Berita

Presiden Joko Widodo usai dilantik sebagai presiden untuk periode kedua/Net

Publika

Memecat Presiden Itu Bukan Makar

MINGGU, 31 MEI 2020 | 08:39 WIB

AGENDA seminar atau diskusi online bertema "Persoalan Pemecatan Presiden Di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang diselenggarakan mahasiswa UGM menjadi gonjang ganjing.

Reaksi mulai dari pendapat yang menyatakan bahwa kegiatan tersebut makar hingga teror yang terjadi pada panitia maupun narasumber Prof. DR. Ni'matul Huda, SH M. Hum dari Universitas Islam Indonesia (UII).

Pernyataan sikap Asosiasi Pengajar HTN dan HAN, Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, Serikat Pengajar HAM, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, dan Asosiasi Dosen Perbandingan Hukum Indonesia telah menyatakan "Mengutuk Keras Tindakan Teror Terhadap Insan Akademik & Penyelenggaraan Diskusi Di Jogyakarta".

Kajian akademik soal pemecatan presiden bukan hal yang tabu apalagi terlarang, termasuk di masa pandemik. Sepanjang aturan konstitusi mengatur persoalan pemecatan presiden, maka kajian tersebut menjadi sah sah saja dan hal itu merupakan bagian dari "enlightenment" dalam dunia akademik.

Jangankan di lingkungan akademik di masyarakat pun hal yang wajar adanya diskursus soal pemecatan Presiden. Toh itu adalah bagian dari sistem ketatanegaraan kita. Sejarahpun pernah mencatat soal terjadinya  pemecatan Presiden.

Yang tidak boleh adalah menghentikan dengan paksa oleh kelompok masyarakat. Jika disalurkan melalui DPR misalnya, maka desakan agar presiden dipecat itu sah-sah saja. Konstitusi melindungi.

Pasal 7A UUD 1945 tegas mengatur baik syarat maupun prosedur pemecatan Presiden. Karenanya sangat konstitusional. Mereka yang melakukan simplifikasi dengan bahasa makar apalagi melakukan teror jelas merupakan perilaku menyimpang yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Aparat penegak hukum harus mengejar pelaku teror tersebut. Apalagi mencatut ormas Islam segala. Pelaku kriminal bergaya adu domba PKI harus dihukum berat.

Sungguh wajar pembelaan masyarakat akademik atas terjadinya teror dan kebodohan ilmiah ini. Jangankan sekedar diskusi hingga pemecatan sebenarnya Presiden juga adalah sah sepanjang dilakukan oleh DPR diproses MK dan ditetapkan MPR. Jadi tak ada yang harus dimasalahkan atau dikasuskan.

Bila memang Presiden melakukan penghianatan, kejahatan berat, serta melalukan perbuatan tercela, UUD menyatakan Presiden bisa untuk dipecat.

Gerakan moral kampus memang ditunggu publik. Rakyat butuh "guidance" dalam menghadapi iklim politik yang dirasakan semakin membahayakan. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, perongrongan ideologi, hingga penunggangan pandemi tidak boleh dibiarkan.

Para pemanfaat kekuasan mesti diingatkan dan diluruskan. Rakyat tidak boleh dipinggirkan dan ditindas apalagi sampai diperbudak.

Gerakan kemerdekaan di masa penjajahan dimotori oleh kaum intelektual. Perubahan sosial dan politik diawali oleh lapisan strategis ini. Kini pernyataan soal makar atau tindakan teror ke lingkungan akademik harus dilawan dan di protes keras. Kampus memiliki kebebasan akademik yang dilindungi oleh Undang Undang dan Konstitusi.

Sepanjang sesuai koridor aturan hukum ketatanegaraan, maka memecat presiden itu bukanlah makar. Sangat konstitusional!

M Rizal Fadillah

Alumnus Fakultas Hukum UNPAD Jurusan Hukum Tata Negara

Populer

Seluruh Fraksi di DPR Kompak Serang Kejagung soal Tom Lembong

Rabu, 13 November 2024 | 18:01

Kapolri Mutasi 55 Pati dan Pamen, Ada 3 Kapolda Baru

Selasa, 12 November 2024 | 23:52

Berkinerja Buruk, Kadis Parekraf Layak Diganti

Rabu, 13 November 2024 | 00:20

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

Dedi Prasetyo Dapat Bintang Tiga jadi Irwasum, Ahmad Dofiri Wakapolri

Selasa, 12 November 2024 | 22:50

Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook "Lintang Empat Lawang" ke Polisi

Kamis, 07 November 2024 | 06:07

Musa Rajekshah Dorong Pemetaan Potensi dan Keunggulan Desa

Kamis, 07 November 2024 | 21:43

UPDATE

Pria Gagal Nyaleg Sampai Nekat Bunuh Diri Depan MA Brasil

Jumat, 15 November 2024 | 14:03

Ijazah Pesantren Harus Diakui Negara Tanpa Syarat

Jumat, 15 November 2024 | 13:55

Rumah Tokoh Asal Riau Dilelang Bank Gara-gara Debiturnya Ngemplang Kedit

Jumat, 15 November 2024 | 13:54

Indonesia Dorong Pengoptimalan Pemanfaatan IK-CEPA untuk Tingkatkan Kinerja Perdagangan

Jumat, 15 November 2024 | 13:45

Pemprov DKI Pastikan Program Bansos Tak Berkaitan dengan Dukungan Pilkada

Jumat, 15 November 2024 | 13:36

Dipimpin Puan, Rapat Persiapan Uji Kelayakan Capim KPK Tertutup

Jumat, 15 November 2024 | 13:36

Dialog Kebangsaan Hari Pahlawan: Jejak Sejarah Lagu Indonesia Raya dan Inspirasi Membangun Nasionalisme

Jumat, 15 November 2024 | 13:31

Regulasi IPS Biang Kerok Kemurkaan Peternak Sapi Perah

Jumat, 15 November 2024 | 13:19

Permintaan Baterai Naik, Komatsu Jepang Tingkatkan Investasi di AS

Jumat, 15 November 2024 | 13:01

Citra Kejaksaan Bisa Terpuruk Jika Tidak Koreksi Diri

Jumat, 15 November 2024 | 12:59

Selengkapnya