Berita

Forum Penyelamat Agraria Kampar (FPAK) gelar aksi/Net

Nusantara

FPAK Desak Menteri ATR Berikan Hak Tanah Untuk Rakyat Kampar

SENIN, 20 JULI 2020 | 16:55 WIB | LAPORAN: DARMANSYAH

Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai lahan perkebunan terluas di Provinsi Riau. Namun, lahan yang sangat luas tersebut hanya dimiliki segelintir korporasi.

Kordinator Umum Forum Penyelamat Agraria Kampar (FPAK) David Davijul mengatakan, politik agraria hari ini masih mewarisi politik agraria kolonial. Wujudnya adalah praktek pembiaran hak guna usaha yang hanya menguntungkan korporasi.

"Akibatnya, banyak persoalan agraria yang dialami rakyat kabupaten Kampar. Apalagi pemerintah Kabupaten Kampar terkesan tutup mata," kata David melalui keterangan tertulis, Senin (20/7).


David menilai, saat ini politik pintu terbuka bagi pengusaha atau kapitalis berbagai negara untuk masuk membangun perkebunan modern, buruh dan pabriknya.

Oleh karena itu, praktek politik saat ini sama persis dengan prinsip Domein Verklaring zaman Belanda, pemerintah menguasai tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya oleh rakyat dan kemudian di serahkan ke pengusaha atau kapitalis.

"Paradigma ekonomi pertumbuhan begitu mempercayai, memberikan lahan luas kepada pengusaha atau kapitalis lebih produktif dibanding memberikan kepada rakyat," jelasnya.

David menuturkan, pemberian hak guna usaha lebih berkutat kepada pengusaha juga telah membawa konsekwensi tersendiri. Karena dari hubungan pemodal dan birokrat atau pemerintah untuk mendapatkan hak guna usaha atau memperpanjang dengan proses tertutup dan timbul azas praduga hanya untuk menyuburkan rantai penyuapan.

"Akibatnya, pemberian hak guna usaha kepada pengusaha di satu sisi adalah proses pengambilan tanah rakyat yang berada di luar kawasan hak guna usaha. Inilah yang mencuat kembali perampasan tanah rakyat dan diduga perusahaan menggunakan tanah di dalam kawasan hutan," paparnya.

Kordinator Lapangan FPAK, Hadi menambahkan, seharusnya tujuan hak guna usaha untuk menciptakan formasi modal nasional yang dimiliki rakyat yakni keuntungan dinikmati rakyat dan direinvetasi kembali di tengah-tengah rakyat, dan memberikan hak-hak rakyat berupa memfasilitasi pembangunan perkebunan rakyat 20 persen). Namun, ternyata hal tersebut tidak pernah terjadi.

"Kita mendesak pemerintah Kabupaten Kampar membuka seluruh informasi terkait hak guna usaha dan menindak perusahaan-perusahan yang melanggar undang-undang bahkan merugikan rakyat Kabupaten Kampar," tegasnya.

Diketahui sebanyak 74 perusahaan perkebunan di Kabupaten Kampar diduga akan habis masa hak guna usahanya dengan total luas keseluruhan lebih kurang 230.665 ribu hektar, belum lagi perusahaan yang mengelola di luar hak guna usaha. Bahkan tidak mengantongi izin lias bodong.

Oleh karena itu, diminta kepada pemerintah pusat sampai pemerintah daerah untuk tidak serta merta meberikan perpanjangan sebelum hak-hak rakyat terpenuhi.

Atas kesenjangan tersebut FPAK menuntut. Pertama, berikan hak tanah untuk rakyat Kabupaten Kampar bagi perusahaan yang akan habis hak guna usahanya.

Kedua, mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang tidak serta merta memperpanjang hak guna usaha perusahaan perkebunan yang ada di Provinsi Riau, terkhusus di Kabupaten Kampar jika tidak memberikan hak rakyat atas tanah.

Ketiga, tertibkan perusahaan yang tidak memiliki hak guna usaha di Kabupaten Kampar. Keempat, cabut izin perusahaan yang terindikasi berada di dalam kawasan hutan. Kelima, mendesak pemerintah untuk mencabut izin bagi perusahaan perkebunan yang tidak mentaati aturan undang-undang dan merugikan rakyat kabupaten Kampar.

Keenam, meminta Kejagung dan KPK mengusut tuntas dugaan indikasi sekretaris daerah kabupaten Kampar yang menjadi calo hak guna usaha.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya