Berita

Bidak catur/Net

Publika

Kemuliaan Dan Kehinaan Kekuasaan

SELASA, 19 MEI 2020 | 12:42 WIB

RASULULLAH SAW diperintahkan membaca dan memahami Alquran Surat Ali Imron 26. Begitu juga dengan kaum beriman yang biasa membaca Alquran ayat ini berhubungan dengan hakekat dari kekuasaan, di mana manusia selalu berusaha dan berlomba untuk mendapatkannya. Demi kemuliaan dirinya.

Bunyi terjemah ayat tersebut adalah:

“Katakanlah (Muhammad) “Wahai Allah Pemilik Kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau segala  kebajikan. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.


Ada empat hal kandungan utama ayat tersebut, yaitu: pertama, Allah adalah pemilik dari segala kekuasaan. Kedua, Allah yang memberikan dan mencabut kekuasaan. Ketiga, Allah yang memuliakan dan menghinakan pemegang kekuasaan. Keempat, segala kebajikan yang berhubungan dengan kekuasaan ditentukan oleh Allah SWT.

Ketika orang berlomba dengan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, maka konten ayat ini menjadi penting. Mengingatkan bahwa kebaikan dan kemulian menurut kita itu belum tentu demikian adanya. Kemutlakan dari kemuliaan itu menurut Allah “tu'izzu man tasya”. Begitu juga kehinaan “tudhilu man tasya”. Keagamaan harus menjadi orientasi.

Dahulu masa pemerintahan Soekarno sampai 1955 masih bagus. Pemilu demokratis. 1959 Dekrit Presiden juga baik. Kembali ke UUD 1945 dengan penghargaan pada kekuatan politik keumatan. "Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945".

Setelah itu terjadi kediktatoran. Demokrasi Terpimpin, Nasakom, dan tahun 1965 dalam HUT PKI berpidato "Subur Subur Suburlah PKI". Akrab sekali Soekarno dengan PKI. Akhirnya kehinaan yang didapat.

Masa pemerintahan Soeharto sampai pembentukan ICMI ada penghargaan kepada umat Islam. Andai presiden berhenti saat itu, mungkin cerita kebaikan dominan. Namun para penjilat mendorong untuk terus berkuasa sehingga 1998 dijatuhkan dengan lebih sakit. Begitulah hukum kekuasaan. Saat bagus berhenti mestinya berhenti. Dikira berlama lama membuat mulia padahal sebaliknya.

Masa pemerintahan setelahnya "datar datar" saja. Kecuali masa Gus Dur yang diturunkan rakyat. Karena mencoba membubarkan DPR itupun didorong oleh kekuatan "kiri" yang nyaman dengan gaya Gus Dur.

Kini masa Pemerintahan Jokowi rasanya tidak ada penghargaan terhadap kekuatan politik umat Islam. Jangan campur agama dengan politik, deradikalisasi, intoleransi, hapus pelajaran perang dalam Islam adalah contoh sentimen negatif.

Semestinya Presiden Jokowi membaca tingkat kepercayaan yang rendah. Presiden telah menjadi bahan olok-olok. Berdasarkan Tap MPR No VI tahun 2001 seharusnya sekaranglah Jokowi waktunya untuk mundur dari jabatan Presiden. Mungkin nama baik masih bisa diselamatkan.

Jika terus menjalankan kekuasaan secara kontroversial seperti akrab dengan RRC, TKA Cina,  pindah ibukota, Perppu otoriter, Omnibus Law, dan korupsi merajalela, maka bukan mustahil Jokowi bisa diturunkan secara konstitusional.

Kembali ke ayat Alquran Ali Imron 26 di atas maka jabatan-jabatan yang dipegang dan dipertahankan itu belum tentu dapat memuliakan bahkan bisa saja menghinakan.

Di sini pandangan hidup yang sekularis dan pragmatis telah banyak membuktikan kekeliruannya. Mengabaikan agama dan kekuatan agama di Indonesia justru akan menuai badai yang menyakitkan. Tak terkecuali Jokowi atau siapapun.

M. Rizal Fadillah

Penulis adalah pemerhati politik dan kebangsaan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya