Berita

Protes anti-rasisme di Amerika Serikat/Net

Dunia

Miris, Korut: Sebagai 'Hakim' HAM, AS Masih Tumbuhkan Diskriminasi Rasial

SENIN, 08 JUNI 2020 | 18:48 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Meninggalnya George Floyd, pria kulit hitam asal Amerika Serikat (AS), di tangan seorang polisi kulit putih merupakan fakta yang miris. AS yang selama ini berperilaku seolah-olah sebagai "hakim" hak asasi manusia (HAM) nyatanya masih menumbuhkan diskriminasi rasial dan pelanggaran HAM itu sendiri.

Begitu kiranya yang disampaikan oleh jurubicara Asosiasi Korea untuk Studi HAM melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Senin (8/6).

Kematian Floyd pada 25 Mei merupakan puncak kemarahan publik. Perilaku diskriminasi polisi AS terhadap warga Afro-Amerika kerap terjadi, dan tidak jarang berujung pada pemenjaraan hingga pembunuhan.


Ketua Kelompok Kerja Para Ahli dari Dewan HAM PBB untuk Penduduk Keturunan Afrika, pada Juli 2016, jelas menyebut tindakan tersebut sebagai manifestasi rasisme institusional. Artinya, perilaku diskriminasi rasial sudah mendarah daging dalam institut kepolisian AS.

Pernyataan tersebut dibuktikan dengan data yang dirilis oleh Amnesty International. Organisasi tersebut menunjukkan, setidaknya ada 500 warga kulit hitam yang terbunuh oleh pistol listrik polisi dar 2001 hingga 2012. Yang lebih mengejutkan, 90 persen tindakan tersebut dilakukan kepada mereka yang tidak membawa senjata alias bertangan kosong.

"Diskriminasi rasial di AS merupakan masalah HAM terpanas di dunia, karena ini merupakan pelanggaran sewenang-wenang terhadap konvensi HAM yang diakui secara internasional termasuk Deklarasi Universal HAM dan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial," ujar jurubicara tersebut.

Berdasarkan Pasal 2 Deklarasi Universal tentang HAM menetapkan, setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam deklarasi tersebut, tanpa perbedaan dalam bentuk apa pun. Termasuk ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.

Namun di AS, tindakan diskriminasi rasil terlihat dari tahanan penjara, pemisahan tempat tinggal, diskriminasi pendidikan, hingga perampasan hak politik untuk orang kulit berwarna.

Sayangnya, diskriminasi tersebut ditutupi oleh hukum federal seperti UU Hak Sipil, UU Hak Pilih, dan UU Perumahan yang Adil.

Sebuah tim pelapor khusus Dewan HAM PBB melaporkan ketika berkunjung ke AS pada Juli 2016. Mereka mengutuk diskriminasi rasial terhadap orang kulit hitam dan berwarna dengan "mengurung" mereka di area tertentu yang memicu efek buruk terhadap kebebasan berserikat.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Kelompok Kerja Para Ahli dari Dewan HAM PBB untuk Penduduk Keturunan Afrika, sebanyak  40,4 persen penduduk AS yang tidak memiliki kewarganegaraan merupakan Afro-Afrika. Tingkat pengangguran mereka pun dua kali lipat dari tingkat pengangguran nasional.

Laporan tersebut juga menunjukkan, tingkat hukuman penjara terhadap pria kulit hitam keturunan Afrika 5,9 kali lebih tinggi dari pria kulit putih. Sementara untuk wanita kulit hitam keturunan Afrika 2,1 kali lebih tinggi dari wanita kulit putih.

"Diskriminasi rasial dan pelanggaran HAM di AS menjadi penyakit sosial kronis yang tidak dapat disembuhkan karena cacat institusional," ujar jubir tersebut.

"Ini adalah kenyataan yang nyata, AS dengan menjijikkan berperilaku seolah-olah menjadi "hakim HAM" dengan mengambil masalah yang disebut "pelanggaran HAM" dari negara lain kapan pun diinginkan," sambungnya.

"AS telah lama kehilangan hak moralnya untuk menangani masalah hak asasi manusia di negara lain," tegasnya.

Salah satu contohnya adalah dengan membawa persoalan HAM Korea Utara ke Dewan Keamanan PBB dan Dewan HAM PBB.

Dengan kenyataan seperti saat ini, jubir tersebut mengatakan, Korea Utara akan mengikuti laporan dan penelurusan dari Dewan HAM PBB terkait dengan bentuk-bentuk rasisme konteporer di AS.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya