Berita

Salamuddin Daeng/Net

Publika

Batubara Biang Kerok Kehancuran Sektor Energi Dan Ekonomi

JUMAT, 30 OKTOBER 2020 | 11:20 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

JIKA PLN dituntut untuk menolong rakyat di tengah pandemi Covid-19, menggratiskan listrik, dan lain sebagainya, maka pengusaha batubara juga harus dimintai tanggung jawabnya untuk menolong negara.

Tak ada bedanya. PLN mencari untung, pengusaha batubara juga mencari untung. Kalau sekarang kentungan sama-sama harus berkurang maka memang demikianlah konsekuensi bernegara. Senasib sepenanggungan.

Sudah lama perusahaan batubara menikmati uang miliaran dolar hasil tambang batubara dari bumi Indonesia. Bayangkan mereka menikmati untung besar ketika harga batubara di atas 100 dolar per ton. Keuntungan mereka melampaui perusahaan tambang manapun, termasuk perusahaan minyak nasional.

Saat itu adalah pesta mereka yang paling meriah. Dengan produksi mencapai 500 juta ton setahun, pengusaha batubara Indonesia menghasilkan revenue 50 miliar dolar AS lebih dari batubara, atau mencapai Rp 750 triliun setahun.

Mereka menikmati itu lebih dari 5 tahun. Uangnya saya kira masih banyak di dalam simpanan atau deposito para pengusaha. Di dalam dan  di luar negeri, dalam rekening resmi maupun rekening rahasia.

Sampai sekarang pun pengusaha batubara masih menikmati untung, karena masih mendapat kebaikan hati pemerintah melalui harga batubara DMO (domestik market obligation). Karena harga DMO pun masih berada di atas rata rata harga pasar.

Pemerintah juga menetapkan harga batubara acuan (HBA) yang mengambil harga batubara terbaik di dunia. Harga batubara kalori tertinggi. Pengusaha sangat menikmati harga batubara acuan ini. Karena di atas harga batubara pada umumnya.

Lalu apa kontribusi para pengusaha batubara terhadap ekonomi, terhadap energi, dan terhadap industri nasional? Tidak ada!

Bahkan kita tidak melihat uangnya disimpan di dalam negeri dan menjadi motor penggerak ekonomi. Kita tidak melihat sumbangannya pada pembangunan industri, meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.
Terhadap energi, juga tidak ada kontribusinya terhadap penurunan harga listrik. Tidak ada korelasi antara jumlah batubara yang dikeruk dari bumi Indonesia dengan murahnya harga listrik nasional. Jadi apa manfaat batubara ini bagi pembangunan dan keselamatan rakyat?

Sekarang yang didapat oleh bangsa Indonesia adalah caci maki dari organisasi lingkungan internasional, mereka menilai Indonesia melanggar komitmen perubahan iklim.

Investasi di Indonesia mengancam keselamatan lingkungan dan umat manusia. Indonesia sebagai konsumen energi kotor. Komitmen Indonesia terhadap energi ramah lingkungan terburuk di ASEAN. Lah sampai kapan dunia akan mencaci maki Indonesia seperti itu?

Sementara harga batubara di dalam negeri bagi energi nasional tidak murah. PLN masih juga membeli batubara dengan mahal, karena PLN memang sudah terikat kontrak pembelian batubara dan tak bisa sewaktu-waktu menegosiasikan harga.

PLN menggunakan harga batubara patokan pemerintah. Semua itu menghasilkan keuntungan bagi pengusaha batubara. Walaupun banyak pengusaha lain bangkrut di tengah Covid, namun pengusaha batubara masih pesta. Walaupun pesta mereka tak semeriah pada saat harga batubara 100 dolar per ton. Tapi ya masih pesta lah.

Oleh karenanya, Menteri ESDM harus paham bahwa dia harus menekan pengusaha batubara untuk berkontribusi pada ekonomi dan energi nasional, ikut menanggung beban ekonomi Covid.

Caranya mudah, yakni agar mereka menjual batubara ke PLN serendah mungkin. Kalau bisa setengah harga DMO saat ini. Jika harga batubara Acuan (HBA) 50 dolar per ton, harga batubara DMO harusnya 40 dolar per ton. Harga pembelian PLN cukup 20 dolar per ton. Sampai suatu saat semua pembangkit batubara harus dititup sesuai perkembangan zaman dan tuntutan umat manusia akan energi bersih.

Perusahaan raksasa batubara seperti Adaro, Sinarmas, Indika Energi, Arutmin, Berau, KPC, Bumi, Bukit Asam, dll agar berkontribusi pada negara dan rakyat dengan cara menjual batubara dalam negeri dengan harga separuh dari harga komersial.

Hanya 100 juta ton dari 500 juta ton atau 20 persen dari jumlah yang digali dari bumi Indonesia sebagai negara eksportir batubara terbesar di dunia. Dengan demikian perusahaan listrik nasional bisa bernapas.

Tidak cukup ya. Menteri keuangan Sri Mulyani harus menahan semua uang hasil keruk batubara dan hasil ekspor untuk disimpan di dalam negeri. Tak boleh dikirim ke luar negeri hingga akhir masa kontraknya, kecuali sebatas untuk belanja modal dan kebutuhan investasi. Hal itu berlaku sama untuk semua kegiatan eksploitasi atau kegiatan keruk hasil bumi Indonesia.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya