Aktivis buruh, almarhum Marsinah/Net
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih mengingatkan kembali peristiwa keji yang menimpa Marsinah 27 tahun silam, tepatnya tanggal 8 Mei 1993.
Sosok buruh perempuan pabrik arloji itu ditemukan mati di Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Ia dibunuh oleh militer rezim otoriter.
“Marsinah adalah seorang perempuan, buruh, yang marah atas ketidakadilan,†kata Jumisih dalam keteranganya, Sabtu (9/5).
Saat itu, tiga belas kawannya diintimidasi oleh Kodim sehingga terpaksa mengundurkan diri. Pasalnya, di PT CPS – Catur Putera Surya, nama pabrik arloji tersebut, tengah terjadi pemogokan akibat pengebiran hak-hak buruh. Mulai perkara upah, cuti haid, cuti hamil, uang makan, uang transport hingga tuntutan membubarkan serikat pekerja yang dikangkangi pengusaha.
“Saat itu, Marsinah yang memimpin aksi mogok kerja para buruh,†terang Jumisih.
Marsinah dibunuh karena lantang menyuarakan kebenaran. Hasil forensik menunjukkan bahwa Marsinah mati dengan kondisi luka di sekujur tubuh. Kemaluannya hancur. Tulang panggulnya patah. Serpihan tulang berserakan di tubuhnya. Sebelum ajal menjemput, Marsinah diperkosa. Sebuah tindakan yang menggambarkan sempitnya pikiran, rendahnya mentalitas, serta nurani yang kering.
“Kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan terhadap Marsinah adalah pesan kotor Orde Baru agar perempuan tidak melawan, perempuan tidak layak memimpin pemogokan dan harus tunduk terhadap kekuasaan,†ujar Jumisih kesal.
Hingga kini, sambung Jumisih tak ada satupun pelaku pembunuhan keji itu yang dihukum. Tabir gelap masih menyelimuti kematian Marsinah. Hak hidup Marsinah adalah hak hidup warga negara yang tidak dilindungi oleh negara. Sebaliknya, negara berubah menjadi otot dan moncong senjata.
Tahun berganti, dan impunitas semakin mengakar. Hari ini, demokrasi seolah mundur kembali. Apapun yang diinginkan negara, rakyat dipaksa memenuhi. Aturan hukum diproduksi untuk menjerat buruh menjadi objek eksploitasi.
Seperti Omnibus Law, justru muncul untuk menjauhkan buruh dari kondisi sejahtera.
Intimidasi, kriminalisasi, dan ragam bentuk represi kembali dipertontokan, hari demi hari. Atas nama pembangunan, negara tampil dengan tangan besi.
“Namun, teladan Marsinah, adalah kekuatan bagi kami. Marsinah adalah obor, semangatnya tidak pernah mati,†tekan Jumisih.
Mengenang Marsinah, adalah mengenang semangat keberaniannya karena benar. Untuk melawan ketidakadilan, ketamakan dan kekerasan, kami dari Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menuntut kepada negara, mengusut tuntas pelaku pembunuhan Marsinah, berikan keadilan untuk Marsinah dan jadikan Marsinah sebagai pahlawan nasional.