yang adalah pioneer multilateralisme seakan memilih jalan sepi sendiri.

Ia membuat  anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mempertanyakan manfaat jalan bersama Amerika. Trump menarik Amerika Serikat keluar dari Organisasi Dagang Dunia (WTO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan baru-baru ini dari kesepakatan lingkungan Paris Agreement.

Keinginan meninggalkan Paris Agreement dimulai di bulan Juni 2017, saat AS membatalkan keikutsertaan dalam Paris Climate Deal yang ditandatangani 196 negara.

Di awal pemerintahannya, November 2016, Trump hengkang dari Trans-Pacific Partnership. Di bulan Oktober 2017, AS bersama Israel menarik diri dari Unesco, dan menyebut lembaga itu anti-Israel.

Di bulan Desember 2017 Trump meninggalkan negosiasi Global Compact for Migration yang diusulkan PBB.

Mei 2018, Trump membatalkan perjanjian nuklir dengan Iran, Joint Comprehensive Plan of Action, yang disusun tahun 2015 oleh lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, Jerman, dan Iran.

Sebulan kemudian, AS juga keluar dari Dewan HAM PBB (UNHRC) dan menuding lembaga itu anti-Israel. Diikuti dengan penarikan diri dari Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB (UNRWA)  yang didedikasikan untuk pengungsi Palestina. Menurut Trump, lembaga ini pun anti-Israel.

Di bulan Mei tahun ini Amerika Serikat juga menarik diri dari sejumlah kesepakatan kontrol senjata dengan Federasi Rusia.

Adab Trump di arena pergaulan dunia ini rasa-rasanya menguntungkan Republik Rakyat China.

Pekerjaan Xi Jinping mendominasi dunia menjadi lebih mudah. Tak perlu terlalu repot menghadapi retorika perang dagang Amerika Serikat. Toh, tanpa diminta Trump telah mengucilkan Amerika Serikat.

Dari sudut pandang inilah, tidak berlebihan bila ada yang mengatakan sesungguhnya Trump adalah presiden AS terbaik untuk China.

Nah, era itu sudah berakhir. Di akar rumput slogan yang diperkenalkan Trump, “Make America Great Again”, telah diganti dengan slogan baru: “Make America Normal Again”.

Singkatnya: Amerika Serikat yang hegemonik tanpa Trump, seperti sebelumnya.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Razia Balap Liar: 292 Motor Disita, 466 Remaja Diamankan

Senin, 03 Februari 2025 | 01:38

Pemotor Pecahkan Kaca Mobil, Diduga karena Lawan Arah

Senin, 03 Februari 2025 | 01:29

PDIP: ASN Poligami Berpeluang Korupsi

Senin, 03 Februari 2025 | 01:04

Program MBG Dirasakan Langsung Manfaatnya

Senin, 03 Februari 2025 | 00:41

Merayakan Kemenangan Kasasi Vihara Amurva Bhumi Karet

Senin, 03 Februari 2025 | 00:29

Rumah Warga Dekat Pasaraya Manggarai Ludes Terbakar

Senin, 03 Februari 2025 | 00:07

Ratusan Sekolah di Jakarta akan Dipasang Water Purifire

Minggu, 02 Februari 2025 | 23:39

Manis di Bibir, Pahit di Jantung

Minggu, 02 Februari 2025 | 23:18

Nasdem Setuju Pramono Larang ASN Poligami

Minggu, 02 Februari 2025 | 23:03

Opsen Pajak Diterapkan, Pemko Medan Langsung Pasang Target Rp784,16 Miliar

Minggu, 02 Februari 2025 | 22:47

Selengkapnya